Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
RAHASIA SEBUAH DOSA

RAHASIA SEBUAH DOSA

ABY SATYA

5.0
Komentar
647
Penayangan
35
Bab

Pras adalah awal dari cerita ini. Pada masa muda, ia sempat menikahi, seorang wanita yang bernama Rika. Sayangnya pernikahan itu, disembunyikan Pras dari kedua orang tuanya. Saat Rika mengandung, Pras terpaksa harus mengikuti kemauan kedua orang tuanya, untuk sebuah perjodohan. Hal itu, diketahui Rika, tak kala ia melihat sebuah poto pernikahan Pras bersama Malika. Pada saat itulah, Pras meninggalkan Rika. Bahkan, ia sempat meminta, jika kelak anak itu lahir, katakan, kalau Ayahnya sudah meninggal. Rika sangat terpukul dan tersiksa atas perbuatan Pras. Seberapa kuat, ia menahan Pras, semua itu tidak akan bisa jauh lebih baik. Kelahiran John, cukup membawa duka bagi Rika. Ia harus membesarkan John dengan kerapuhan jiwa dan hatinya. Namun, Rika masih mampu dan bisa membesarkan John dengan tegar. Setelah John sudah sekolah mereka pun berpindah kota. Bertemulah Rika, dengan sosok pria yang mencintainya, yaitu Andi Purnomo. Mereka dikarunia anak perempuan yang bernama Aldera. Lain halnya dengan Pras, setelah ia menikahi Malika, ia pun dikarunia seorang anak perempuan yang bernama Rani. Dari sinilah, perjalanan Rani, bertemu dengan John, saat usia mereka sudah mulai berkuliah. Sebuah kota yang tidak di duga-duga. Pras dan Rika, tidak menyadari, kalau Rani dan John menjadi sepasang kekasih. Hubungan mereka berjalan dengan lancar. Namun, kelancaran itu tidak sepanjang waktu. Masa wisuda sudah datang, dan John pun harus melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi. Tiga bula setelah John mulai berkuliah lagi, malang itu menimpa Rani. Rani pun hamil, ia mendatangi Rika dengan wajah pucat. Namun sayangnya, Rika malah mengusir Rani. Saat itulah kebencian Rani, semakin memuncak. Ia mencoba untuk menghubungi John, namun no teleponnya sudah tidak aktip. Dari situ, Rani harus menanggung malu dan benci. Ia membesarkan Juli dengan penuh kesedihan. Kata anak haram, selalu disematkan pada Juli, tak kala ia sudah mulai bersekolah. Bahkan, orang yang ia benci di dunia ini adalah John. Rani bekerja di sebuah perusahaan PT DUTA. Pekerjaan itulah, yang mempertemukan kembali Rani dengan John. John selaku konsultan di sebuah perusahaan PT ARTA, kini bertemu dengan Rani. Setelah beberapa tahun menghilang, akhirnya mereka bertemu kembali. Harapan John tidak semulus keinginannya. Ia harus dibenci oleh Rani, karena sebuah alasan yang tidak ia ketahui. Disaat itu, ia mencoba meyakinkan Rani, untuk bisa kembali lagi. Tapi sayang kebencian Rani terlalu mendalam. PT VICO JAYA, yang dimiliki oleh Vico, tak menyangka dalam kerja samanya, dapat menimbulkan rasa cinta. Saat John tidak berhenti, untuk meyakinkan Rani, saat itu, ia juga harus berhadapan dengan Vico, seorang pengusaha kaya. Itu pun tidak berjalan mulus bagi Vico. Ia harus rela berkorban dan bersabar, ketika kedua orang tuanya tidak menyetujui hubungan Rani dan Vico. Akhirnya, Vico tetap ngotot dan bersikeras untuk bisa menikahi Rani. Saat mereka sedang memanas, tiba-tiba Juli terkena musibah, ia tertabrak mobil. Dari situlah, John mulai tahu, kalau Juli adalah anaknya. Rahasia masa lalu Pras pun, akhirnya terbongkar, tak kala Rika datang mengunjungi John di rumah sakit. Saat itulah, situasi semakin tidak menentu. Penyesalan, amarah, benci, entah apa lagi yang terasa. Semua terasa hancur dan terkejut. Vico yang mengetahui hal itu, cukup kaget dan tak habis pikir, kalau Juli, adalah anak John. Namun seiringnya waktu, Vico pun tetap menikahi Rani. Dan John, pergi menjauh dari kehidupan mereka.

Bab 1 AWAL

Kata anak hrm! Sebuah kata yang tak pantas untuk didengar, namun itulah yang terjadi pada Sosok Juli yang sering dibuli atau bahkan dijauhi oleh temannya. Lantaran kata anak haram itu melekat dicap dalam dirinya. Juli semakin merasa sedih. Apa lagi, sosok seorang ayah, yang tidak pernah, ia ketahui. Hal itulah yang membuat Juli, harus berjuang untuk menuntaskan keinginannya, agar tak ada lagi kata anak hrm dalam dirinya.

Tapi semua itu tidaklah semudah apa yang di bayangkan Juli. Ia harus menerima segala ledekkan dan cemoohan dari teman sekelasnya. Tentu saja Rani merasa bersedih, sebagai ibu dari Juli. Kejadian itu semakin menambah kebencian Rani pada seseorang yang paling ia benci di dunia ini. Bagaimana mereka menjalani hari-hari dengan luka yang amat pedih itu?

Dentuman suara lagu sangat menggema keras. Di dalam ruang yang sumpek dan sesak Rani berada.

"Mira, ini tempat apa sih, ko sumpek dan berisik seperti ini?" Sambil keheranan Rani di tempat yang asing baginya.

"Sudahlah kau nikmati saja sih Rani, inikan enak kita," balasnya sambil berjingkrak-jingkrak dengan lepas Mira, mengajak Rani untuk mengikuti jingkrak-Nya.

"Mira, sebaiknya kita pulang saja yuk," ajak Rani sambil menarik-narik Mira .

"E ..., kau ini kenapa sih Rani?" Sambil melepaskan genggaman tangan Rani, di pergelangan tangan Mira.

"Bukannya kita mau ke Mall? Ko malah ke sini sih Mira?" Dengan raut muka keheranan Rani memandang Mira.

"Kau ini kenapa sih? Di ajak happy, malah ngga mau," ujar Mira dengan raut muka yang kecewa.

"Sudah, sebaiknya kita pulang Mira." Rani pun menyeret-nyeret tangan Mira, sampai keluar dari ruangan itu.

Setelah berada di luar, Mira seperti sangat marah, karena kesenangannya kini harus berakhir oleh Rani.

"Susah emangnya, kalau sama anak kuper kaya kamu mah Rani," ujar Mira dengan wajah masamnya.

"Sudahlah, ayo kita pulang, nanti sajalah Mira." Akhirnya Mira pun mengikuti kemauan Rani.

"Kau ini kenapa, masih saja cara pandangmu terlalu kolot Rani?"

Rani hanya mendengarkan clotehan Mira, yang merasa kecewa dengan tingkahnya. Tanpa sepatah kata, Rani menjawab.

"Hidup itu harus dinikmati, jangan kaku seperti itu," tegas Mira, yang masih tidak terima dengan perlakuan Rani.

Di sebuah mobil dengan santainya Rani menyetir mendengarkan ocehan Mira. Ia seolah-olah tidak peduli, apa yang dikatakan Mira padanya. 10 menit Rani diam, namun Mira tak henti-hentinya berbicara, seakan ia sangat kecewa dengan sikap Rani.

"Kau ini kenapa sih Mira? Dari tadi ngedumel terus, kau marah aku ajak pulang?"

"Lagian, orang lagi asyik kau ajak pulang," balas Mira dengan mengerutkan muka masamnya Mira berkata, seolah masih dongkol.

"Kita-kan ada janji di Mall, terus kenapa kita harus ke tempat itu coba?" tanya Rani keheranan.

"Iya, tapi-kan itu masih bisa kita kenselkan Rani?"

"Ngga bisa gitu dong Mira, masa harus begitu, nanti orang itu kecewa gimana coba?"

"Emang ya kamu tuh terlalu serius dengan kerjaan, ngga bisa dibawa santai Rani," balas Mira sedikit kecewa.

"Kau ini masih seperti anak kecil saja Mira."

"Ye ..., sembarangan kamu, orang aku udah gede ko," balas Mira sedikit protes.

"Ya, kamu gede, tapi cuma badannya doang Mira, hehehe."

"Ih ..., asem kamu Rani." Dengan mengerutkan wajahnya sambil menatap Rani.

"Buktinya, kita mau ada janji, kamu malah ngajak ke situ Mira?" tegas Rani dengan serius.

"Apa hubungannya sih dengan itu Rani?"

"Ya jelas ada dong, orang dewasa itu kan bertanggung jawab, bukan kaya gitu Mira."

Mira merasa tersindir, dengan perkataan itu, mukanya masam tak karuan. Ia merasa dongkol, dengan apa yang barusan diucapkan Rani padanya.

"Sudah tak usah masam kaya gitu, ngga enak aku liat mukamu Mira."

"Bodo ah, bete aku dengar ceramah kamu Rani," balas Mira dengan cemberut.

Rani hanya tersenyum, mendengar ungkapan kekecewaan dari Mira, yang masih belum terima dengan itu semua. Beberapa menit kemudian tibalah mereka di sebuah Mall yang telah disepakati. Nampak seorang laki-laki yang duduk di sebuah meja. Perawakan yang tinggi dan putih itu lah John. Laki-laki yang mempunyai janji dengan Rani.

Dari jarak 70 meter, Rani melihat sosok laki-laki yang sedang duduk di meja itu.

"Berhenti Mira, berhenti," ujar Rani tiba-tiba.

Spontan Mira merasa kaget dengan perkataan Rani.

"Astaga, kau ini kenapa sih Rani?" tanya Mira keheranan.

"Coba kau lihat, laki-laki yang duduk di sana. Bukanya itu orang yang kita tuju." Sambil menunjukkan jari ke arah laki-laki itu, Rani terkaget dengan sosok laki-laki itu.

"Kau yakin itu orangnya Rani?"

Dengan mengerutkan wajahnya, Rani seolah-olah ragu dengan pertanyaan Mira.

"Kenapa dengan dirimu? Ko malah kelihatan tidak meyakinkan gitu sih Rani?" tanya Mira, kembali merasa aneh.

"Itu bukan ya orangnya? Ko aku seperti ragu ya Mira?" balas Rani, ragu-ragu.

"Astaga, kau ini gimana sih Rani? Makanya kau ini harus banyak piknik, agar tidak gampang lupa."

"Heem ..., masam kali kau berkata Mira."

"Ya, itu buktinya, kau nampak tidak yakin dengan orang yang membuat janji itu," balas Mira sekenanya.

"Apa sebaiknya kita pulang aja ya Mira?" ujar Rani, dengan bingung.

"E ..., kau ini gila apa? Tadi kau tarik-tarik aku ngajak ke sini, terus sekarang kau ngajak pulang, gila ya kamu Rani." Dengan mata yang melotot, seolah Mira mau melahap Rani.

Rani seolah-olah ragu, tampak mukanya seperti salah tingkah dengan keadaan itu.

Sementara John sudah berulang-ulang kali melihat jam tangannya dan merasa resah menunggu ke datangan seseorang.

"Kenapa kau tidak yakin?" ucap Mira.

"Em ... emm," sambil mengaruk-garuk kepala, Rani merasa bingung.

Tanpa basa-basi lagi, ditariklah pergelangan tangan Rani oleh Mira. Setengah menahan Rani, dari tarikan Mira.

"Ayo, kau tunggu apa lagi sih Rani?" ujar Mira, sedikit memaksa.

"Apa sebaiknya kita tanyakan dulu ya pada Mamah, Mira?" tanya Rani dengan ragu.

"Kau ini gila apa? Orang sudah di depan mata kau mau telepon rumah gila ku rasa ya." Dengan sedikit jengkel Mira membentak Rani.

"Yasudah ayo kita ke sana." Dengan muka menunduk sambil berjalan Rani, mengikuti saran Mira.

Laki-laki yang sedang duduk merasa kaget dengan kedatangan Mira dan Rani. Tepat di hadapan John, Rani seperti kikuk.

"Maaf, apakah ini Rani?" tanya laki-laki itu.

Dengan menyikut-nyikut lengan Rani, Mira mendesak Rani bicara.

"Ada apa dengan kalian, kau seperti grogi gitu? Apa lagi wanita satu ini, ko malah menunduk begitu?"

Akhirnya mau tidak mau Mira angkat bicara.

"Ya perkenalkan nama saya Mira dan ini Rani."

Alangkah terkejutnya John saat melihat Rani mengangkatkan kepalanya.

"Loh bukannya ini Rani ya?" balas John dengan kaget.

"Iya ini aku John," ucap Rani dengan sedikit keki.

"Astaga kamu ini Rani." Raut muka John langsung tersenyum.

"Silahkan duduk-duduk," ajak John sambil merapikan kursi dan mejanya.

"Apa kabar Rani? Lama kita tidak jumpa," tanya John, berbasa-basi.

"Baik John," balas Rani dengan muka yang masih agak sedikit keki.

Mira menatap wajah Rani, seolah ia bertanya-tanya ada apa dengan Rani?

"Ini teman aku John, Mira," ujar Rani malu-malu.

"Ohh, ya, ya salam kenal ya Mira." Saling menjabat tangan itu terjadi Mira dan John. wajah Mira merasa ada yang aneh.

"Ko bisa-bisanya itu kamu John?"

"Aku pun tak menyangka kalau itu kamu Rani!"

"Jadi ceritanya kalian sudah saling kenal gitu?" tanya Mira keheranan.

"Oh ..., ya bukan kenal lagi, Rani-kan mantan aku Mira," balasnya dengan senyum dan santainya John berkata.

Rani seolah malu dengan perkataan John.

"O ..., ya, iya, jadi ceritanya ini CLBK ya?" ucap Mira sembari sedikit melongo.

Spontan wajah Rani memerah padam, ia pun menyikut tangan Mira dengan sikutnya.

"Apaan sih kamu Mira?" ujar Rani sedikit jengkel.

Mira masih terlihat kikuk dan gerogi menghadapi situasi ini.

"Pantasan saja kau tidak mau singgah dari tadi, ternyata ini masalahnya?" Mira membuka rahasia Rani.

"O ..., dari tadi aku nunggu ternyata, Rani udah ngga mau lagi ketemu aku gitu?" tanya John sedikit heran.

Rani yang mendengar kata itu dari John, langsung menjawab, "Bu ..., bukan seperti itu John." Dengan nada tersengal-sengal Rani menjawab seolah malu.

"Terus kenapa tidak langsung duduk ke sini?" tanya John sedikit memojokkan.

"Sudahlah John, sebaiknya kita pesan makanannya, kasihan Mira lapar." Rani pun mencoba mengalihkan perhatian John.

"Ye ..., siapa juga yang lapar?" tukas Mira menepis.

"Sudah kau diam," ujarnya membisikan kata itu di tepi telinga Mira.

Lanjutkan Membaca

Buku serupa

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku