Reynold, seorang preman kampung, jatuh cinta pada pandangan pertama dengan seorang gadis cantik berhijab, putri semata wayang Pak Haji Kipli sesepuh kampung yang baru lulus pesantren. Penampilan pemuda bernama asli Reyhan yang urakan itu menyulitkan dirinya sendiri untuk meraih hati sang gadis pujaan. Apalagi ketika ia harus bersaing ketat dengan Usman, ustaz muda putra Ustaz Arfan, yang jago ngaji dan sering mengisi kajian di majelis taklim. Demi mendapatkan sang pujaan, Reynold rela berubah. Meski harus jatuh bangun dan babak belur, apalagi ketika menghadapi dua macan jagoan yang selalu melindungi Farhana, sang gadis pujaan. Siapa lagi kalau bukan abang-abang kembar, Razaq dan Raziq? Bagaimana jerih upaya Reynold, eh, Reyhan, meraih cinta gadis impian? Mampukah ia selamat dari ancaman dua macan? Berhasilkah ia bersaing dengan ustaz muda tampan jebolan pesantren, yang notabene digandrungi gadis-gadis belia sekampung?
"Bang, mau sampai kapan kita backstreet begini? Sebenarnya, abang serius ngga, sih?" Gadis berhijab mocca yang bila tersenyum menyembulkan lesung pipi di kedua pipinya itu menatap serius Reynold. Pemuda itu sibuk memilin ilalang di tangan kanannya. Kemudian ia merebahkan tubuh di atas hamparan rumput di tepian sawah dan sungai berarus kecil ini. Pandangannya menatap hamparan langit berwarna jingga. Lalu pemuda itu mengembuskan napasnya berat.
"Abang khawatir keluarga Hana nggak bisa menerima abang." Reynold menoleh ke arah Farhana yang duduk menghadap ke arah sungai dangkal sambil memeluk lutut.
Sungai yang terbentang di tepian hamparan rumput dan sawah ini tidak begitu lebar. Airnya mengalir tenang dan begitu jernih, membuat siapa pun yang melihatnya berhasrat menyegarkan badan dan berendam di dalamnya. Bebatuan menyebar di segala penjuru. Beberapa ikan bersembunyi di sekitar bebatuan berukuran sedanag dan besar.
Hana menoleh dan memerhatikan wajah Reynold. Berusaha mencari keseriusan pada wajah bervwarna eksotis itu. Dirinya paling tidak suka dibohongi. Tapi tak ada kebohongan dari raut wajah pemuda yang sekilas terlihat mirip artis Hongkong, Andy Lau, dengan versi kearifan lokal.
"Masak preman kampung ciut menghadap calon mertua?" sindir Farhana. Gadis itu kembali menekuri pandangan ke arah sungai. Tak berapa lama suara azan berkumandang dan langit tiba-tiba berubah gelap. Hujan pun mengguyur tiba-tiba.
"Bangun! Kebiasaan elu kalo molor nggak inget bangun. Bangun, bujangan! Udah azan maghrib tuh. Kebiasaan molor di waktu asar." Babeh Rojali terus mencipratkan air ke muka anak semata wayangnya yang tergagap sambil mengerjapkan mata.
Pemuda itu lantas bergegas bangun dan mengusap wajahnya. Ternyata adegan tadi hanyalah mimpi. Ingin rasanya ia melanjutkan mimpi indahnya tadi. Seandainya babehnya tidak membangunkannya mungkin adegannya tengah berpacaran dengan gadis impian masih berlanjut.
"Ah, babeh mah demen banget ngerusak mimpi indah Rey aje deh." Meski enggan, Reynold alias Reyhan tetap melangkahkan kaki menuju kamar mandi. Dengan langkah gontai yang terasa berat, pemuda yang terkenal sebagai preman kampung itu menuju kran untuk berwudu. Basuhan demi basuhan pada sebagian anggota tubuhnya itu membuatnya kembali merasa segar dan sadar akan kehidupan nyata.
