Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
MEMBALAS HINAAN BAPAK

MEMBALAS HINAAN BAPAK

Evie Yuzuma

5.0
Komentar
3.5K
Penayangan
46
Bab

"Percuma kamu Bapak sekolahkan tinggi-tinggi! Susah-susah pun maksain kamu biar masuk SMA, tapi mana nyatanya sekarang! Sudah mau satu tahun lulus sekolah tapi belum kerja juga! Belum ngasilin duit! Mending adik kamu yang sekolahnya SMP doang, sudah punya pacar anak tukang daging sapi, hidupnya terjamin!" celoteh Bapak. Orang yang Sumi paling takutkan ketika sudah bicara. Sumi menghela napas. Dia masih membelekangi Bapak dan mengiris bawang merah untuk masak. Untuk ke sekian kalinya omelan itu terasa menusuk hati Sumi. Bapak selalu mengungkit keinginannya untuk bersekolah lagi dan menyalahkan karena sampai saat ini belum menghasilkan rupiah. Hinaan, cibiran dan perlakuan Bapak membuat Sumi benar-benar terluka. Namun rupanya Tuhan mendengar setiap alunan doa yang dipanjatkan olehnya. Pertemuannya dengan Hiraka Yamada---seorang pegolf yang merupakan bos dari salah satu perusahaan automotive ternama di tanah air membuka jalannya untuk meraih kejayaan. Namun ada satu hal yang tiba-tiba terasa kosong, Zaki---sahabat dekat Sumi yang dulu selalu ada ketika dia butuhkan tiba-tiba menghilang. Sumi tak tahu jika Zaki menaruh rasa padanya. Zaki pergi dengan masih memendam segenggam cinta di hatinya. Akankah kehidupan mereka berakhir bahagia?

Bab 1 MHB1

"Percuma kamu Bapak sekolahkan tinggi-tinggi! Susah-susah pun maksain kamu biar masuk SMA, tapi mana nyatanya sekarang! Sudah mau satu tahun lulus sekolah tapi belum kerja juga! Belum ngasilin duit! Mending adik kamu yang sekolahnya SMP doang, sudah punya pacar anak tukang daging sapi, hidupnya terjamin!" celoteh Bapak. Orang yang Sumi paling takutkan ketika sudah bicara.

Sumi menghela napas. Dia masih membelekangi Bapak dan mengiris bawang merah untuk masak. Untuk ke sekian kalinya omelan itu terasa menusuk hati Sumi. Bapak selalu mengungkit keinginannya untuk bersekolah lagi dan menyalahkan karena sampai saat ini belum menghasilkan rupiah.

"Iya, Pak! Sumi juga lagi berusaha cari kerja! Sudah kirim lamaran juga!" tukas Sumi lirih, tak berani menatap wajah Bapak.

"Ya, tapi mana atuh? Tiap hari ngabisin duit doang buat fotokopi, buat bikin kartu kuning, kartu SKCK, mana? Mana hasilnya?!" Suara Bapak makin meninggi membuat Ibu yang tengah menidurkan Asril---balita berusia tiga tahun---adik sumi yang paling kecil melerai.

"Pak, sudah! Kasihan Sumi! Kalau belum rejeki, ya, mau gimana, toh?" tukas Ibu. Perempuan yang omongannya pun biasanya Bapak anggap angin lalu.

"Ini nih, semuanya gara-gara Ibu! Coba dulu gak usah nurutin kemauannya buat sekolah lagi, ngabisin duit doang! Gak ada hasilnya!" bentak Bapak.

Setelah itu, Sumi pasti akan menyaksikan pertengkaran kedua orang tuanya. Ibu yang membelanya dan Bapak yang selalu menyudutkannya tak pernah satu kata.

Sumi menghentikan irisan bawangnya. Dia berjalan menunduk meninggalkan dapur yang hanya tersekat bilik teriplek dengan ruang tengah. Keluar melalui pintu samping. Sumi mengambil pakan ayam dan memberikannya sambil membiarkan tangisnya tumpah.

Rupanya nilai yang tinggi memang tak menjamin kesuksesan. Semua prestasi selama sekolah menguap begitu saja. Perawakan Sumi yang hanya seratus lima puluh senti, membuatnya selalu kesulitan mendapatkan pekerjaan. Entah sudah berapa puluh lamaran yang dikirimkannya. Namun semua menguap begitu saja. Benar yang dikatakan Bapak, dia tak berguna, hanya membuang-buang waktu dan menghabiskan uang orang tua.

Sumi memanddangi ayam-ayam kampung peliharaan Ibu sambil menyeka air mata. Hatinya sedih dan luka atas perlakuan Bapak, tetapi bisa apa? Dia hanya bisa berdoa, menangis dan begitulah berulang sambil menunggu keajaiban.

"Sumi! Kamu masaknya cepetan! Sebentar lagi keluarga calon suaminya Intan akan datang! Jangan malu-maluin, nanti tamu datang belum ada apa-apa! Kamu itu memang selalu ingin membuat Bapak malu ya di depan calon besan atau jangan-jangan kamu iri sama Intan?" Suara Bapak membuat Sumi bergegas menyeka air mata.

"Iya, Pak! Bentar!"

Hanya itu kalimat yang terlontar. Ditinggalnya ayam-ayam itu yang menjadi alibinya untuk menangis di samping rumah yang ada di tepi sawah itu. Ya, kampung Sumi berada di pinggiran Kawasan industri, masih ada petakan-petakan sawah milik tetangganya yang terbentang. Beberapa warga generasi lama pun masih ada yang bertahan sebagai petani, sebagiannya sudah beralih profesi ada yang menjadi tukang sapu di Kawasan, ada yang kuli tanam rumput di para mandor pengelola yang sedang gencar-gencarnya melakukan pembangunan.

Bapak membanting pintu dan meninggalkan Sumi. Dia kembali menangkup wajah. Rasanya tertekan sekali selalu mendapat perlakuan seperti itu dari Bapak. "Apakah sebetulnya aku ini bukan anak kandungnya?" Kadang pertanyaan itu terlintas dalam benak Sumi. Mengingat perlakuan Bapak selalu beda padanya dan pada Intan---adiknya.

Keluarga calon besan datang. Beruntung Sumi sudah menyelesaikan masakannya. Ayam surrundeng itu sudah tersaji di meja makan. Begitu pun air panas dalam termos, beberapa piring kue yang mendadak dipesan dan beberapa sachet kopi siap dituang. Sumi menyajikannya. Intan yang baru pulang dari jahit pakaian pun membantunya.

"Teh, maaf ... Intan lama, ya! Teteh masak sendirian jadinya!" tukasnya merasa tak enak. Intan memang berhati lembut. Dia pun mengalah untuk tak sekolah SMA karena dia sadar jika dia tak secerdas Sumi. Umurnya yang hanya selisih dua tahun, membuat keluarga harus memilih siapa yang akan melanjutkan sekolah pada akhirnya. Intan mengalah, lagi pula dia pun tak terlalu berminat untuk bekerja. Mending cari suami, ada yang ngasih nafkah katanya.

"Gak apa, Tan! Sudah selesai, kok! Ayo bantu teteh bawain ke depan!" tukas Sumi. Dia membersihkan tangan dan membasuh muka dulu agar tak terlalu terlihat kusut di mata tamu. Ini kali pertamanya keluarga Ardi---calon suami Intan datang.

Ardi---lelaki yang awalnya mendekati Sumi itu tak bisa membuang pandang. Dia mencoba mendekati Intan karena Sumi mengatakan akan bekerja dulu dan tak bisa menerima lamarannya. Akhirnya dia mendekati Intan karena memang wajahnya mirip dengan Sumi. Namun entah dengan hati, dia pun tak yakin sebetulnya dia jatuh hati pada Intan atau pada Sumi. Menatap gadis manis itu ke depan, Ardi lupa jika yang ditujunya adalah Intan.

"Nah ini anak-anak saya, Bu Marwah, Pak Amin! Ini Sumiati---kakaknya, yang ini Intan---adiknya. Alhamdulilah kalau Intan ini penurut, dia lebih mikirin keluarga."

Intan duduk di ruang depan, bergabung bersama Ibu, Bapak dan Asril yang tengah asik bermain pasir. Sementara itu, Sumi kembali ke dalam. Entah kenapa mendengar pernyataan Bapak, hatinya mendadak sesak. Bapak seolah hendak mengatakan jika dirinya yang memaksa bersekolah itu seolah tak memikirkan kepentingan keluarga.

Sumi berdiam di dapur, diambilnya gawai jadul yang sudah ketinggalan zaman. Ponsel bekas temannya yang dibelinya dari hasil membantu memotong padi di sawah di sela-sela waktu sekolahnya. Sumi membelinya agar ketika ada panggilan pekerjaan itu mudah. Meskipun lagi-lagi Bapak selalu mencibirnya. Rupanya ada pesan dari Tita---teman sekelasnya yang kini sudah kerja di salah satu perusahaan automotive. Tita beruntung karena memiliki tubuh tinggi, meskipun dia tak pernah mendapatkan ranking di kelas, tetapi nyatanya dia lebih mudah mendapatkan pekerjaan dari pada dirinya yang tak pernah geser dari tiga besar.

[Sum, aku ada info lowongan, tapi gajinya kecil, mau gak? Tapi ada tips juga katanya yang lumayan! Kalau mau bawa lamarannya ke rumah sore nanti, ya!] tulisnya. Jemari Sumi dengan semangat mengetik balasan dengan cepat.

[Lowongan di mana? Aku selalu gak lolos tinggi badan, Ta! Tapi aku mau coba. Gak apa gaji kecil yang penting kerja dulu.]

Tampak Tita tengah mengetik.

[Kerja jadi caddy di lapangan golf, Sum! Kebetulan lagi banyak membutuhkan!] tulisnya.

Sumi belum sempat mengetik pesan balasan ketika Bapak muncul dan menyiramkan air padanya. Beruntung ponselnya tidak kena, jadi masih selamat.

"Kamu itu memang anak pembawa sial! Kenapa juga masih di rumah gak kerja-kerja! Gara-gara kamu juga, Intan jadi batal dilamar!" bentak Bapak.

Sumi mengusap wajahnya yang basah. Menatap Bapak dengan pandangan sedih dan nanar. Apa lagi salahnya? Bahkan sejak pagi sudah susah payah memasakkan untuk keluarga calon suami Intan. Namun kenapa kini malah dirinya yang kembali disalahkan.

Lanjutkan Membaca

Buku lain oleh Evie Yuzuma

Selebihnya
ULANG TAHUN IBU MERTUA

ULANG TAHUN IBU MERTUA

Romantis

5.0

“Aku tidak mengirim istriku untuk menjadi pembantu di sini, Ma. Kenapa dia sibuk mengambil piring dan gelas kotor, sementara kalian enak-enakan makan?” Alka melempar protes ketika sang istri yang dicintainya diperlakukan semena-mena. Menjadi orang tidak berpendidikan tinggi dan tidak berpunya membuat Madina dibeda-bedakan di keluarga suaminya. Terlebih Alka---sang suami, memiliki pendidikan paling rendah juga disbanding ketiga kakaknya. Tuti---ibu mertua Madina terasa sangat pilih kasih. Sering kali dia memperlakukan Madina seperti pembantu dan bukan menantu. Pada acara ulang tahunnya, Madina dicibir dan direndahkan. Bahkan dia disuruh membantu membereskan piring dan gelas kotor. Mereka mengira Madina datang hanya untuk menumpang makan, karena sepertinya tidak mungkin dia membelikan hadiah yang mewah. Semua anggota keluarga tahu jika Madina dan Alka hidupnya hanya rata-rata. Semua hinaan, kepedihan dan rongrongan dari keluarga sang suami membuat rumah tangganya kerap kali diterpa badai. Terlebih Tuti---sang ibu berharap memiliki besan dengan seorang yang terpandang. Dia mencoba memasukkan Ratna dalam kehidupan sang putra. Para Ipar dan Mertua Madina berusaha keras agar Ratna bisa menjadi istri kedua dari Alka. Bagaimanapun mereka diiming-imingi kehidupan mewah dan menyenangkan oleh Ratna. Hingga akhirnya persekongkolan itu membuat sebuah kesalah fahaman besar terjadi antara Madina dan Alka sehingga membuat mereka terpisah jarak dan antara. Dalam kesendirian itu, Madina yang memang sudah merintis karir dalam dunia literasi menemukan jalan rejekinya. Salah satu novel yang ditulisnya viral dan dirinya mendadak terkenal dengan nama pena yang tidak diketahui oleh keluarga suaminya. Begitu pun dengan Alka yang merasa ditinggalkan dan mengira jika Madina lebih memilih lelaki dari masa lalunya, dia sibuk memperbaiki kehidupan ekonominya. Akankah keduanya kembali dipertemukan dan bisa menjalani hidup penuh kebahagiaan? Ataukah semuanya berakhir, Madina dan Alka berjalan masing-masing dengan pilihan hidupnya?

MENIKAH DENGAN SULTAN

MENIKAH DENGAN SULTAN

Romantis

5.0

“Nay! rempeyek kacang apaan kayak gini? Aku ‘kan bilang mau pakai kacang tanah, bukan kacang hijau!” pekik Natasya. Dia membanting bungkusan rempeyek yang sudah Rinai siapkan untuknya. Natasya berniat membawanya ke rumah calon mertuanya dan mengatakan jika itu adalah rempeyek buatannya. “Maaf, Sya! Bahan-bahannya habis kemarin. Aku uangnya kurang, Sya! Uang yang kamu kasih, sudah aku pakai buat berobat ibu. Ibu lagi sakit,” getar suara Rinai sambil membungkuk hendak memungut plastik yang dilempar kakak tirinya itu. Namun kaki Natasya membuat pergerakannya terhenti. Dia menginjak-injak plastik rempeyek itu hingga hancur. *** “Aku mau beli semuanya!” ucap lelaki itu lagi. “T—tapi, Bang … yang ini pada rusak!” ucap Rinai canggung. “Meskipun bentuknya hancur, rasanya masih sama ‘kan? Jadi aku beli semuanya! Kebetulan lagi ada kelebihan rizki,” ucap lelaki itu kembali meyakinkan. “Makasih, Bang! Maaf aku terima! Soalnya aku lagi butuh banget uang buat biaya Ibu berobat!” ucap Rinai sambil memasukkan rempeyek hancur itu ke dalam plastik juga. “Aku suka perempuan yang menyayangi ibunya! Anggap saja ini rejeki ibumu!” ucap lelaki itu yang bahkan Rinai sendiri belum mengetahui siapa namanya. Wira dan Rinai dipertemukan secara tidak sengaja, ketika lelaki keturunan konglomerat itu tengah memeriksa sendiri ke lapangan tentang kecurigaan kecurangan terhadap project pembangunan property komersil di salah satu daerah kumuh. Tak sengaja dia melihat seoarng gadis manis yang setiap hari berjualan rempeyek, mengais rupiah demi memenuhi kebutuhannya dan sang ibu. Mereka mulai dekat ketika Rinai menghadapi masalah dengan Tasya---saudara tirinya yang seringkali menghina dan membullynya. Masa lalu orang tua mereka, membuat Rinai harus merasakan akibatnya. Harum---ibunda Rinai pernah hadir menjadi orang ketiga dalam pernikahan orang tua Tasya. Tasya ingin menghancurkan Rinai, dia bahkan meminta Rendi yang menanangani project pembangunan property komersil tersebut, untuk segera menggusur bangunan sederhana tempat tinggal Rinai. Dia tak tahu jika lelaki yang menyamar sebagai pemulung itu adalah bos dari perusahaan tempat kekasihnya bekerja. Wira dan Rinai perlahan dekat. Rinai menerima Wira karena tak tahu latar belakang lelaki itu sebenarnya. Hingga pada saatnya Wira membuka jati diri, Rinai benar-benar gamang dan memilih pergi. Dia merasa tak percaya diri harus bersanding dengan orang sesempurna Wira. Wira sudah frustasi kehilangan jejak kekasih hatinya. Namun tanpa disangka, takdir justru membawanya mendekat. Rinai yang pergi ke kota, rupanya bekerja menjadi ART di rumah Wira. Bagaimanakah kisah keduanya? Akankah Rinai kembali melarikan diri ketika tahu jika majikannya adalah orang tua Wira?

Buku serupa

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku