Saat usianya 10 tahun, Elara diadopsi oleh Thorne, mantan kekasih ibunya, setelah ibunya mengakhiri hidupnya dengan tragis. Tidak hanya itu, Elara juga disadarkan pada kenyataan pahit bahwa Thorne adalah orang yang nyaris meracuni ibunya sebelum tragedi tersebut terjadi. Sejak saat itu, Elara terpaksa hidup bersama Thorne dan keluarganya-paman dan bibi dari pihak ayah angkatnya. Namun, semuanya berubah ketika situasi memaksa Elara untuk tinggal serumah dengan Thorne. Di bawah aturannya yang keras, hidup Elara berubah menjadi mimpi buruk. Keinginan Thorne untuk mengendalikan setiap aspek hidupnya, hingga hal-hal kecil yang seharusnya menjadi haknya, membuat Elara merasa seperti terperangkap dalam cengkeraman besi. Dulu dimanjakan, kini Elara menjadi pemberontak, marah, dan penuh kebencian. Namun, ada satu hal yang sulit diterima oleh Elara: Thorne, lelaki yang telah menghancurkan hidup ibunya, ternyata menyimpan perasaan yang jauh lebih gelap terhadapnya. Perasaan itu membuat Elara bertekad untuk melarikan diri-tapi apakah dia akan berhasil, atau justru jatuh lebih dalam ke dalam cengkraman Thorne yang tak terduga? Apakah Elara bisa menemukan kebebasan dan mengungkapkan kebenaran yang terkubur, atau akan terjebak dalam permainan berbahaya yang tak pernah ia inginkan?
Elara berdiri di depan pintu besar rumah megah yang kini harus ia sebut rumah. Rumah yang awalnya bukanlah tempat yang diinginkan. Rumah ini terasa asing, terlalu besar, dan mengintimidasi. Setiap langkah yang ia ambil, setiap sudut yang ia pandangi, membuat hatinya semakin berat. Tidak ada yang bisa menggantikan ibunya-kehilangan itu masih membekas, lebih dari yang bisa diungkapkan oleh kata-kata.
Dengan tangan gemetar, ia menyentuh gagang pintu, mencoba menenangkan diri meskipun setiap serat tubuhnya ingin berlari. Rumah ini milik Thorne. Thorne, yang seharusnya menjadi pelindung bagi ibunya, ternyata justru menjadi orang yang tak bisa dipercaya. Kenapa ia harus kembali ke sini? Kenapa harus menghadapinya?
"Elara..." Suara itu datang dari belakangnya, dalam dan berat, seolah mencengkram setiap pikiran yang coba ia rapikan. Thorne. Saat Elara menoleh, ia mendapati pria itu berdiri di ambang pintu, menatapnya dengan tatapan yang tidak bisa ia artikan. Ada apa dengan pria ini? Kenapa ia harus berada di dekatnya?
"Jangan terlambat makan malam," Thorne berkata, suaranya tegas namun ada sesuatu yang tersembunyi di baliknya. "Kami sudah menunggu."
Elara menatapnya dengan mata penuh kebencian yang tak bisa ia sembunyikan. Tiga tahun sejak tragedi itu, sejak ibunya memutuskan untuk mengakhiri hidupnya dengan cara yang paling kejam-mengakhiri semuanya dalam sunyi. Elara masih ingat jelas, bagaimana Thorne berdiri di sana, mata tajamnya tidak menunjukkan penyesalan sedikit pun, bahkan setelah semua yang terjadi.
Itu adalah kenyataan yang tak bisa ia terima.
Ketika ibunya pergi, Elara ditinggalkan dalam dunia yang hancur. Namun, Thorne yang datang dengan janji perlindungan dan kasih sayang tak lebih dari tipu daya. Adopsi itu bukan untuk menyelamatkan Elara, tapi untuk mengekangnya, menjadikannya alat yang bisa ia kontrol. Kini, ia tinggal di bawah atap yang sama dengan pria yang telah meracuni hidup ibunya, dan bahkan lebih mengerikan-meracuni hidupnya.
Setiap hari di rumah itu seperti belenggu yang mengikatnya lebih erat. Aturan yang tak masuk akal, sikap Thorne yang penuh kontrol, dan pandangannya yang selalu mengawasi membuat Elara merasa semakin terkurung. Setiap langkah yang ia ambil, setiap kata yang ia ucapkan, selalu diawasi, dan sering kali dihukum. Hukumannya bukan sekadar fisik, namun lebih kepada cara Thorne mencoba mengendalikan dirinya-dan itu jauh lebih menyakitkan.
"Jangan biarkan aku melihatmu terlambat lagi, Elara," Thorne berkata lagi, suara kali ini lebih dingin, penuh ancaman.
Elara berbalik dan melangkah menuju tangga dengan hati yang dipenuhi kekosongan. Tanpa menoleh lagi, tanpa memberi Thorne kesempatan untuk melontarkan kata-kata lain, ia merasakan matanya mulai berkaca-kaca. Bukan karena kesedihan-tapi karena kebencian yang makin tumbuh kuat dalam dirinya.
Thorne bisa mengontrol hidupnya, tapi ada satu hal yang tidak bisa ia kendalikan-perasaan Elara. Tidak ada yang bisa menghapus kenangan tentang ibunya, dan tidak ada yang bisa merubah kenyataan bahwa ia akan melawan.
Selama ini, hidupnya dipenuhi dengan rasa terperangkap, tetapi tidak lagi. Elara tahu ini baru permulaan. Ada sesuatu dalam dirinya yang terus tumbuh-sesuatu yang lebih besar dari rasa takut. Dan suatu hari, ia akan menemukan jalan keluar.
Bab 1 Rumah yang awalnya bukanlah tempat yang diinginkan
29/01/2025
Bab 2 Elara mengunci pintu kamarnya
29/01/2025
Bab 3 Suasana di meja makan terasa kaku,
29/01/2025
Bab 4 Elara menghabiskan malam itu dengan rasa gelisah
29/01/2025
Bab 5 setiap kata yang keluar dari mulut Thorne
29/01/2025
Buku lain oleh nasir
Selebihnya