Farhana itu hanya angan yang takkan bisa diraihnya. Terlalu berat ujian untuk mendapatkannya. Dua kakak kembarnya jago silat dan ibunya sangat selektif memilih calon menantu. Bukan sekali dua kali Rey mendengar kabar penolakan dari beberapa pemuda kampung bahkan pemuda kampung lain yang mencoba meminang gadis manis berhijab itu.
***
"Belum berangkat gawe, Rey?" Babeh Rojali melongok dari balik tirai yang menutup pintu kamar Rey. Selang berapa detik ibu sambungnya memanggil keduanya dari dapur untuk segera sarapan.
"Badan Rey kayaknya meriang, Beh." Pemuda itu meringkuk di atas ranjang dengan berselimut sarung bermotif kotak-kotak. Selepas salat subuh ia melanjutkan tidur.
"Lagian elu semalam begadang sampe tengah malam. Bukannya istirahat tidur." Babeh menghampiri anak kesayangan semata wayangnya. Pria itu duduk di tepi ranjang. Semenjak kepergian mendiang istri pertamanya, babeh Rojali menikah dengan gadis yang usianya terpaut tiga tahun lebih tua dari Reyhan. Namun hingga saat ini belum juga dikaruniai keturunan. Terus terang, masih besar harapan babeh Rojali bisa menambah keturunan lagi karena ia hanya memiliki Reyhan, satu-satunya generasi penerus keturunannya. Sekarang babeh Rojali dan Saebah, istri mudanya, sedang menekuni promil.
"Beh, tolong gantiin Rey bisa nggak?"
"Lah, gimana ceritanya babeh gantiin elu? Kayak babeh nggak ada gawe aja. Makanya, kata babeh juga mendingan elu punya usah di rumah sini. Ngewarung kek, apa kek. Bukan jadi jagoan pasar. Jangan sok pahlawan elu. Resikonya gede itu." Babeh menasihati Reyhan yang tubuhnya semakin menggigil kedinginan. Jemarinya yang mulai terlihat keriput namun masih bertenaga dengan lihat memijit kaki dan tangan Rey. Pria itu juga memijit di beberapa titik syaraf yang ia pahami. Reyhan merasa sangat enakan dipijit babehnya saat itu.
"Beeeh .... Reeey .... Sarapan dulu yuk," panggil Saebah dari arah dapur. Terdengar suara piring dan gelas juga beberapa peralatan makan tengah disiapkan. Babeh Rojali lalu menuntun anaknya yang terlihat lemas dan lunglai.
"Selepas sarapan, babeh bawa elu ke bidan Hayati," ujar babeh sambil memapah Rey menuju dapur.
"Lah, ngapain ke bidan Hayati sih, Beh? Aye pan kagak hamil, Beh." Reyhan terdengar protes. Kedua bibirnya merengut.
"Yang bilang elu hamil siape? Heh, bidan Hayati juga sering ngobatin orang sakit. Banyak pasien setiap hari datang ke rumahnya." Babeh Rojali mendudukkan Rey di salah satu kursi makan. Lalu pria itu duduk di sebelah istrinya. Saebah langsung menyendok nasi dan menuangkannya ke atas piring suaminya.
"Ogah ah. Ke puskesmas aje. Jangan ke bidan Hayati. Nanti mata babeh jelalatan mandangin bidan Hayati yang kata orang aduhai ntuh." Reyhan meneguk teh hangat manis lalu menyomot pisang goreng. Dari raut wajahnya bisa dipastikan jika pemuda itu tidak merasa nyaman dengan setiap kunyahan yang terasa pahit. Setelah diperhatikan, pantas saja pahit karena ternyata pisang goreng gosong yang diambilnya. Ia kira, lidahnya sudah mati rasa karena sakit.
"Ehm! Ngomongin ape, nih?" Saebah berdeham. Sorot matanya mengarah tajam ke arah suaminya yang terlihat mesem-mesem dan gelagapan. Telinganya sudah akrab mendengar perbincangan bapak-bapak di pos ronda soal kemolekan janda bidan belum beranak itu.
