Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
Kepincut Janda Kembang

Kepincut Janda Kembang

Brata Yudha

5.0
Komentar
158
Penayangan
1
Bab

Tak pernah sekalipun di benak Melvin akan jatuh cinta pada seorang janda. Bahkan hanya sekedar tertarik pada makhluk bernama wanita adalah hal mustahil baginya. Namun, semua berubah ketika dia yang seorang intel ditugaskan ke sebuah desa terpencil. "Aku tak pernah menyangka, kedatanganku ke desa ini justru mempertemukanku dengan seorang wanita yang berhasil membuatku tertarik pada pandangan pertama." Melvin. "Dia lelaki tertampan yang pernah kulihat di dunia ini." Handa. Ternyata kedatangannya ke desa terpencil itu justru menguak banyak fakta mengejutkan tentang masa lalunya. Bagaimana bisa dua orang yang merasa tidak saling mengenal justru pernah menghabiskan malam bersama, bahkan memiliki seorang putra. Ikuti kisah lengkapnya disini.

Bab 1 Bagian 1

Namaku Melvin, usiaku 28 tahun. Aku adalah seorang Intel agen rahasia yang sedang memata-matai pergerakan sindikat narkoba di sebuah perkampungan terpencil di kabupaten xxxxxx. Karena pergerakan mereka yang sangat sulit terlacak, aku terpaksa mengontrak di kos-kosan 10 pintu di daerah tersebut. Tentu saja, itu kulakukan untuk menutupi identitasku.

Sebenarnya aku bukan orang yang pandai bergaul, tapi demi kelancaran misiku, akhirnya aku ikut membaur dengan warga sekitar sekaligus menggali informasi. Seperti pagi ini, kebetulan stok gula di dapurku sedang habis. Kulihat ada warung kecil yang pembelinya cukup ramai. Tentu saja karena warung itu adalah warung terdekat dibanding warung lainnya.

"Mbak, ada gula?" tanyaku pada pemilik warung.

Saat pemilik warung itu membalik tubuhnya, sejenak aku terpana. Dia mengibaskan rambut panjang hitam miliknya persis seperti iklan shampo. Aku menatapnya tanpa berkedip. Ternyata dia sangat cantik dan manis.

"Mau beli apa Bang?" tanya pemilik warung.

Aku tersadar dari lamunanku.

"Eh, itu saya cari gula, iya gula sekilo," jawabku gelagapan.

"kirain cari Eneeeng," celetuknya, lalu terkekeh kecil dan tersenyum genit.

"Ah kamu mah Han, lihat yang bening dikit langsung aja digodain," celetuk ibu-ibu di sampingku.

"Hai ganteeng, kok saya gak pernah lihat kamu ya, kamu penghuni baru di kost biru?" tanya wanita paruh baya lainnya yang dandanannya terlihat agak menor.

"Iya bu, saya penghuni baru di sana," jawabku ramah.

"Abaaang hati-hati sama mpok Lela, dia buaya betina looh," cetus pemilik warung.

"Biarin aja buaya betina, dari pada kamu Handa, ulet bulu! araratteeell," dia mencebik, lalu disambut sorakan ibu-ibu lainnya.

Aku mulai merasa tidak nyaman, rasanya gerah! Ingin segera pergi dari kerumunan ini.

"Udah belum gula nya mbak?" tanyaku agak kesal.

"Sabar Abaaang, enggak sabaran iiihh," ucap pemilik warung. Setelah itu dia menyerahkan bungkusan berisi gula. Lalu aku menyerahkan lembaran merah padanya.

"Gak ada kembaliannya Bang, masih pagii," ucapnya.

"Ya udah ambil aja kembaliannya," jawabku. Lalu bergegas pergi meninggalkan kerumunan para wanita sableng itu. Tanpa di duga, si pemilik warung berlari mengejarku.

"Abaaaang!!!" panggilnya.

Aku menoleh. Tanpa sengaja kakinya tersandung batu berukuran cukup besar. Lalu dengan sigap aku menangkapnya agar tidak terjatuh. Sejenak kami saling bertatapan, adegannya persis seperti di sinetron-sinetron drama.

"Ih Abang romantis bangeeet, aku jadi makin lope lope..." tangannya mencubit kecil dadaku.

Aku tersadar sekaligus kaget! lalu spontan melepas tanganku dari tubuhnya.

BRUGG!!

Wanita itu terjatuh. Aku kaget! lalu langsung menolongnya kembali untuk berdiri.

"ih Abang jahaaat!!!" ucapnya lebay, sambil mengerucutkan bibirnya.

"Maaf," ucapku lirih.

Dia mencebik kesal!

"Mbak ngapain ngejar saya?" tanyaku.

"Nih uangnya ambil lagi!" dia menyodorkan uang lembaran merah yang tadi kukasih.

"Loh kok dibalikin? Kan saya bilang ambil aja kembaliannya," aku menolak.

"Gapapa, pake buat yang laen dulu aja, gak usah gengsi kalau mau nge-bon. Banyak kok penghuni kos biru yang ngutang di warung Handa. Bayarnya besok aja kalau udah ada uang pas," ucapnya.

Aku tak habis fikir dengan jalan fikirannya. Apa katanya tadi, nge-bon? Ya ampun! semiskin itukah aku? Apa wajahku terlihat seperti orang susah? Aku menggelengkan kepalaku. Dari pada urusannya makin panjang, kuterima saja uang itu, biar kubayar besok saja. Terserah deh! namun baru saja mau melanjutkan langkahku, dia kembali memanggilku.

"ih abaaang!!!."

Aku berbalik.

"Apa lagii!" ucapku sedikit geram.

"Abang gak bilang makasiih...?" ucapnya. Aku semakin bingung dengan tingkahnya.

"Untuk apa?" tanyaku.

"Karena udah dibolehin nge-bon!" jawabnya.

Huh!

Aku menghembuskan nafas kasar! saat itu ingin sekali rasanya memakan semua kerikil di jalanan.

"Terimakasih udah dibolehin ngutang Nona cantik!" ucapku penuh penekanan. Setelah itu buru-buru aku melanjutkan langkahku, sebelum terjadi hal-hal konyol lainnya.

//

Sore harinya, aku mendapat informasi tentang pergerakan sindikat yang sedang aku mata-matai. Aku segera pergi ke alamat yang dikirimkan oleh Salah satu timku dengan menggunakan motor sport kesayanganku.

Namun, di tengah perjalanan, aku melihat seorang wanita sedang diganggu oleh segerombolan preman. Dengan cepat aku menghampiri mereka, untuk menolong wanita itu. Saat kuperhatikan, sepertinya aku pernah melihat wanita itu.

"Hei kalian! Lepaskan wanita itu!" ucapku lantang.

Para preman dan wanita itu melihat kearah ku. Ternyata benar, aku mengenalnya.

"Abaaaaang!!" teriak wanita itu yang ternyata pemilik warung sembako tempatku membeli gula tadi pagi.

Para preman itu sudah bersiap-siap dengan ancang-ancang mereka. Sepertinya mereka sudah tidak sabar ingin merasakan bogem mentah dariku. kebetulan sekali aku sudah lama tidak berolahraga, dan mungkin ini saatnya aku merenggangkan otot-otot ku.

"Hei cecunguk! gak usah sok mau jadi pahlawan kesiangan lo, sono pergi sebelum gua jadiin perkedel!" ucap salah satu dari mereka.

Aku tersenyum kecut, berani sekali mereka mengataiku. mereka tidak tau siapa aku sebenarnya, baiklah! akan kutunjukan kehebatanku.

Tanpa aba-aba mereka langsung menyerang ku. dengan sigap aku menangkis dan menahan serangan-serangan dari mereka.

bug!

krakkk!!!

kyaaa!!

bug! bug! bug!

gedebug!

Satu persatu dari mereka berhasil ku lumpuhkan, Mereka akhirnya tumbang. hanya tinggal seorang lagi yang belum ku hajar,

dia sedang menawan wanita itu. Aku maju selangkah, menatapnya dengan tatapan mematikan.

"Jangan macam-macam! atau wanita ini taruhannya!" ancamnya sambil mengarahkan sebilah pisau ke leher wanita itu.

"Abaaaang Handa takuuut, tolongin Baaaang" ucap wanita itu ketakutan.

Aku pura-pura berbalik arah dan melangkah meninggalkan preman itu. di saat preman itu lengah, dengan cepat aku menangkis pisau itu. Sialnya, tanganku malah terbeset.

"Abaaaaaang!"teriak wanita itu panik, saat melihat darah di tanganku.

"Abang hati-hati Abaaang, gimana ini," ocehnya.

Ocehannya itu justru membuatku sulit berkonsentrasi.

"Diam! berisik!" ucapku membentaknya.

Setelah itu aku dan preman itu kembali berduel. walaupun dengan tangan terluka, aku akhirnya berhasil mengalahkannya. Mereka lari terbirit-birit. Aku melihat wanita itu bergetar ketakutan. lalu aku menghampirinya.

"kamu nggak apa-apa? Ada yang luka?" tanyaku khawatir.

Dia menangis lalu memelukku dengan erat.

"Handa atuut baaaang," dia menangis sesenggukan.

Aku bingung harus bagaimana. kubiarkan dia memelukku, lalu pelan-pelan kulepas pelukannya.

"Udah jangan nangis lagi, premannya juga udah kabur, yang penting kamu nggak apa-apa," ucapku menenangkannya.

Dia mengangguk.

"Ayo pulang, udah hampir magrib," ajakku.

Dia menurut lalu naik ke motorku.

Aku melajukan motorku dengan kecepatan sedang. Di tengah perjalanan, dia terus saja memeluk erat pinggangku. bukan hanya tangan, kepala juga menyender di punggungku. Dan jugaaa..

Ah sial*n! kenapa benda kenyal itu ikut menepel juga. konsentrasi ku jadi terpecah! Rasanya aku sulit bernafas sekarang. Ini benar-benar ujian atau? Bonus! wkwk!

Aku hanya diam, mungkin dia masih trauma atas kejadian tadi.

Setelah menempuh perjalanan hampir 20 menit, akhirnya kami sampai di depan rumah wanita itu.

"Saya langsung aja ya," pamitku.

"Enggak boleh! sini Handa obatin dulu lukannya,"

dia menarik paksa tanganku memasuki rumahnya. Lalu mendudukanku di kursi tamu.

"Abang tunggu sini, gak boleh kemana-mana! Handa ambil obat dulu," ucapnya dengan nada galak.

Aku pasrah. Setelah beberapa menit akhirnya dia muncul dengan kotak P3K di tangannya.

Dengan telaten dia membersihkan lukaku.

"Iih, darahnya banyak. Ini pasti sakit ya Bang, maafin Handa ya Bang, gara-gara nolongin Handa, bang jadi celaka," ucapnya dengan wajah sendu.

"Enggak apa-apa, itu hanya luka kecil," jawabku.

"Panjang gini tuh lihat, darah nya juga banyak. Ada paling seember mah," cerocosnya.

Aku hanya menggelengkan kepalaku saat mendengar ucapan konyolnya itu.

Akhirnya dia selesai mengobati lukaku.

"Oh iya, kamu kok bisa digangguin preman-preman itu, emang mau kemana?" tanyaku penasaran.

"Tadi aku habis belanja sama si Cecep. Tapi motornya malah kehabisan bensin, jadi aja Handa ditinggal beli bensin. Eh, malah ada preman-preman itu. untung aja Abang cepet dateng," jelasnya panjang lebar.

"Oh," aku hanya ber-oh ria.

"Ngomong-ngomong, nama Abang siapa sih? Kita belum kenalan lo," tanyanya.

"Nama saya Melvin Mbak," jawabku.

"Mbak lagi? Tadi udah aku kamu!" dia mencebik kesal.

Aku semakin bingung dengan tingkah makhluk di depanku ini. Memang apa salahnya dipanggil mbak, masih mending mbak daripada nenek!

"Nama aku Handa," dia menyodorkan tangannya padaku.

Aku menjabatnya.

"Handa aja?" tanyaku.

"Tut-WURI-HANDA-YANI," ucapnya sambil mengeja.

Seketika aku tegelak mendengar namanya. aku jadi teringat logo OSIS.

"Is Abang jahhaattt! Ngetawain nama Eneeeeng...!" ucapnya sambil mencubit kecil pinggangku.

Aku menghentikan tawaku.

"maaf," ucapku.

Aku tidak sadar jika sejak tadi tangan kami masih bersalaman. Saat menoleh kebawah, aku baru menyadarinya. Lalu saat akan kulepaskan, tanganku malah ditahannya.

"Nama Abang cakep ih, kayak orangnya," dia tersenyum mesam-mesem.

Dengan sedikit paksa aku melepas tanganku, karena merasa risih.

"Abang pelan-pelan lepasnya, sakiiiittt" dia menggerutuk kesal.

"kamu ngapain Handa!"

tiba-tiba muncul ibu-ibu yang sedang menggendong anak kecil dari arah pintu.

matanya melotot saat melihat posisi kami yang berdekatan.

"kamu bawa laki-laki kerumah?" tanyanya lagi.

Aku semakin bingung dengan situasi ini. perasaanku mulai tidak enak.

"Mamah salah faham," Handa berdiri lalu menjelaskan kejadian yang sebenarnya.

Di saat Handa berbicara pada ibunya, anak kecil yang digendong wanita paruh baya tadi terus menatapku. lalu tersenyum manis. Aku balas tersenyum. Dia lari ke arahku.

"Papaaa, Gendoong!"

Hah?

Lanjutkan Membaca

Buku serupa

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku
Kepincut Janda Kembang
1

Bab 1 Bagian 1

24/06/2022