"BRUKK."
"Jalan pake mata dong, Om!" seru galak seorang pemuda yang mengenakan jaket kulit warna hitam yang bertubrukan dengan William di Bandara Soekarno-Hatta.
"Maaf, aku keburu-buru!" balas William lalu melanjutkan langkah cepatnya sembari menyeret koper miliknya menuju bagian pengecekan tiket akhir pesawat.
Petugas bandara dengan nametag Diana Sihotang itu tersenyum geli lalu berkata, "Selamat siang, Pak. Maaf, apa Anda penumpang American Airlines tujuan New York?"
"Iya, Mbak. Saya mau boarding sekarang!" jawab William tak sabar sambil melirik jam tangannya.
"Yaahh ... maaf, pesawatnya baru saja take-off dari landasan, Pak. Anda terlambat 15 menit dari panggilan terakhir sebelum pintu pesawat ditutup!" terang Diana turut prihatin.
Sekalipun dirinya gusar, tak ada yang dapat dilakukan lagi oleh William selain membalik badan untuk pulang saja. Dia harus menjadwal ulang keberangkatannya menuju New York. Sopir yang mengantarkannya ke bandara juga sudah meluncur meninggalkan tempat itu usai menurunkannya tadi. Maka William pun merogoh saku jasnya untuk mengambil dompet. Dia akan naik taksi bandara saja.
"Lho, di mana dompet gue sih?!" ujarnya panik sendiri merogoh saku jas dan juga celana kainnya di tengah lobi Bandara Soekarno-Hatta yang sibuk oleh arus penumpang. Dia pun teringat kejadian bertabrakan dengan seorang pemuda berjaket hitam tadi. "Ckk, sialan. Dasar copet, nggak tahu gue lagi sial begini malah ngambil dompet pula!" kesalnya.
Ketika William buru-buru membalik badannya yang tinggi kekar, dia tak sengaja menyenggol seorang gadis bertubuh mungil hingga nyaris terkapar di lantai bandara.
"Aaarrrhhh!" jerit gadis itu seraya memejamkan matanya.
"HA-HA-HA. Hey, kamu aman kok!" ujar William mendekap gadis mungil itu dengan sepasang lengan kekarnya. Dia senyum-senyum sendiri melihat wajah perempuan belia berambut panjang bergelombang di pelukannya.
Gadis itu pun mengomeli William, "Makasih, Om! Tapi, lain kali hati-hati deh, badan Om tuh kayak buldozer begini, bisa bikin orang benjol!" Dia lalu melanjutkan perjalanannya lagi menuju ke sebuah coffee shop untuk membeli minuman sebelum memesan taksi yang akan mengantarkannya pulang ke rumah kakek neneknya.
Emmy melangkah masuk ke Harlem Cafe lalu melihat-lihat papan menu dan harganya di atas konter pemesanan. Dia pun melakukan order, "Caramel Frappuccino satu ya, Mas. Sama muffin blueberry deh dua biji!"
"Oke, Kakak. Silakan ditunggu sebentar ya!" jawab mas-mas barista itu sambil menginput pesanan Emmy ke mesin kasir. Dia lalu menyebutkan jumlah tagihan untuk dibayar oleh Emmy.
Sementara menunggu pesanannya dibuat, Emmy duduk di kursi yang berbatasan dengan jendela cafe di dalam bandara tersebut. Pria blasteran berbadan besar seperti beruang kutub yang tadi menabraknya masih berdiri di tempat sama.
"Si om tadi tuh kenapa sih kok kayak orang linglung gitu nabrak-nabrak? Kasihan juga deh sebenernya—" Emmy bergumam pelan sembari menatap ke luar kaca jendela cafe.
Karena tergelitik oleh rasa simpati, akhirnya Emmy memberanikan dirinya untuk mendatangi pria yang tadi menabraknya. "Emm ... maaf, Om. Apa lagi nunggu orang? Mau kutraktir minum kopi di sana?" tunjuk Emmy ke arah Harlem Cafe.
"Ohh, boleh sih. Kebetulan dompetku habis dicopet di bandara jadi nggak bawa duit deh!" jawab William lalu dia menyeret kopernya mengikuti Emmy masuk ke Harlem Cafe.
"Om mau pesan apa? Bebas aja, aku yang traktir karena tadi sudah ditolongin, nggak mesti nyosor lantai," ucap Emmy dengan suara remaja yang imut-imut.
"Espresso saja," jawab William yang memang suka kopi hitam.
Emmy bertanya lagi, "Apa mau donat, croisant, atau pai?"
"Donat boleh juga!" sahut William tidak rewel. Dia tersenyum melihat gadis yang tak dia kenal sebelumnya mentraktirnya kopi serta donat.
/0/16134/coverorgin.jpg?v=66fc560e7566486585e9b8a6289ff325&imageMogr2/format/webp)
/0/5851/coverorgin.jpg?v=a2c52e04a4aa01cb1709cafafc343444&imageMogr2/format/webp)
/0/16131/coverorgin.jpg?v=ef37b785472cc4e574f639096218bae4&imageMogr2/format/webp)
/0/6451/coverorgin.jpg?v=4c0de242ad63e4f4adc8e2d8bfab62d9&imageMogr2/format/webp)
/0/5168/coverorgin.jpg?v=79b9005cb01a5264f8298e6bdffd90fd&imageMogr2/format/webp)
/0/7196/coverorgin.jpg?v=7592a2eb81064573854cf2324235abe9&imageMogr2/format/webp)
/0/10909/coverorgin.jpg?v=5122a39c4be9b04d20fc1c65de293bfa&imageMogr2/format/webp)
/0/17014/coverorgin.jpg?v=1d98bce93c1c3b71e0890adca4a8cbe0&imageMogr2/format/webp)
/0/20965/coverorgin.jpg?v=c7c87510ad8d8ff2b3f00ab65b0630d8&imageMogr2/format/webp)
/0/22560/coverorgin.jpg?v=41f06ee61fc309bd0d88b53f249a8718&imageMogr2/format/webp)
/0/16908/coverorgin.jpg?v=eb76d5e78c94ca3449e4ff205c00d6f9&imageMogr2/format/webp)
/0/19132/coverorgin.jpg?v=b08ec950fd2b1873b72666067d0bd925&imageMogr2/format/webp)
/0/5379/coverorgin.jpg?v=4c202b2c3430a6aad7f3fb4ade33b625&imageMogr2/format/webp)
/0/12295/coverorgin.jpg?v=ae0a2f9e8b8d575d1e2e15375b69ead9&imageMogr2/format/webp)
/0/13295/coverorgin.jpg?v=1f824d1bf29c473c4ff55b4b3a5e050b&imageMogr2/format/webp)
/0/28508/coverorgin.jpg?v=c9d07857e0de229ba7cf65b366ef2502&imageMogr2/format/webp)
/0/4700/coverorgin.jpg?v=8e204fb0ca9f9e6f9f9e11ff6d15da84&imageMogr2/format/webp)
/0/20411/coverorgin.jpg?v=ed544edd7ae324569e375f18d81b1856&imageMogr2/format/webp)
/0/21834/coverorgin.jpg?v=73f4c4041152a5c211a3f6f52811f89c&imageMogr2/format/webp)
/0/2037/coverorgin.jpg?v=70a85f9f1929e57771166e1b459a18eb&imageMogr2/format/webp)