Kisah ini bermula ketika sepasang suami istri yang sudah menikah cukup lama, sang istri bernama Hana dan sang suami bernama Rayhan. Keduanya hdup bahagia walaupun belum dikaruniai anak, hingga akhirnya cinta lama Hana hadir kembali yang akhirya membuat kisah rumah tangga Hana pun berubah. "Aku harus bagaimana? Aku hamil. Setelah sekian lama aku menikah, baru kali ini hasil tespack ku dua garis merah. Aku harus gimana? Apakah aku harus jujur tentang hal ini ke Mas Rayhan. Kenapa harus begini sih? Aku bisa gila kalau aku benar-benar hamil. Shit, padahal udah main aman tapi kok kebobolan gini? Tunggu, tunggu berarti aku nggak mandul dong, buktinya aku bisa hamil. Ahh, aku harus segera memeriksakan diri ke dokter kandungan secepatnya". Perkenalkan aku Hana, Hana Maheswari. Aku seorang istri lelaki tampan nan kaya raya, namun anehnya aku malah terjebak cinta terlarang dengan mantan kekasihku dulu. Hana tak pernah menyangka bahwa akhirnya ia bisa hamil, jadi terbukti selama ini, bahwa bukan ia lah yang mandul, namun justru Mas Rayhanlah yang menjadi penyebabnya. Buktinya Hana bisa hamil. Ketika kabar ini tersiar, semua orang pun bahagia, namun di sisi hati Hana yang lain ia merasa bersalah namun kebahagiaan keluarga besar Hana dan juga Mas Rayhan seolah membuat dirinya tak bisa mengatakan bahwa benih yang ada dalam kandungannya bukanlah dari Mas Rayhan. Dion pun sudah ia beritahu, Dion yang memang masih mencintai Hana pun bersedia untuk bertanggung jawab, namun lagi-lagi Hana tak bisa karena sudah tersebar berita kehamilan yang padahal telah ia sembunyikan. Seiring berjalannya waktu, semua rahasia antara Han dan Dion pun terbongkar. Mas Rayhan dengan legowo memaafkan Hana, dan tetap menganggap anak perempuannya yang bernama Kirana sebagai putri tunggalnya. Kirana yang hendak dipersunting seorang pria pujaan hatinya adalah awal dimana terbongkarnya bahwa Mas Rayhan bukanlah ayah kandung Kirana, smeua gempar bahkan Mas Rayhan yang mulai sakit-sakitan pun bahkan berpulang setelah tak lama ia melihat snag buah hati menikah. Hana dan Dion menikah setelah setahun kepergian Mas Rayhan, ada banyak penyebab yang membuat mereka berdua akhirnya bisa melabuhkan cinta yang telah sedemikian lama terjalin. Walaupun sempat tertatih dalam keterpurukan, akhirnya Hana bisa hidup bahagia bersama Dion, anak tercinta dan juga seorang cucu yang hadir menjadi pelengkap kebahagiaan di antara mereka berdua.
"Hana, ayo bangun. Sudah jam berapa ini? Kamu kelayapan lagi ya tadi malam?" tanya mama sambil menurunkan selimut yang membalut seluruh tubuhku. Masih terlalu pagi rasanya mama membangunkanku sebab hawa dingin masih merasuk dalam tulang.
"Masih pagi ma. Hana masih ngantuk. Tadi malam kan Hana ngerjain tugas kelompok di rumah temen ma" ujarku sambil menarik kembali selimut yang sudah hampir meyentuh dengkul setelah di tarik mama tadi.
"Kamu nggak shalat subuh Han?" udah buruan bangun. Ini sudah jam berapa?" mama menarik tanganku dan menyuruhku untuk segera bangun dan berwudhu. Duh, mau tak mau aku harus bangun sebelum mama semakin marah. Gimana mau shalat, aku belum mandi wajib kok. Shit, Dion kebangetan deh. Habis ngerjain tugas malah ngajak ke rumahnya yang kebetulan kosong. Gini deh jadinya. Nyebelin memang tu anak. Aku sulit sekali menolak apa maunya Dion, dia kakak tingkatku. Kami beda usia dua tahun, aku masih mahasiswa baru ketika Dion sudah menginjak semester ke empat. Aku bertemu dengannya pertama kali karena dikenalkan oleh temanku yang satu fakultas dengan dia. Aku di fakultas ekonomi sedangkan Dion anak fakultas pertanian. Dion anakyang biasa saja, tak terlalu tampan, rambut lebat ditambah alis tebal serta hidung yang cukup mancung. Kulit khas asia, coklat matang namun tidak terlalu kematangan. Entah mengapa, aku dan Dion bisa dekat dan akhirnya bisa menjalin kasih. Awalnya biasa saja, namun lama kelamaan kehidupan percintaan kami semakin tak sehat sehingga yang tak seharusnya terjadi pun terjadi. Aku terbuai oleh rayuan, rengkuhan dan sentuhan dari Dion ketika aku berkunjung ke rumahnya yang kebetulan sedang kosong. Ayah dan ibunya seorang pegawai pemerintahan yang ketika jam kantor tak berada di rumah, sedangkan adiknya juga berkegiatan di kampus. Adik perempuannya hanya beda setahun dari Dion, berarti aku lebih muda daripada adik Dion yang bernama Fira.
Aku buru-buru mandi dan kemudian menuju ke kamar. Untung saja ketika aku sudah selesai dari kamar mandi, mama tak melihatku sedang keramas. Sebenarnya mama tak mungkin curiga sih karena aku memang di kenal sebagai anak yang baik, tapi namanya orang berbuat salah ya tentu was-was juga dibuatnya. Aku buru-buru ke kamar dan menunaikan shalat subuh, tak apalah terlambat daripada tidak sama sekali. Mama adalah seorang muallaf, beliau sangat berusaha untuk menjalani agama baru. Aku terlahir dari keluarga mama yang sebagian besar beragama non muslim, tepatnya nasrani sedangkan papa seorang muslim yang taat. Entah bagaimana awal mulanya, papa dan mama bisa jatuh cinta dan saling memadu kasih. Padahal jelas-jelas ada jurang pemisah bernama agama di situ. Hingga saat ini aku belum berhijab walaupun mama dan papa seringkali menasihatiku, namun hati akan seakan tak tergerak untuk melaksanakannya. Untuk shalat lima waktu kulaksanakan ya walaupun kadang bolong-bolong juga dengan berbagai macam alasan. Kadang ketiduran, kadang sibuk ngerjain tugas, atau pas kebetulan lagi di jalan, nongkrong-nongkrong dan lain sebagainya. Di rumah memang aku di nilai sebaga anak yang baik, entahlah bila di luar aku ingin bebas melakukan apapun yang aku mau. Kebetulan aku juga memiliki lingkaran teman yang sejalan dengan apa yang aku inginkan.
Mama dan papa mendukungku sampai sejauh ini terkecuali cara berpakaianku. Aku anak yang berprestasi sejak dari tingkat sekolah dasar hingga sampai tingkat universitas seperti sekarang ini. Enarnya au tak menggunakan pakaianterbuka seperti rok mini ataupun tank top, aku berpakaian sopan kok. Celana jeans atau rok setengah lutut yang di padu padankan dengan kemeja berlengan panjang ataupun pendek.Mama dan papa memang ekstra menjagaku maklum aku anak tunggal. Aku pun sangat menyayangi mereka berdua, namun jiwa muda ku bergejolak ketika mengenal Dion, kekasihku.
" Hanaaa, sarapan dulu sayang. Mau berangkat bareng papa nggak nak?" tawar ma di balik pintu kamar.
"Nggak ma, Hana kuliah agak siangan hari ini. Nanti duu ma, Hana lagi beberes ni, ntaran aja sarapannya" jawab Yala yang lagi asyik memainkan gawai di kasurambil rebahan. Aroma shampo yang segar menguar ketika ia membuka gawai sambil menciumi rambutnya yang wangi.
Mama pun berlalu dari kamar Hana dan melanjutkan saran bersama papa Hana. Nasi goreng hangat dengan telur dadar suwir ditambah taburan bawang goreng menemani ritual sarapan pagi ini.
"Hana mana ma? Nggak ikut sarapan bareng?" tanya papa sambil menyendok nasi goreng ke piring kaca.
"Nggak pa, Hana sarapannya nanti saja. Lagi nyiapin tugas kuliah katanya, kemaren aja pulangnya malam pa habis ngerjain tugas". Hana pulang pas papa udah tidur tadi malam tu".
Papa mengangguk dan melanjutkan sarapan Mama dan papa memang sering mengajakku makan bersama, kali ini aku malas keluar karena alasan rambutku yang masih basah itu. Klise sekali alasanku itu. Mama dan papa memberikan kepercayaan penuh padaku, tapi aku menyalahgunakan kepercayaan yang telah diberikan mama dan papa kepadaku.
"Beib lagi yuk? Aku sendirian di rumah nih sampe malam. Orang rumah pada perg lag ada cara di luar kota. Kamu ada jawal kuliah nggak?"
Hana tersenyum melihat pesan dari sang kekasih sekaligus geleng-geleng kepala. Padahal baru kemarin ia bertemu dengan sang kekasih. Hana pun mulai mengetik balasan untuk Dion dan terhenti ketika papanya mengetuk pintu kamar.
"Hana sayang" suara papa terdengar diiringi ketukan pintu.
"Ia pa sebentar, Hana bergegas menggunakan hair dryer kembali untuk mengeringkan rambutnya yang masih setengah basah. Tak lama Hana membuka pintu kamarnya dan segera menyalami tangan papa. Kebiasaan papa begitu, aku memang dbiasakan untuk salim bila ada salah satu yang mau pergi. Ketika papa berangkat ke kantor dan aku pun langsung mengambil gawaiku untuk membalas pesan dari Dion yang kemudian menuju ke dapur untuk sarapan pagi. Mama masih membereskan piring bekas makan papa dan mama Terlihat sepiring nasi goreng yang sengaja dilainkan mama untukku.
"Hana makan ya ma" sambil menyuap nasi goreng yang ada di hadapanku. Terdengar suara gemericik air karena mama sedang mencuci piring di wastafel. Sambil memainkan gawai, ia mulai membalas pesan dari sang kekasih. Menyuap makanan dengan lambat
"Jadi ya beib ke rumah, aku kangen banget nih". Hana menghela napas, tentu kekasihnya itu menginginkan sesuatu yang lebih. Sudah biasa, terkadang Dion tak mengabariku sama sekali selama beberapa hari, namun kemudian ketika ia ingin aku harus selalu menuruti kemauannya. Entahlah aku seakan tak bisa menolak apapun yang ia inginkan. Apakah ini yang dinamakan cinta? Aku juga tak begitu mengerti, yang kupahami kami berdua sama-sama saling membutuhkan. Entah aku yang ingin selalu berada di dekatnya, di temani kemana pun aku mau walaupun terkadang Dion sendiri susah di hubungi bahkan bisa menghilang selama beberapa hari. Ada saja alasannya, mulai paket dan pulsa habis, gawainya mati dan baru hidup, ahh sudahlah karena terlalu banyak alasannya sehingga terkadang aku merasa seperti tak punya kekasih. Terkadang harus kemana-mana sendiri tanpa sosok kekasih. Namun bila ia ingin, aku harus siap sedia karena bila tak terpenuhi ia akan marah-marah dan otomatis membuatku salah lagi dan lagi di matanya. Aku tak mengerti, apakah seperti ini yang namanya cinta. Cinta yang kurasa seakan tak seindah seperti yang diceritakan oleh temna-temanku. Walaupun mereka melihat bahwa aku dan Dion seperti pasangan bahagia yang lainnya. Justru yang aku rasakan malah sebaliknya, ya tak kupungkiri bahwa ada kalanya Dion benar-benar membuatku bahagia namun terkadang di saat bersamaan ia justru membuatku seperti keledai yang harus selalu menuruti apapun yang diinginkan, sialnya aku tak kuasa untuk menolak. Sentuhan kasih sayang yang ia berikan sungguh membuatku tak punya daya untuk tak mengiyakan apapun maunya, ya walaupun keinginannya itu sesuatu yang salah. Kesalahan yang selalu membuat kami mabuk kepayang dibuatnya. Dion selalu mengatakan hal-hal manis yang membuatku terbang ke langit ketujuh membumbung tinggi sehingga membuatku terbuai dan selalu tebuai akan rayuan yang dibubuhi kata-kata manis semanis madu yang selalu digaungkan oleh Dion, kekasihku. Aku pun selalu mengiyakan, tak kuasa menolak apapun inginnya. Walau jauh di lubuk hatiku, ini semua salah. Kesalahan yang harusnya tak berulang namun seakan sulit, sangat sulit untuk aku melepasnya.