"Engga apa-apa. Babeh cuma mau nganter Rey berobat ke bidan Hayati." Babeh buru-buru menyuap makanan ke dalam mulutnya hingga hampir tersedak. Kalau sudah membahas perempuan, ia tak mau berurusan lama-lama dengan sang istri. Bisa berabe dan runyam.
"Jangan berobat dulu. Tuh, Ebah udah buatin rebusan wedang jahe merah. Nanti diminum, ya, Rey. Siapa tahu ampuh buat ngobatin meriang elu. Kalau kondisi belum baik juga, baru deh berobat."
Merasa diperhatikan ibu sambungnya, dinding pertahanan Rey mulai runtuh perlahan. Bertahun-tahun dirinya membenci Saebah hanya karena tidak setuju dengan pernikahan babeh dan perempuan muda itu. Babeh memang terkenal dengan kekayaannya di kampung ini. Tanah dan sawahnya luas di mana-mana. Punya ternak sapi dan kambing juga. Gadis mana yang tidak terpikat dengan kekayaannya yang tidak habis tujuh turunan? Reyhan berpikir, Saebah sama saja dengan para gadis di kampungnya yang silau akan harta dan jabatan. Sebagai bentuk protesnya, pemuda itu bertingkah urakan layaknya preman.
"Iye, Nyak. Nanti Rey minum. Makasih, Nyak."
"Uhuk! Tolong .... Tolong ... Ambilin minum, Bah!" Babeh Rojali menunjuk-nunjuk ke arah gelas berisi teh tawar hangat. Saebah segera mengambilkan dan menyodorkan kepada sang suami yang tersedak. Reyhan menatap babehnya dengan rasa khawatir.
"Babeh nggak apa-apa?" tanya pemuda itu.
"Coba ulangi adegan tadi!"
"Adegan apaan, Beh? Adegan babeh keselek?"
Babeh Rojali menggelengkan kepalanya. "Yang barusan tadi tuh. Elu ngomong apa?"
"Apaan, sih? Kagak ngerti Rey, Beh."
"Elu tadi manggil Saebah dengan sebutan enyak. Babeh seneng banget. Akhirnya elu mau ngakuin Ebah sebagai emaklu." Babeh Rojali meraih sang istri ke dalam pelukannya. Sementara Saebah hanyak tersenyum melihat tingkah suaminya yang terlihat begitu bahagia.
"B aja kali, Beh. Nggak usah lebay dah."
Sementara itu Reyhan dengan santai melahap isi piringnya hingga tandas.
***
Bab 1 Chapter 1 - PERTAHANAN YANG MERAPUH
17/07/2023
Bab 2 Chapter 2 - LOVE AT THE FIRST SIGHT
17/07/2023
Bab 3 Chapter 3 - MARTABAK SPESIAL
17/07/2023
Bab 4 Chapter 4 - NASI UDUK ISTIMEWA
17/07/2023
Bab 5 Chapter 5 - LAMPU HIJAU
17/07/2023
Bab 6 Chapter 6 - TIDAK DIRESTUI
17/07/2023
Bab 7 Chapter 7 - RASA KECEWA
17/07/2023
Bab 8 Chapter 8 - SALAH PAHAM
17/07/2023
Bab 9 Chapter 9 - TESTPACK MILIK SIAPA
17/07/2023
Bab 10 Chapter 10 - KEDATANGAN KYAI SUBKI
17/07/2023
Bab 11 Chapter 11 - RAHASIA BESAR AKHIRNYA TERUNGKAP
21/07/2023
Bab 12 Chapter 12 - MENJADI GILA
22/07/2023
Bab 13 Chapter 13 - Percobaan Bunuh Diri
14/10/2023
Bab 14 Mulai Terpikat
22/10/2023
Bab 15 Rahasia Sarah
08/12/2023
Buku lain oleh Muthi Mozla
Selebihnya