Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
Dosa Istri Muda
5.0
Komentar
13
Penayangan
1
Bab

Affanda Gerald pewaris tunggal keluarga Gerald, harus membagi cintanya untuk dua orang wanita. Ratna Dewi wanita pertama yang berjuluk sang penggoda dinikahi tanpa restu ibundanya Revina. Wanita kedua bernama Zahra Amla. Seorang gadis bermata bening yang hidup sengsara dinikahi oleh Affanda atas restu sang Mama. Kedua wanita ini saling berebut kasih sayang suami mereka yang berwajah tampan. Ketika Zahra Amla hamil? Keluarga Gerald sangat bahagia. Namun berbanding terbalik dengan madunya, Ratna Dewi. Rasa cemburu Dewi yang merupakan istri pertama terhadap istri kedua-Zahra, membuat wanita itu rela melakukan apa saja untuk memisahkan Zahra dan Affanda. Termasuk menjebak sang istri muda telah melakukan perselingkuhan dengan Arman sang mertua. Apakah keluarga Affanda menerima anak yang di kandung Zahra ? Akankah Zahra akan mendapatkan kebahagiaan saat menikah dengan Affanda? Berhasilkah Zahra membuktikan bahwa dia tidak berselingkuh dengan sang mertua?

Bab 1 ( Tangisan Zahra Amla)

"Ma ... aku tidak mesti menikahi gadis pilihanmu kan!" Tanya Affanda kepada mamanya.

"Kamu harus menikahi Zahra!" tegas sang bunda.

"Ta-pi Ma ... Affanda mencintai wanita lain, bukan Zahra!" lantang Affanda.

"Coba saja kamu menikahi wanita lain, Mama akan keluarkan kamu dari ahli waris keluarga Gerald!" ancam Revina.

Rupanya Revina tidak main-main dengan ucapannya, terbukti pada keesokan hari keluarga besar Gerald berkumpul di kediaman perempuan itu.

Nampak hadir para Bibik, Paman, Arman ayah Affanda dan juga Mariana. Mereka berkumpul untuk membahas pernikahan Affanda dan Zahra. Keputusan semua keluarga sudah bulat bahwa dua minggu kemudian akan dilangsungkan acara pernikahan mereka.

Sejak saat ditetapkan acara pernikahan putranya, sang bunda nampak sibuk mempersiapkan segala sesuatunya baik menu, baju pengantin, penata rias, tempat acara, juga souvenir dan jumlah undangan yang akan hadir di acara tersebut.

Di satu sisi, Affanda merasa geram. Pemuda itu gelisah karena sang mama sudah mengatur pernikahannya dengan wanita yang sama sekali tidak dia sukai. Walapun lelaki itu sudah bersikeras menolak pernikahannya, akan tetapi pendirian sang mama begitu teguh dan sulit untuk di goyahkan. sehingga sang pria berinisiatif untuk menemui wanita yang akan menjadi calon istrinya. Kemudian, dengan mengendarai mobil sport miliknya pemuda itu terlihat mendatangi rumah Mariana sang nenek. Di tempat itulah calon mempelai wanitanya tinggal. Sang pria ingin segera berbicara mengenai pernikahan yang telah di rencanakan oleh mamanya.

Begitu Affanda tiba di halaman rumah Mariana yang luas dan bercorak putih. Lelaki bertubuh tegap itu masuk dan mendapati calon istrinya sedang bersiap pergi ke sekolah untuk mengajar. Dengan mempercepat langkah kakinya sang pria mendekati calon istrinya. Lantas pria itu menghalangi jalan yang akan di lalui oleh si gadis. Dia berusaha menahan calon istrinya supaya tidak bergegas pergi

"Tunggu, kita butuh bicara!" pinta Affanda tegas seraya mencekal tangan Zahra dan menarik gadis itu masuk ke dalam rumah Mariana. Begitu berada di dalam ruang tamu, lelaki itu kembali memberi perintah kepada gadis bermata bening itu.

"Duduk!" ketus sang pemuda. Dia nampak marah, matanya melotot ke arah wanita itu, sambil berkacak pinggang dia berkata. "Kamu tidak tau, maksud kedatanganku kesini, Ah! Jangan pura-pura bodoh kamu!" teriak sang pria. Dia menampakkan wajah yang begitu resah. Nafasnya memburu, terlihat beberapakali menghela napas. Zahra yang masih berdiri di hadapan calon imamnya itu, terlihat bingung dengan tingkah sang pria.

Affanda lagi memberi perintah kepada gadis yang masih terlihat kebingungan itu. "Duduk! Aku bilang duduk. Kamu tuli ya? Eh ... dasar wanita gak tau diri!" Mata Affanda berkilat tajam pada Zahra.

Wanita yang berkulit pucat itu terkejut melihat kilatan tajam mata calon suaminya. Dia menuruti perintah sang pria tanpa berani membantah, lalu dia segera mendaratkan tubuhnya dengan perlahan.

Setelah Zahra duduk dengan raut wajah yang masih terlihat tercengang dan aneh. lelaki itu menyusul Zahra duduk di sebuah kursi yang bercorak coklat mengkilap.

Mereka saling berhadapan-hadapan sang gadis menundukkn wajahnya, sementara sang pria menatap garang pada gadis yang akan menjadi calon istrinya.

"Jangan menunduk! Aku tidak suka jika lawan bicarku menundukan wajahnya di hadapanku!" perintah lelaki itu.

Zahra menggangkat wajahnya. Mata bening itu begitu tulus, dan jernih menatap sang lelaki yang murka dihadapannya. Sang wanita bersikap tenang dan tersenyum lalu berkata, "Ada apa Mas?" tutur gadis itu santun. "Kamu sepertinya ingin menerkam orang dengan raut wajah begitu?" lirihnya. "Bicaralah dengan baik, aku sudah duduk dan bersiap mendengarkan apa yang akan Mas ucapkan?" tambah sang wanita lembut. Setalah bicara dia menundukkan wajah kembali.

"Kenapa kamu tidak menolak perjodohan ini, ah?" sindir Affanda.

"Seharusnya kamu tidak menerima akan dinikahkan denganku!" geram lelaki itu.

"Bagimu, mungkin aku yang pertama. Tapi bagiku, kamu adalah yang kedua."

Affanda menarik napasnya, agar bisa melanjutkan ucapan yang akan di dengar Zahra.

"Aku terpaksa menerima perjodohan ini, Karena Mamaku mengancam ku!" erang sang pria. Dia memegang kepalanya lalu berhasil mengusutkan rambutnya. "Sialan!" umpat lelang lelaki itu.

"Kamu jangan menuntut lebih, ah, Jangan berharap, aku akan jatuh cinta padamu! Karena itu, tidak akan pernah terjadi!" hardik Affanda. Dia melotot menatap sang wanita, matanya mengeluarkan bara api. Kemudian lelaki itu berdiri dari duduknya dan bersidekap.

Setelah mendengar kata amarah, pedas dan hinaan padanya. Zahra termangu, tubuhnya bergetar, hatinya teriris. Bagi wanita itu ucapan sang pria bak pisau yang memotong urat lehernya. Kilatan amarah yang terpancar jelas dari calon imamnya ini telah menyebabkan rasa nyeri di dada si gadis.

"A-aku." gumam sang wanita. Dia hendak membalas ucapakan lelaki yang akan menjadi suaminya. Namun, tak satu patah kata keluar dari mulut si gadis. Dia hanya mampu teridam, matanya mulai berembun, lalu dia memilih untuk menundukkan wajah cantiknya diahadapan sang calon imam.

Sementara lelaki yang akan menjadi suaminya itu, kembali bertutur. "Aku mencintai wanita lain! Apa kau tau, ah! Dirimu siap dimadu! Bersediakah kau menjadi yang kedua?" ejek sang pemuda, sambil berdiri dan menunggu jawaban wanita yang tertunduk dihadapannya.

" Kamu harus ingat tidak ada satupun wanita mau di duakan cintanya! Jika kamu bersedia menjadi istri keduaku aku berharap tidak ada penyesalan dan tidak ada keluhan! Apa kamu paham!' gerutu sang pria.

"Aku sudah menikahi wanita lain, namanya Ratna Dewi!" ungkap lelaki bertubuh kekar itu. Dia menyandarkan kepalanya di dinding ruang tamu, sambil menghela napa lelahnya.

"Apa kau sanggup, menjadi istri ke duaku, Zahra?" terdengar suara bariton sang pria memangil nama calon istrinya, agar gadis dihadapnnya memandang wajahnya yang bicara dan mengerti setiap ucapannya. Sambil bersandar dia mengoyangkan kakinya tidak sabaran menunggu gadis itu membantah

Tetapi, Zahra hanya mampu terdiam dan teringat jika keluarga Affanda adalah penyelamat hidupnya. Dia hanya seorang gadis sebatang kara yang tidak tau siapa orang tuanya. Dengan sukarela dan tulus, Mariana mengasuhnya sehingga menjadi seorang guru.Gadis ini pun merasa berhutang budi kepada keluarga mereka, dan ia akan melakukan apapun sebagai tanda jasa dengan membalas kebaikan Mariana, termasuk menikah dengan Affanda.

Terlalu lama sang pemuda menunggu jawaban dari gadis yang sedang duduk, sambil menundukan wajahnya itu. Menyebabkan sang pria merasa kesal dan sebal. Lalu dia mengumpat , "sialan! Dasar sial!" sambil keluar dari ruang tamu, dan membanting pintu. Dia berjalan ke halaman dimana mobol sportnya terparkir dan memacu mobil sport miliknya dengan laju yang kencang ke arah kantornya.

"Sial Brengsek! Wanita sialan!" umpatnya. Dia memukul stir mobilnya. "Kenapa wanita itu diam saja,seharusnya dia menolak, perjodohan ini! Bagaimana aku akan menjelaskan situasi ini kepada Dewi," lirih Affanda berbicara sendiri.

Sementara wanita yang di tinggal pergi oleh lelaki itu, hanya mampu menghela napas, dia berharap semua akan baik-baik saja. Jika benar perjodohan itu benar terjadi, sama artinya dia akan menjadi istri Affanda yang ke dua.

Wanita itu lalu berdoa dalam hati, "Kuatkan aku, ya Tuhan, dalam menjalani takdir ini!" isak wanita itu sambil mengusap air matanya yang luruh membasahi pipi.

Dua minggu sebelum acara pernikahan mereka.

Mariana dan Revina terlihat sibuk di ruang keluarga Gerald.

"Revi ... apa tidak sebaiknya sebelum acara pernikahan anakmu, kita buat acara tukar cincin dulu!" usul Mariana kepada Revina.

Revina yang sedang sibuk menyiapkan makan siang, menghentikan kegiatanya kala mendengar usul mertuanya.

"Gak usah, Ma, Kita langsung ke acara pernikahan saja!" kekeh wanita itu. "Affanda tidak menolak perjodohan ini! Jadi menurutku tak perlu diadakan acara tukar cincin!" tegas Revina ulang.

Sepertinya, ibunda Affanda tidak bisa menunda pernikahan sang putra dengan wanita pilihannya. Sebagai nenek ,Mariana juga tidak paham alasan sang menantu memilih anak angkatnya sebagai istri dari Affanda. Mariana menghela napas, dia tidak ingin berdebat dengan wanita itu, karena usulnya tidak diterima. Kemudian sang mertua berkata pada Revina, "Iya, baiklah," sahut wanita yang masih terlihat cantik pada usianya yang telah lanjut. Dia menyetujui dan membenarkan usul menantunya, bahwa tidak akan ada acara pertunangan, akan tetapi acara pernikahan saja yang akan dilangsungkan.

"Dua minggu lagi pernikahan mereka harus di langsungkan!" tukas Mariana setuju.

Dua minggu kemudian.

Pernikahan Affanda dan Zahra pada akhirnya terlaksana, dengan lancar dan sukses.

Begitu pengulu mengucapkan kata, "Sah!"

Hamdalah serempak diserukan. Mata Zahra yang sejak awal berkaca-kaca kini tidak sanggup lagi menampung air mata yang menetes jatuh bak air hujan. Mungkin orang berpikir wanita itu bahagia. Namun, pada kenyataannya tidak. Hatinya merintih telah menjadi istri Affanda yang kedua.

Tetapi begitu melihat keluarga yang telah mengasuhnya dan membesarkannya itu bahagia, dia ikut merasa lega, karena telah bias membalas budi mereka, walaupun mengorbankan hati dan raganya.

Revina dan keluarga besarnya merasa bersyukur karena apa yang diinginkan Revina telah terjadi, tanpa ada hambatan sedikitpun. Wanita yang telah menyandang gelar mertuanya itu mendekati sang menantu. Dia memeluk erat wanita bertubuh padat dan bermata bening itu. Dia menangkupkan kedua tangannya di wajah gadis itu dan berkata.

"Nak Zahra ... jagalah Affanda untuk Mama! Lahirkanlah cucu yang lucu dan banyak, agar keluarga Gerald bertambah jumlah penerusnya!" harap sang mertua. Dia lalu memeluk menantunya.

"Ya..., Ma!" ucap sang menantu. Dia membalas pelukan mertuanya, dengan derai airmata, gadis itu tidak kuasa menahan isak nya yang tertahan karena merasa sebatang kara, namun, masih ada yang rela menerima gadis tanpa orang tua seperti dirinya sebagai menantu. Hal tersebut menyebabkan air matanya tak terbendung menetes begitu saja tanpa permisi. "Terima kasih telah menerimaku sebagai menantumu, Ma!" isaknya.

"Iya ... sayang!" balas mertuanya.

Setelah resmi menikah, mereka pun menuju kamar untuk menikmati malam bersama. Sebagai pengantin baru, yang segera ingin merasakan kebahagiaan dengan suasana kamar yang telah di dekorasi sedemikian rupa. Sayangnya, semua tidak seperti yang diharapkan. Seharusnya malam pertama adalah malam yang indah, tetapi sebaliknya, suasananya sangat dingin.

Affanda sangat jelas tidak mengharapkan pernikahan ini, begitu juga Zahra yang hanya sebatas balas budi.

Selepas berganti baju, Affanda bersiap untuk keluar dari dalam kamar.

"Mas ... mau kemana?" Zahra bertanya pada lelaki yang telah sah menjadi suaminya. Dia menatap sang suami yang akan meninggalkannya.

"Aku akan menemani Dewi, dari pagi dia sudah menangis karena pernikahan ini!"balas lelaki itu.

"Tidurlah dan Jangan menungguku!" tuturnya.

Sang wanita serasa tidak rela di tinggal pergi di malam pengantin mereka. Walaupun suaminya mengaku tidak mencintainya, akan tetapi demi menjaga pertanyaan keluarga Gerald, dia berusaha menahan suaminya agar tinggal di kamar mereka. Dirinya melangkah ke hadapan sang suami dan berusaha meraih tangan sang pria dengan jemari lentiknya. Namun, tangan gadis itu ditepis oleh sang lelaki itu.

"Jangan berlebih, kamu tidak berhak menahanku, diantara kita tidak ada kata cinta! Kamu jangan berharap!" ejek lelaki itu, sambil menghindari si gadis yang baru saja dinikahinya. "Pernikahan kita hanya sementara, setelah Dewi sah menjadi istriku, kamu akan aku ceraikan!" cicitnya.

"Malam ini aku akan tidur di rumah Dewi." Lalu lelaki itu melangkahi Zahra yang berdiri termangu mendengar tolakkan suaminya.

Zahra menampakkan wajah sedihnya, melihat sikap sang suami yang begitu menghinanya. Dia merasa terabaikan, terbuang dan tak dianggap.

Malam yang seharusnya mereka habiskan dan gunakan untuk berbagi keringat dan desahan buat dua insan yang bercinta, telah berubah menjadi malam kelam dan dingin bagi Zahra.

Menikah tanpa cinta sangat tidak diharapkan oleh Zahra, karena baginya pernikahan adalah sebuah janji suci yang di ikrarkan di hadapan Tuhan dan akan di pertanggung jawabkan.

Tetapi, seperti inilah nasib yang akan dijalani oleh gadis ini. Dia memukul dadanya yang terasa sakit, lalu dia menangis meratapi nasib dirinya yang telah dinikahi oleh lelaki yang mencintai dan dimiliki oleh wanita lain.

"Akan seperti apa nasibku kini!" rintihnya. Dia merebahkan diri diatas kasur yang dingin sambil masih terisak memeluk bantal guling. Kamar pengantin yang indah berubah menjadi kamar yang dingin sedingin hati si gadis yang tertidur sendiri.

Lanjutkan Membaca

Buku serupa

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku