Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
Hasrat 2 Suami

Hasrat 2 Suami

BD Fly

5.0
Komentar
579
Penayangan
2
Bab

Menikahi dengan Jacob membawa Vione pada pengalaman yang tak pernah ia bayangkan. Di siang hari Jacob berlaku kejam menyakitinya dengan kata dan perlakuan kasar, tapi di malam hari, Jacob berubah menjadi pria lembut dan penuh perhatian. Suatu pagi, Jacob menemukan tanda merah di leher Vione. Tanda bibir dari seseorang sebagai bentuk pembuktian bahwa Vione miliknya. Jacob menjadi murka, menuduh Vione berselingkuh dengan pria lain. Bagaimana bisa? Vione ingat betul bagaimana saat Jacob merayunya dengan berbagai cara. Jacob bahkan berkata ia mencintai Vione sangat banyak, sampai gadis itu luluh dan menyerahkan tubuhnya pada Jacob. Vioner berharap Jacob akan bersikap baik setelah ia memberikan tubuhnya disentuh. Tapi di mata Jacob, Vione adalah sandra. Pria itu menjadikan Vione sebagai ajang balas dendam atas kematian ayahnya 15 tahun yang lalu. Tidak mungkin Jacob mencintai gadis dari keturunan yang sudah menghancurkan masa kecilnya. Sampai suatu malam Jacob berkunjung lagi ke kamar Vione. Suami kejam itu memasang wajah penuh cinta dan tanpa dosa, merayu Vione untuk kembali memadu kasih dengannya. Vione marah besar dan menuduh Jacob sengaja ingin menghukumnya lagi. Tapi Jacob justru berkata, dia bukan Jacob. Orang yang menemui Vione setiap malam adalah Oliver. Siapa Oliver itu? Apakah saudara kembar Jacob, atau Jacob sendiri yang tengah bersandiwara?

Bab 1 Aku calon suamimu.

"Jangan takut."

Tubuh Vione menegang oleh tekanan lelaki yang menghimpitnya dari belakang. Entah dari mana orang itu datang, tiba-tiba sudah berada di belakang Vione yang saat ini sedang mandi. Dia didorong pelan ke depan, hingga dadanya menempel ke dinding.

"Si-siapa kau?" tanya Vione terbata. Tubuh kecilnya gemetar ketakutan, melupakan fakta bahwa sekarang dia tengah tak mengenakan sehelai pakaian.

"Suamimu."

Vione merasakan pinggangnya dirangkul erat dari belakang. Tangan kekar dengan bulu-bulu kasarnya bisa Vione lihat perlahan naik dari pinggangnya. Telapak besar itu terus berjalan, berjalan dan terus berjalan menuju dadanya. Vione ingin menjerit, tapi suara tercekat di tenggorokan. Hanya helaan napas tertahan yang keluar dari sela bibirnya saat telapak tangan itu berhenti di depan ujung dadanya.

"Aku akan menunggunya dengan sabar," ucap si pria, menarik tangannya mundur. Vione sedikit lebih lega ketika pelukan di pinggangnya mengendur.

"A-aku... tidak memiliki suami. Siapa kau sebenarnya?"

Vione memberanikan diri bertanya. Ia belum menikah, tidak mungkin memiliki suami.

Kemudian tangan itu meninggalkan tubuh Vione. Hanya sekian detik sampai punggung Vione melengkung ke depan, merasakan sebuah jari merambat di tubuh belakangnya. Berhenti di atas pundak kiri, bermain sejenak, sebelum ditarik dari sana.

"Aku ..." bisik pria itu lagi. "Calon suami yang akan menjemputmu." Dia meletakkan bibirnya tepat di bawah daun telinga Vione.

Sekarang Vione merasakan sebuah benda lembut mendarat di pundaknya. Geli dari rambut si pria meyakinkan Vione pria itu tengah mengecup pundak kirinya sekarang. Vione tak kuasa menahan ketakutan yang kian melanda. Airmatanya sudah jatuh sejak tadi, Vione menangis. Ia tidak pernah berharap dirinya akan mendapat pelecehan seperti ini.

Vione merasakan shower menyala lagi di atas kepalanya. Rintikan air dari keran berlubang banyak itu berebut jatuh, mendarat di atas kulit lembutnya. Tubuh Vione kembali ringan seperti sebelum lelaki misterius itu datang.

Dia sudah pergi. Vione memutar tubuhnya cepat dan hatinya lega saat tak melihat siapa pun di sana. Tanpa berpikir panjang dia meraih jubah mandi dan mengenakannya asal-asalan.

Di lantai bawah dia menanyai pelayan. Tak satu pun dari dua pelayan itu yang mengaku melihat seseorang naik ke lantai dua. Supir keluarga satu-satunya di rumah itu pun sudah pergi sejak pagi bersama paman Erick berbelanja ke kota.

Lagi pun, tidak mungkin pamannya yang melakukan itu pada Vione. Dia sangat kenal suara pamannya, jauh berbeda dengan milik pria itu.

"Bi, kau melihat seseorang masuk ke dalam kamarku?" tanya Vione pada Bibi Jane yang baru saja masuk bersama pelayan.

Bibi Jane menyerahkan keranjang sayurannya pada pelayan.

"Seseorang? Aku dan Berta di kebun depan memetik sayuran, tidak mungkin kami melewatkan seseorang," sahut Bibi Jane dengan wajah bingung.

Jika tidak ada seseorang yang masuk ke rumah mereka, lantas siapa pria itu? Tidak mungkin Vione hanya berhalusinasi. Itu sangat jelas dan nyata!

***

Lanjutkan Membaca

Buku serupa

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku