Terjebak Cinta Ketua Preman
rdebat," ucap Handoko
dia sedang berbicara dengan Lazam. Aku menatap cemas ke arah Mina. Dia juga men
au gue bakal pa
. Mau gue bunuh nih ka
tetapi aku merasa ngeri mendengar nada bicaranya. Seolah-olah dia sedang mengatakan kejujuran dan sepe
ke Mina. "Hai
kas
. Dia terlihat ingin menggigit. Aku m
canggung. Ya, wajar kalau dia canggung, karena sedang memperkenalka
emakin bergetar kuat. Mata birunya begitu tajam hingga
pas dari tatapan menghipnotis Handoko, saat dia menoleh ke Lazam dengan cem
h mata biru Handoko. Mata yang sama, menggelap dalam nafsu saat kami
ai
a yang harus kujawab? Jika dia bisa santai setelah berhubungan badan, aku tidak bisa. Banhsat! Bisakah aku
ggoda, dia menatap Handoko dan memegang lengannya. Sayangnya untuk wanita itu, Handoko s
o Sayan
n bertiup tepat saat kuhirup wangi wanita itu. Aromanya sangat memua
n?" Lazam bertanya, sepertin
el
h bisa merasakan tatapan Handoko dan sepertinya, aku j
um sesuatu yang g
lalu berani dan memuakkan. Aku segera berkumur dan menutup mulut, lalu langsung menuju tempat parkir. Sepertinya aku tidak akan kembali ke M
nanti gue kasih tau ke ibu kalo lo gak enak ba
nsel kembali ke dalam tas. Kemudia
ia
samaan dengan Lazam yang juga keluar-dari kost me
katup. Aku hanya tertawa dan mengunci pintu kost, lalu
uatku mual karena bau parfum wanitanya Handoko. Dia bertanya karena aku akan pergi. Mungkin pesta terakhir dengan para mahasiswa, ada
n membawa kami ke tempat parkir. Aku menepuk lengannya. "Gue baik-
ga gak mungkin bisa c
ng bersandar di dinding li
kan gue nikmatin malam ini,"
Tentu, sekarang aku tahu batas, jadi tidak ada alkohol. Sungguh ironis karena The Cave (Gua) adalah tempat pestanya lagi. Ditam
, Mina dan aku tampil modis-bukan karena kami peduli atau or
un
Handoko, dia ternyata di sini. Aku mengeratkan genggaman pada lengan Mina. Dia
um pada Handoko. "Sudah g
elah itu menatapku. Caranya memand
sama Amel? Lo tau kan, gue m
k ke otaknya? Tampaknya Mina juga terkejut denga
tang ke sini sama dia, terus lo juga tau kalo dia
isa bebas menikmati pesta. Aku tersenyum padanya.
an nemenin Amel,
hindari tatapannya, lalu mengalihkan perhatian ke Mina. "Pe
l .
Ya, semoga. Aku hanya perl
masih perawan," canda Lazam seraya menepuk
zam bercanda, tetap saja itu membuat wajahku memerah. Namun aku bersyukur karena tempatnya
u jarinya membelai sudut bibirku dengan cara yang sensual, mengubah lututku menjadi jeli. "Gue khawatir, bukankah perin
agi perawan, dan dialah pemetiknya. Selama ini aku