Cinta di Tepi: Tetaplah Bersamaku
Cinta yang Tersulut Kembali
Rahasia Istri yang Terlantar
Kembalinya Istri yang Tak Diinginkan
Kesempatan Kedua dengan Sang Miliarder
Pernikahan Tak Disengaja: Suamiku Sangat Kaya
Gairah Liar Pembantu Lugu
Dimanjakan oleh Taipan yang Menyendiri
Cinta yang Tak Bisa Dipatahkan
Sang Pemuas
“Sudah Fan, lo sudah minum banyak.” Karina mengambil gelas
kecil di tangan Fania.
“Sekali lagi, Rin. Gue janji ini gelas terakhir.” Fania
memegang gelas dengan erat meski Karina memaksa mengambilnya.
Karina memutar bola matanya. Dia sudah sangat jengah pada
sahabatnya ini.
“Terserah, lo! Kalo sampai ada apa-apa. Jangan bawa-bawa
gue. Gue males berurusan sama bokap, lo!” Karina mengancam Fania. Sedangkan,
Fania hanya tersenyum mengangguk.
Kesadaran Fania sudah sedikit hilang. Ia bahkan sampai
limbung.
“Nah ‘kan!” Karina langsung menangkap tubuh Fania yang mulai
sempoyongan. Karina bahkan sedikit panik, tetapi Fania malah tertawa
terbahak-bahak.
“G**a, lo, ya, Fan. Udah kaya gini masih bisa ketawa-tawa!”
seru Karina terheran.
“Udah, sih. Lo berisik banget. Lo senang lihat gue ketawa apa nangis sih?” sahut Fania.
“Iya, ketawalah. Tapi nggak gini juga, Fan. Makanya dengerin
orang tua kalo ngomong. Riko itu laki-laki nggak bener, udah tau ‘kan kalo dia
buaya darat. Masih aja ke makan omongannya. Heran gue sama lo,” gerutu Karina.
Badannya masih menahan Fania agar tetap berdiri tegak.
Fania terdiam.
“Gue udah berkali-kali ngomong sama lo, tapi nggak pernah di
dengerin. Cinta boleh, tapi g****k jangan,” cecar Karina lagi pada Fania yang duduk
di kursinya kembali.
Fania bukannya menimpali ia malah menangis. Membuat Karina mengusap wajahnya
dengan kasar.
“Maafin gue, Fan. Bukan maksud gue marahin lo. Gue bicara
kaya gitu, itu karena gue sayang sama lo. Gue peduli sama lo, Fan. Gue nggak
suka lihat lo disakiti kaya gini,” ucap Karina. Ia merasa bersalah sudah bicara
berlebihan pada sahabatnya. Namun, ia sendiri geram kepada sahabatnya yang masih
aja mau dikibulin oleh janji manis Riko—mantan kekasih Fania.
“Lo nggak salah, Rin. Lo bener, gue emang g****k. Riko sudah
berkali-kali khianati gue, tapi gue tetep aja percaya sama omongannya. Dan
sekarang gue nggak mau percaya sama Riko lagi. Gue benci sama dia!” Fania
mendongak menatap Karina. Dia langsung memeluk sahabatnya itu.
“Makasih, Rin. Lo baik banget sama gue. Dan lo juga peduli
banget sama gue,” ucap Fania lagi saat memeluk Karina.
Karina menepuk-nepuk punggung sahabatnya. “Iya, Fan. Gue
harap mata hati lo terbuka ya. Gue nggak mau lagi lihat lo kaya gini. Janji?” Karina
melepas pelukannya dan menunjukkan jari kelingkingnya.
“Janji.” Fania menautkan jari kelingkingnya ke jari Karina.
Perasaan Fania langsung lega. Fania juga berharap dirinya
akan lebih baik lagi dalam masalah percintaan. Dan pastinya tidak percaya
dengan janji manis yang Riko berikan padanya.
Ini sudah ke sekian kalinya Riko mengkhianati. Namun,
bukannya Fania meminta putus. Ia malah memaafkan kesalahannya. Dengan berjanji
tidak akan mengulangi lagi.
“Ingat, Fan. Selingkuh itu penyakit. Penyakitnya itu nggak
ada obatnya. Dan yang bisa ngobatin itu hanya dirinya sendiri.” Karina berkata
kembali pada Fania.
“Iya, Rin. Tau kok,” ujar Fania.
“Syukur, deh. Kalo lo tau sekarang.” Karina meminum soda
yang ia pesan. Setelah di tenggak habis dia mengajak Fania pulang.
“Lo mau ikut pulang atau di sini aja?” tanya Karina saat ia
sudah berdiri.
“Ikutlah, tapi kayanya gue nginep di tempat lo, ya. Nggak
mungkin ‘kan kalo gue pulang dengan keadaan begini!” timpal Fania sambil
mencoba berdiri.
“Iyalah, paham. Sini gue bantu berdiri.” Karina mengulurkan
tangannya ke hadapan Fania.
Fania menerima uluran tangan Karina. Lalu mereka berdua
berjalan keluar dari club.
Saat berjalan ke arah pintu keluar. Pandangan Karina melihat