Terjebak Cinta Ketua Preman

Terjebak Cinta Ketua Preman

Pundalisa

5.0
Komentar
7.9K
Penayangan
41
Bab

Pada malam pesta kelulusan, Amelia tanpa sadar meniduri Handoko-lelaki yang dikenal tidak pernah berpacaran. Amelia pun hamil. Namun, dia tidak peduli dan menyembunyikannya dari Handoko. Siapa sangka, bahwa Handoko adalah ketua dari organisasi preman paling ditakuti saat ini. Apa yang akan terjadi pada mereka nanti? Akankah kepahitan, atau keberuntungan bagi Amelia yang membuat siapa pun cemburu!?

Bab 1 Dosa

"Min, gue udah gituan ...."

Saat aku mengucapkan itu, ya, semua memang sudah terjadi. Mungkin mulai sekarang, aku tidak lagi berada dalam gelembung impian. Kenyataan di depan mata sudah terbentang.

"A apa maksudmu?" Mina Hensel-sahabatku itu bertanya seakan tak percaya. Matanya melebar dan fokus menatapku.

Aku pun gugup, mengalihkan pandangan darinya dan beralih lagi ke bantal, lalu mencubitnya.

"Ada yang ambil keperawanan gue," kataku datar, berusaha terdengar acuh tak acuh. Namun dalam hati, sebenarnya memang sangat gugup.

Dia terlihat tersentak, tetapi selain itu, aku tidak mendengar apa-apa darinya. Hening. Degup jantung terdengar sangat kencang, mungkin karena asrama ini sangat sepi dan sunyi.

Kuangkat pandangan dari bantal, lalu melirik ke arahnya. Mina menatap, dengan mata terbelalak. Mulutnya terbuka seolah ingin mengatakan sesuatu, tetapi tidak ada kata yang keluar. Dia menggeleng.

"Gue serius tauk!" kataku.

Dia terus menggeleng. "Hilih ... gak mungkin," katanya, seakan lebih tahu dariku. "Gue itu dah lama kenal lo, Amel!"

Sambil mendesah, aku bersandar di sofa dan meletakkan kaki di atas meja. "Tapi emang beneran, Min. Gue udah pernah gituan. Gue udah gak perawan," balasku dengan suara rendah.

Mina dan aku berteman sejak tahun pertama kuliah. Kami menjadi akrab karena tinggal sekamar-di asrama. Sifat serupa satu sama lain, menjadi sebab mengapa kami bisa cepat sekali akrab. Kami bersikap riang dan sangat menyukai pesta. Namun, meski pikiran dan pakaian sangat bebas, kami berdua ingin tetap suci sebelum menikah. Ya, sebenarnya kami ingin menikah dulu sebelum berhubungan. Mina pasti tahu seberapa kuat pendirianku. Jadi wajar jika dia tidak percaya, ketika kubercerita. Meskipun begitu, aku tetap ingin ini masih sebuah mimpi-ketika terbangun. Namun, ternyata memang bukan.

"Ke ... kenapa bisa sih? Kapan kejadiannya?" tanya Mina lagi.

"Ingat gak, waktu pesta terakhir di goa?"

Mina mengangguk. Goa-bar elite yang populer-tentu saja, mudah sekali diingat karena saat itu adalah pesta terakhir. Semua yang akan lulus kuliah hadir sebelum ujian, sekitar empat minggu yang lalu.

Aku melanjutkan, "Waktu itu kan lo pulang duluan, dan lo bersikeras gue harus tinggal. Gue nurut dong. Saat itu ada yang ngasih gue minum dan pas ada guru, semuanya kabur. Badan gue jadi terasa sangat panas, karena itulah gue buka baju. Karena mabuk, gue joget sama seseorang dan menciumnya. Abis itu gak tahu lagi apa yang terjadi. Setelah bangun, ada beberapa cowok di samping gue, telanjang. Ada noda darah di seprai dan anu gue sakit."

"Waktu lo pulang pagi-pagi itu, kan bilang kalo lo tidur sama teman joged," katanya sinis.

Aku membungkuk. "Gue bohong," jawabku seraya menggigit bibir bawah, kebiasaan yang biasa kulakukan, setiap kali merasa bersalah atau tegang.

"Ya Tuhan, Amel. Itu kan udah sebulan yang lalu, dan lo baru ngasih tau gue sekarang!?"

"Iya iya, maaf."

Mina berdiri. Dia mulai mondar-mandir. "Benar-benar sulit dipercaya. Gue cuma gak bisa ... kita kan tahu, Mel, meskipun mabuk, lo gak akan ngebiarin siapa pun sentuh kulit lo."

"Ya. Gue juga mikirnya gitu, Min. Gak tahu kenapa sekarang kek gini."

Mina menghela dan berhenti maju mundur. "Oh jadi lo dibius!? Ya Tuhan! Jadi si bajingan itu mencekoki terus nikmatin tubuh lo? Gue pasti bakal ngebunuh dia, kenapa lo baru bilang sekarang, Amel? Harusnya bajingan itu udah di penjara sekarang!"

Sambil menggeleng dengan panik, aku menatap matanya. "Lo salah paham, Mina." Aku menghela, menekuk lutut dan melingkarkan tangan di kakiku. Seraya meletakkan dagu, aku berkata, "Orang lain yang minumin, tetapi laki-laki yang tidur sama gue, kebetulan ada di sana. Gue yang deketin. Nempelin tubuh ke tubuhnya, dan memulai kecupan. Gue yang benar-benar gatel!" Aku berseru dan tertawa meski tak lucu.

"Jangan bilang kayak gitu, Mel." Mina duduk di sebelahku-di sofa. Menghadapku dan melanjutkan, "lo itu dibius, jadi bukan diri lo sendiri." Dia mengintip di bawah bulu matanya, memberi tatapan yang membuatku semakin gugup. Sepertinya, dia akan mengajukan pertanyaan yang paling kutakuti.

Ya Tuhan Ya Tuhan ... tolong jangan tanya itu ....

"Dia siapa?"

Akhirnya dia menanyakan sesuatu yang membuat seluruh tubuh membeku. Detak jantung semakin cepat. Aku berkeringat sambil menggigit bibir. Haruskah aku memberi tahu Mina? Bagaimana reaksinya jika tahu siapa lelaki itu? Astaga, sepertinya aku akan mati. Tidak mungkin aku memberitahunya, karena si ....

"Sehat?" Mina bertanya, dia mengangkat alis dan melipat tangan di dada.

Karena tenggorokan kering, aku menelan ludah. Ya Tuhan ... apakah dia bakal menganggapku hina?

"si siapa?" Aku bertanya dengan bodoh.

Mina menyipitkan mata, sepertinya dia tahu apa yang kucemaskan.

"Siapa yang petik mawar lo?"

Mataku terbelalak mendengarnya. Kami saling memandang. Setelah itu, kami berdua tertawa. Aku tertawa sangat keras sampai sakit perut. Ketegangan yang terasa, menjadi hilang selamanya.

"Harusnya lo nangis ...," kataku saat akhirnya bangun dan menyeka mata. Aku menangis tersedu-sedu.

"Ya, gue tau." Dia menyeringai. "Jadi, siapa pemetik mawarnya?"

Kutampar wajahnya dengan bantal. Aku tersadar dan menatapnya dengan tegas. "Jadi gimana? Masih mau berteman sama gue?"

"Anj ...."

Aku menarik napas dalam-dalam. Apakah persahabatan kami akan berakhir? Seorang sahabat pergi. Ya Tuhan, aku akan berakhir tanpa teman, sampai mencapai usia sembilan puluh tahun, kemudian hanya kucing yang bersamaku.

Aku berhenti berpikir, ketika sesuatu mengenai bantal di wajahku. Sepertinya Mina melempar sesuatu. Aku memelototinya lalu membungkuk, mengambil bantal di lantai dan kuletakkan di pangkuan.

"Amel, jangan kebanyakan drama, siapa sih dia?"

"Handoko."

"Apa?"

"Iya si Handoko."

"Handoko si Buaya itu?"

Aku meringis dalam hati. "Ya."

Aku tidak melihat ke atas, takut, tidak ingin melihat rasa jijik dan kasihan dalam reaksi Mina. Kami berdua tahu, aku sekarang berada di daftar panjang wanita, yang telah tidur dengan Handoko.

Handoko Wijaya-si Playboy yang disebut Mina tadi. Aku tidak mungkin membantah, karena memang itu benar. Handoko adalah waria, tidak melakukan hubungan, dan nge-ses walau hanya sekali. Namun tetap saja, banyak wanita menginginkannya. Getaran misteriusnya menambah daya tariknya. Wanita menganggapnya seksi dan tentu saja, mereka berlomba-lomba, siapa yang beruntung mengetahui kebenaran Handoko Wijaya.

Dia seperti rasa mentol bagi wanita, dan dia pun menyadarinya. Nah, dengan penampilan dan kekayaan setengah dewa sempurna, siapa yang tidak menginginkannya? Mungkin aku tidak, tidak pernah tertarik padanya. Tidak pernah delusi seperti wanita lain, yang berharap mendapatkan perhatian dan bisa mengubahnya. Tidak! Tidak pernah. Namun, sungguh ironis karena Handoko-lah yang mendapatkan keperawananku.

Lanjutkan Membaca

Buku lain oleh Pundalisa

Selebihnya

Buku serupa

Membalas Penkhianatan Istriku

Membalas Penkhianatan Istriku

Juliana
5.0

"Ada apa?" tanya Thalib. "Sepertinya suamiku tahu kita selingkuh," jawab Jannah yang saat itu sudah berada di guyuran shower. "Ya bagus dong." "Bagus bagaimana? Dia tahu kita selingkuh!" "Artinya dia sudah tidak mempedulikanmu. Kalau dia tahu kita selingkuh, kenapa dia tidak memperjuangkanmu? Kenapa dia diam saja seolah-olah membiarkan istri yang dicintainya ini dimiliki oleh orang lain?" Jannah memijat kepalanya. Thalib pun mendekati perempuan itu, lalu menaikkan dagunya. Mereka berciuman di bawah guyuran shower. "Mas, kita harus mikirin masalah ini," ucap Jannah. "Tak usah khawatir. Apa yang kau inginkan selama ini akan aku beri. Apapun. Kau tak perlu memikirkan suamimu yang tidak berguna itu," kata Thalib sambil kembali memagut Jannah. Tangan kasarnya kembali meremas payudara Jannah dengan lembut. Jannah pun akhirnya terbuai birahi saat bibir Thalib mulai mengecupi leher. "Ohhh... jangan Mas ustadz...ahh...!" desah Jannah lirih. Terlambat, kaki Jannah telah dinaikkan, lalu batang besar berurat mulai menyeruak masuk lagi ke dalam liang surgawinya. Jannah tersentak lalu memeluk leher ustadz tersebut. Mereka pun berciuman sambil bergoyang di bawah guyuran shower. Sekali lagi desirah nafsu terlarang pun direngkuh dua insan ini lagi. Jannah sudah hilang pikiran, dia tak tahu lagi harus bagaimana dengan keadaan ini. Memang ada benarnya apa yang dikatakan ustadz Thalib. Kalau memang Arief mencintainya setidaknya akan memperjuangkan dirinya, bukan malah membiarkan. Arief sudah tidak mencintainya lagi. Kedua insan lain jenis ini kembali merengkuh letupan-letupan birahi, berpacu untuk bisa merengkuh tetesan-tetesan kenikmatan. Thalib memeluk erat istri orang ini dengan pinggulnya yang terus menusuk dengan kecepatan tinggi. Sungguh tidak ada yang bisa lebih memabukkan selain tubuh Jannah. Tubuh perempuan yang sudah dia idam-idamkan semenjak kuliah dulu.

Balas Dendam Kejam Sang Mantan

Balas Dendam Kejam Sang Mantan

Gavin
5.0

Perusahaanku, CiptaKarya, adalah mahakarya dalam hidupku. Kubangun dari nol bersama kekasihku, Baskara, selama sepuluh tahun. Kami adalah cinta sejak zaman kuliah, pasangan emas yang dikagumi semua orang. Dan kesepakatan terbesar kami, kontrak senilai 800 miliar Rupiah dengan Nusantara Capital, akhirnya akan segera terwujud. Lalu, gelombang mual yang hebat tiba-tiba menghantamku. Aku pingsan, dan saat sadar, aku sudah berada di rumah sakit. Ketika aku kembali ke kantor, kartu aksesku ditolak. Semua aksesku dicabut. Fotoku, yang dicoret dengan tanda 'X' tebal, teronggok di tempat sampah. Saskia Putri, seorang anak magang yang direkrut Baskara, duduk di mejaku, berlagak seperti Direktur Operasional yang baru. Dengan suara lantang, dia mengumumkan bahwa "personel yang tidak berkepentingan" dilarang mendekat, sambil menatap lurus ke arahku. Baskara, pria yang pernah menjanjikanku seluruh dunia, hanya berdiri di sampingnya, wajahnya dingin dan acuh tak acuh. Dia mengabaikan kehamilanku, menyebutnya sebagai gangguan, dan memaksaku mengambil cuti wajib. Aku melihat sebatang lipstik merah menyala milik Saskia di meja Baskara, warna yang sama dengan yang kulihat di kerah kemejanya. Kepingan-kepingan teka-teki itu akhirnya menyatu: malam-malam yang larut, "makan malam bisnis", obsesinya yang tiba-tiba pada ponselnya—semua itu bohong. Mereka telah merencanakan ini selama berbulan-bulan. Pria yang kucintai telah lenyap, digantikan oleh orang asing. Tapi aku tidak akan membiarkan mereka mengambil segalanya dariku. Aku berkata pada Baskara bahwa aku akan pergi, tetapi tidak tanpa bagianku sepenuhnya dari perusahaan, yang dinilai berdasarkan harga pasca-pendanaan dari Nusantara Capital. Aku juga mengingatkannya bahwa algoritma inti, yang menjadi alasan Nusantara Capital berinvestasi, dipatenkan atas namaku seorang. Aku melangkah keluar, mengeluarkan ponselku untuk menelepon satu-satunya orang yang tidak pernah kusangka akan kuhubungi: Revan Adriansyah, saingan terberatku.

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku