Terjebak Empati & Cinta Paksaan

Terjebak Empati & Cinta Paksaan

Givan Julian

5.0
Komentar
663
Penayangan
29
Bab

Seorang dokter cantik bernama Selina. Selina Aurelia Vianey, anak tunggal dari keluarga Vianey yang belakangan ini menjadi sorotan media karena prestasinya dalam memimpin rumah sakit milik keluarganya. Selain kecantikannya yang memukau, Selina dikenal baik hati, ramah, rendah hati, dan memiliki berbagai talenta. Kepribadiannya yang menyenangkan membuatnya sangat disukai banyak orang, bahkan banyak pria yang berlomba-lomba untuk menjadikannya istri atau menantu keluarga. Namun, hidupnya berubah drastis setelah sebuah peristiwa tak terduga. Suatu malam, saat pulang dari rumah sakit, Selina bertemu dengan seorang pria yang tengah mabuk berat karena patah hati. Pria itu adalah Rafael, seorang pengusaha muda yang baru saja mengalami kegagalan dalam hubungan asmara. Karena rasa empati dan kebaikannya, Selina membantunya, namun tanpa sadar terjebak dalam situasi yang mengarah pada sebuah keputusan yang mengubah hidupnya. Beberapa hari setelah kejadian itu, Selina dikejutkan oleh kenyataan bahwa orang tuanya telah mengatur sebuah perjodohan dengan Rafael, anak dari teman lama mereka. Pria yang tak pernah ia bayangkan akan menjadi bagian dari masa depannya ternyata kini terikat dengannya oleh takdir yang kejam. Dengan hati penuh kebencian dan kekecewaan, Selina merasa kehidupannya terpaksa berubah. Namun, semakin ia mengenal Rafael, ia mulai menyadari bahwa perasaan mereka mungkin tak semudah itu untuk dibenci. Benarkah kebencian itu bisa berubah menjadi cinta, atau apakah ia akan terjebak dalam hubungan yang penuh rasa terpaksa dan frustrasi? Bagaimana hari-hari Selina selanjutnya? Apakah ia bisa menerima perjodohan ini, ataukah cinta yang tersembunyi di antara keduanya akan berkembang, meski dengan segala kebingungan yang ada?

Bab 1 sebagai pribadi yang penuh empati

Selina Aurelia Vianey melangkah dengan penuh percaya diri memasuki ruang kantor rumah sakit milik keluarganya, Rumah Sakit Vianey. Pagi itu, seperti biasa, wajahnya dihiasi senyum ramah yang membuat siapa pun yang melihatnya merasa hangat dan nyaman. Sebagai direktur medis sekaligus pemimpin di rumah sakit yang terkenal di kota itu, Selina tidak hanya dikenal sebagai seorang dokter yang kompeten, tetapi juga sebagai pribadi yang penuh empati dan kecerdasan.

Tak heran, bila setiap langkahnya selalu menarik perhatian. Banyak yang memujinya-terutama para pria-yang melihat Selina sebagai sosok sempurna, wanita idaman yang bisa memenuhi segala kriteria kecantikan, kepintaran, dan kebaikan hati. Namun, di balik kesempurnaannya yang tampak, ada sebuah rahasia besar yang tak banyak orang tahu. Selina, meskipun memiliki segalanya, sering kali merasa terjebak dalam kehidupan yang dipenuhi dengan ekspektasi yang terlalu tinggi dari orang tuanya.

"Selina, pagi ini ada pertemuan dengan para dokter spesialis untuk evaluasi pasien," kata dokter Arjuna, rekan kerjanya yang selalu tampak tenang dan profesional.

"Terima kasih, Dokter Arjuna. Saya akan segera bergabung," jawab Selina sambil melirik jam tangannya. Jam menunjukkan pukul 08:30 pagi-waktu yang tepat untuk mulai bekerja setelah beberapa menit berbincang dengan staf medis di ruangannya.

Namun, suasana yang tenang di rumah sakit itu segera terganggu oleh kejadian yang tak terduga. Di tengah kesibukannya, Selina mendapat telepon dari ibunya, Diana Vianey.

"Selina, ibu ingin berbicara serius. Ini tentang masa depanmu," suara ibunya terdengar penuh ketegasan, jauh lebih serius dari biasanya.

"Ada apa, Bu?" tanya Selina, sedikit bingung.

"Ibu dan ayah sudah memutuskan sesuatu yang sangat penting untukmu. Kami telah mengatur perjodohan dengan anak dari teman lama kami, Rafael Ardan. Kami ingin kamu bertemu dengannya malam ini. Dia adalah pilihan yang tepat untukmu, Selina."

Selina terdiam. Perasaannya bercampur aduk. Ia tahu keluarganya selalu berusaha mengatur masa depannya dengan cara yang mereka anggap terbaik, tetapi ini terasa terlalu jauh. Menjodohkannya dengan seorang pria yang bahkan belum ia kenal dengan baik?

"Bu, aku... aku belum siap untuk ini. Aku belum tahu siapa dia dan apakah kami cocok," jawab Selina, mencoba menahan amarah yang mulai menggelora dalam dadanya.

"Ibu tahu apa yang terbaik untukmu, Selina. Jangan menentang keputusan ini. Kamu harus bertemu dengannya malam ini, dan kita akan bicara lebih lanjut. Jangan kecewakan ibu," kata ibunya dengan nada yang tak bisa dibantah lagi.

Selina menggigit bibirnya, menahan emosinya. Ia tahu tidak ada gunanya melawan orang tuanya, apalagi ketika mereka sudah membuat keputusan bulat. Namun, ia juga merasa dikhianati-terlebih oleh perasaan bahwa hidupnya telah ditentukan oleh orang lain sejak awal.

Malam itu, Selina merasa tidak nyaman saat duduk di ruang makan keluarganya, menunggu kedatangan pria yang akan dijodohkan dengannya. Ia berpura-pura tersenyum saat orang tuanya menyambut tamu yang tiba. Tidak lama kemudian, pintu terbuka dan seorang pria masuk ke dalam ruangan. Pria itu tampak rapi, dengan jas hitam yang pas dan rambut gelap yang sedikit berantakan, memberi kesan bahwa ia baru saja terburu-buru keluar dari mobil.

"Aku Rafael Ardan," pria itu memperkenalkan diri sambil menawarkan tangan untuk berjabat.

Selina menatapnya dengan bingung. Nama itu terdengar familiar, namun ia tidak dapat mengingat di mana ia pernah mendengarnya. Matanya menilai Rafael dari ujung rambut hingga ujung kaki. Di balik penampilannya yang tampan dan percaya diri, ada sesuatu yang tidak ia bisa ungkapkan-sesuatu yang tampak misterius dan tak bisa ia baca.

"Selina, ini Rafael, anak dari teman lama kami," kata ayahnya, menggoda dengan nada yang sangat meyakinkan. "Kami berharap kamu berdua bisa segera mengenal satu sama lain."

Selina merasa terperangkap dalam situasi yang sangat tidak diinginkannya. Meski ia mencoba tersenyum, hatinya penuh dengan kebingungan dan kekesalan. Mengapa ia harus menjalani kehidupan yang ditentukan oleh orang tuanya? Mengapa ia harus terperangkap dalam permainan perjodohan yang tidak pernah ia inginkan?

Malam itu berlalu begitu saja dalam kebisuan yang tak menyenangkan. Pembicaraan mereka terbatas pada percakapan ringan tentang keluarga, pekerjaan, dan masa depan. Selina hanya sesekali menganggukkan kepala, berusaha menjaga kesopanan meskipun hatinya dipenuhi perasaan tidak nyaman. Rafael, di sisi lain, tampak santai dan ramah, seolah tidak ada masalah dengan situasi tersebut. Namun, ada tatapan kosong yang kadang melintas di matanya, yang membuat Selina bertanya-tanya apa yang sebenarnya ia rasakan.

Selesai makan malam, Rafael meminta izin untuk berbicara dengan Selina di luar rumah. Mereka berjalan di halaman belakang rumah Vianey yang dihiasi dengan taman yang indah. Hening menyelimuti mereka berdua saat langkah kaki mereka bergema di jalan setapak.

"Aku tahu ini mungkin tidak mudah bagimu," Rafael memulai percakapan. "Aku juga tidak berharap perjodohan ini menjadi beban bagi kita berdua. Tapi aku rasa kita tidak bisa menentang takdir."

Selina menatapnya tajam, merasa kebingungannya semakin mendalam. "Takdir?" katanya sinis. "Sejak kapan takdir bisa dipaksakan seperti ini? Aku tidak menginginkan ini, Rafael. Aku punya hidup sendiri, dan aku tidak ingin dikendalikan oleh orang tuaku."

Rafael berhenti sejenak, menatapnya dengan ekspresi serius. "Aku tidak berniat mengendalikan hidupmu, Selina. Aku hanya berusaha untuk menjadi orang yang kamu percayai dalam keadaan yang sulit ini."

Selina menghela napas panjang, mencoba mengendalikan emosi yang mulai menguasainya. "Aku tidak tahu apa yang harus kupikirkan sekarang. Aku merasa terjebak."

Rafael mendekat, suaranya berubah menjadi lebih lembut. "Aku mengerti, Selina. Aku juga tidak ingin menjadi beban bagimu. Tapi kita bisa mencoba. Setidaknya memberi kesempatan untuk saling mengenal lebih baik."

Selina menatap matanya, merasa ada kejujuran di balik kata-kata itu, namun entah mengapa, ia tidak bisa menepis perasaan kecewa yang mendalam. Ini bukan hidup yang ia inginkan. Tapi takdir-entah bagaimana caranya-telah memutuskan untuk menempatkannya di jalan ini.

Apakah ia akan menerima kenyataan ini? Ataukah kebencian dan kekecewaan yang ada di dalam hatinya akan mengalahkan segala sesuatu yang mungkin tumbuh antara mereka?

Lanjutkan Membaca

Buku lain oleh Givan Julian

Selebihnya

Buku serupa

Balas Dendam Kejam Sang Mantan

Balas Dendam Kejam Sang Mantan

Gavin
5.0

Perusahaanku, CiptaKarya, adalah mahakarya dalam hidupku. Kubangun dari nol bersama kekasihku, Baskara, selama sepuluh tahun. Kami adalah cinta sejak zaman kuliah, pasangan emas yang dikagumi semua orang. Dan kesepakatan terbesar kami, kontrak senilai 800 miliar Rupiah dengan Nusantara Capital, akhirnya akan segera terwujud. Lalu, gelombang mual yang hebat tiba-tiba menghantamku. Aku pingsan, dan saat sadar, aku sudah berada di rumah sakit. Ketika aku kembali ke kantor, kartu aksesku ditolak. Semua aksesku dicabut. Fotoku, yang dicoret dengan tanda 'X' tebal, teronggok di tempat sampah. Saskia Putri, seorang anak magang yang direkrut Baskara, duduk di mejaku, berlagak seperti Direktur Operasional yang baru. Dengan suara lantang, dia mengumumkan bahwa "personel yang tidak berkepentingan" dilarang mendekat, sambil menatap lurus ke arahku. Baskara, pria yang pernah menjanjikanku seluruh dunia, hanya berdiri di sampingnya, wajahnya dingin dan acuh tak acuh. Dia mengabaikan kehamilanku, menyebutnya sebagai gangguan, dan memaksaku mengambil cuti wajib. Aku melihat sebatang lipstik merah menyala milik Saskia di meja Baskara, warna yang sama dengan yang kulihat di kerah kemejanya. Kepingan-kepingan teka-teki itu akhirnya menyatu: malam-malam yang larut, "makan malam bisnis", obsesinya yang tiba-tiba pada ponselnya—semua itu bohong. Mereka telah merencanakan ini selama berbulan-bulan. Pria yang kucintai telah lenyap, digantikan oleh orang asing. Tapi aku tidak akan membiarkan mereka mengambil segalanya dariku. Aku berkata pada Baskara bahwa aku akan pergi, tetapi tidak tanpa bagianku sepenuhnya dari perusahaan, yang dinilai berdasarkan harga pasca-pendanaan dari Nusantara Capital. Aku juga mengingatkannya bahwa algoritma inti, yang menjadi alasan Nusantara Capital berinvestasi, dipatenkan atas namaku seorang. Aku melangkah keluar, mengeluarkan ponselku untuk menelepon satu-satunya orang yang tidak pernah kusangka akan kuhubungi: Revan Adriansyah, saingan terberatku.

Gairah Liar Ayah Mertua

Gairah Liar Ayah Mertua

Gemoy
5.0

Aku melihat di selangkangan ayah mertuaku ada yang mulai bergerak dan mengeras. Ayahku sedang mengenakan sarung saat itu. Maka sangat mudah sekali untuk terlihat jelas. Sepertinya ayahku sedang ngaceng. Entah kenapa tiba-tiba aku jadi deg-degan. Aku juga bingung apa yang harus aku lakukan. Untuk menenangkan perasaanku, maka aku mengambil air yang ada di meja. Kulihat ayah tiba-tiba langsung menaruh piringnya. Dia sadar kalo aku tahu apa yang terjadi di selangkangannya. Secara mengejutkan, sesuatu yang tak pernah aku bayangkan terjadi. Ayah langsung bangkit dan memilih duduk di pinggiran kasur. Tangannya juga tiba-tiba meraih tanganku dan membawa ke selangkangannya. Aku benar-benar tidak percaya ayah senekat dan seberani ini. Dia memberi isyarat padaku untuk menggenggam sesuatu yang ada di selangkangannya. Mungkin karena kaget atau aku juga menyimpan hasrat seksual pada ayah, tidak ada penolakan dariku terhadap kelakuan ayahku itu. Aku hanya diam saja sambil menuruti kemauan ayah. Kini aku bisa merasakan bagaimana sesungguhnya ukuran tongkol ayah. Ternyata ukurannya memang seperti yang aku bayangkan. Jauh berbeda dengan milik suamiku. tongkol ayah benar-benar berukuran besar. Baru kali ini aku memegang tongkol sebesar itu. Mungkin ukurannya seperti orang-orang bule. Mungkin karena tak ada penolakan dariku, ayah semakin memberanikan diri. Ia menyingkap sarungnya dan menyuruhku masuk ke dalam sarung itu. Astaga. Ayah semakin berani saja. Kini aku menyentuh langsung tongkol yang sering ada di fantasiku itu. Ukurannya benar-benar membuatku makin bergairah. Aku hanya melihat ke arah ayah dengan pandangan bertanya-tanya: kenapa ayah melakukan ini padaku?

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku