Dosa Dalam Pelukan Brondong

Dosa Dalam Pelukan Brondong

Desy Cichika Harish

5.0
Komentar
15.7K
Penayangan
73
Bab

Warning: Area 21+ Sheana, 35 tahun. Cantik, elegan, istri sah dari seorang pengusaha kaya raya. Tapi hidupnya sunyi. Pernikahannya dingin. Suaminya nyaris tak pernah peduli. Sampai suatu malam, ia diajak ke klub malam oleh sahabatnya. Di sanalah ia bertemu Ellandra, 23 tahun-pria tampan, penggoda, dan jauh lebih muda. Bukan gigolo, tapi juga bukan pria biasa. Ellandra tahu caranya menyentuh hati wanita... termasuk hati Sheana. Awalnya hanya permainan. Tapi lama-lama, Sheana mulai mempertaruhkan segalanya. Termasuk pernikahannya. "Shea... kamu tahu nggak, kulit kamu ini kayak..." bisiknya, lalu menggigit manja sisi pinggang Sheana, membuat wanita itu melenguh kecil. "...kayak dosa yang pengen aku ulang-ulang tanpa tobat." Sheana mengigit bibir, menahan tawa dan rasa geli. Tapi cinta mereka bukan tanpa batas. Ada suami yang menyimpan rahasia besar. Ada pacar yang tak ingin ditinggalkan. Dan ada masa lalu yang bisa menghancurkan semuanya. Ini bukan tentang siapa yang lebih muda atau lebih tua. Tapi siapa yang paling mampu membuatmu merasa hidup.

Bab 1 Malam yang Mengubah Segalanya

"Kalau seperti ini... apa aku masih sama? Masih Sheana yang kamu kenal dulu?"

Sheana menatap dalam, hanya beberapa inci dari wajah Ellan-baru saja bibirnya lepas dari pemuda yang terpaut belasan tahun darinya itu.

Ellan tak menjawab. Tapi ia bertindak. Tangannya menangkap lengan Sheana, menariknya kembali. Dalam sentakan cepat, tubuh wanita itu dibalik, dan bibir mereka bertemu lagi.

Ciuman itu rakus. Kasar. Terburu-buru. Tangannya menyusup ke balik kaos longgar Sheana, menyentuh kulit hangat yang selama ini hanya jadi imajinasi.

Sentuhan berubah liar. Remasan menggantikan kelembutan. Bisikan Sheana yang memintanya tenang, tenggelam oleh gejolak yang tak terbendung.

Pakaian mereka lepas satu per satu. Tak ada lagi jarak, hanya napas yang menyatu dan panas tubuh yang menyesakkan ruang.

"Shea..." bisik Ellan.

Panggilan itu nyaris seperti peringatan-tapi tak cukup kuat menghentikan amukan di dadanya. Tatapan mereka bersentuhan. Dalam mata Sheana ada getar-bukan penolakan, tapi ragu yang hanya Ellan bisa memahaminya.

Ia tak berhenti. Melangkah, melebur, memecah rindu, sepi, dan luka yang tak kunjung pulih.

"Aku kangen banget sama kamu, Shea..." desisnya.

Tubuh mereka menyatu, dalam gerakan yang menyakitkan sekaligus penuh gairah.

Mereka saling mencari, berganti posisi, berlayar dalam sunyi. Hingga akhirnya, dalam desakan terakhir, Ellan mencapai puncak. Ia tenggelam di pelukan Sheana, dengan wajah terkubur di leher wanita itu.

Saat menarik diri, matanya menangkap sesuatu di dada kiri Sheana. Sebuah tato kecil bertuliskan satu huruf.

"Ini... inisial namaku?" bisiknya, nyaris tak percaya.

Sheana tak menjawab. Tapi malam itu, waktu seolah berhenti di kamar yang hanya milik mereka.

Cinta mereka adalah luka.

Cinta mereka adalah kenangan.

Terlalu menyakitkan untuk diingat,

Tapi terlalu indah untuk dilupakan.

Meski jarak dan waktu telah memisahkan mereka selama bertahun-tahun.

***

Sheana bersandar di dada Ellan. Kulit mereka masih hangat, napas mulai tenang. Jari-jari Ellan menyusuri rambutnya pelan, seperti ingin merekam semuanya.

Ellan mencium ubun-ubunnya. "Aku masih ingat malam pertama kita ketemu," bisiknya nyaris tak terdengar.

Sheana tak menjawab. Tapi genggamannya pada tangan Ellan menguat-itu cukup sebagai jawaban.

"You looked so... out of place. Tapi entah kenapa, kamu juga jadi wanita paling cantik di ruangan itu."

Suara Ellan nyaris mengantuk, tapi ingatannya tajam.

"Waktu itu kamu ngeliat aku kayak orang asing yang nggak penting. But that night, something clicked."

"Stop," gumam Sheana dengan mata terpejam. "You're making it sound too romantic."

Ellan terkekeh pelan.

"Biarin. Karena emang itu yang aku rasa. You were chaos... Tapi tiap kali deket kamu, dunia aku malah lebih tenang. Kamu bikin hidup aku jungkir balik, tapi aku juga nggak mau semuanya kembali kayak dulu."

Sheana diam. Hening menggantung.

Tatapannya menyentuh langit-langit kamar yang remang, membangkitkan kenangan yang begitu jelas, begitu hidup.

Beberapa tahun yang lalu,

Ia berdiri di tepi lounge dengan segelas wine di tangan dan mini dress yang membingkai tubuhnya dengan anggun. Memperlihatkan lekuk yang tak lagi muda, tapi justru menampilkan kedewasaan yang mahal.

"Lo cantik banget, sumpah," bisik Grace, menyilangkan kaki sambil menyesap cocktail. "Tapi auranya... depressing abis. Kayak lo baru ditinggal nikah."

Sheana menghela napas. "Lo tahu yang lebih parah?"

"Apa?"

"Gue bahkan belum sempet ditinggal. Gue masih dijadiin figuran di rumah sendiri."

Grace mendecak pelan. "Sheana... lo tuh smart, classy, desirable. Masalahnya bukan di lo, tapi di suami lo yang super membosankan itu."

"Boring, tapi masih jadi alasan Mama Dirga nelpon gue tiap hari," gumam Sheana. "Dan malam ini gue harus pulang cepet karena beliau mau nginap besok."

"Oh for f-" Grace menahan umpatan. "Forget Dirga. Malam ini, lo butuh... disruption. Dan-ah, perfect timing."

Sheana tidak menjawab. Tatapannya menelisik kerumunan, memperhatikan tawa berlebihan para wanita di antara rayuan palsu dari pria-pria muda yang menjual senyum seperti komoditas. Manis tapi tak sepenuhnya tulus. Semua terasa... kosong.

"Gue nggak yakin ini ide bagus," gumamnya, jari-jarinya menyentuh permukaan dingin gelas wine yang belum ia sentuh.

Grace mendesah, lalu menyandarkan tubuh. "Lo tuh terlalu kaku, Na. Bukan berarti lo harus tidur sama siapa pun. Kadang, lo Cuma butuh seseorang buat dengerin lo sambil nemenin minum. That's it."

"Dan cowok-cowok itu... dibayar buat pura-pura peduli?" sindir Sheana.

"Enggak semua pura-pura. Ada yang emang pinter bikin perempuan ngerasa hidup lagi." Grace melirik seseorang di kejauhan, lalu mengangkat tangan, memberi isyarat.

Sheana buru-buru menarik lengannya. "Grace, serius. Gue Cuma pengen duduk, minum, terus pulang."

"Terlambat." Grace terkekeh. "He's coming."

Dan di detik itulah, Sheana melihatnya. Seorang pria muda, berpakaian hitam kasual yang dipadu dengan jaket kulit dan sneakers putih bersih. Rambutnya sedikit messy, senyumnya terlalu percaya diri, tapi bukan tipe yang menyebalkan. Usianya mungkin dua puluh lima, atau lebih muda. Tapi caranya berjalan... tidak seperti anak-anak.

"Ellandra, ini Sheana. Temen gue," kata Grace cepat, sebelum berdiri. "She's a bit tense, so be nice."

"Always," sahut Ellan, suaranya dalam dan lembut. Matanya langsung menatap Sheana tanpa ragu. "Hi."

Sheana meneguk ludah. "Grace, gue-"

"Terserah lo mau ngobrol atau enggak. Tapi paling enggak, kasih kesempatan," ujar Grace sambil berjalan menjauh, meninggalkan mereka berdua dalam jarak yang terlalu dekat untuk sebuah pertemuan pertama.

Sheana hendak protes, tapi Ellan sudah duduk di seberangnya. Menyilangkan kaki dan menyender santai, seperti ini bukan pertama kalinya ia duduk di hadapan wanita yang jauh lebih dewasa darinya.

"First time?" suaranya dalam, serak, dan... terlalu intim untuk orang yang baru dikenal.

Sheana mengangkat alis. "What makes you think so?"

"Karena Cuma orang yang pertama kali datang ke tempat ini yang kelihatan segugup kamu." Ia tersenyum, manis dan sedikit nakal. "Kecuali kamu memang suka berpura-pura nggak tahu cara bersenang-senang."

"Dan kamu senang menebak-nebak orang?"

"Kadang. Tapi lebih sering... nebaknya tepat."

"Sounds like a dangerous habit."

"Cuma kalau kamu takut ketahuan."

"Dan kamu pikir aku takut?"

Ellan tertawa singkat. "Grace bilang, kamu bukan tipe yang suka tempat berisik seperti ini," ucapnya. Suara itu berat, berlapis senyum tipis yang menyebalkan-tapi justru itu yang membuat siapapun sulit untuk berpaling darinya.

Sheana menoleh, menahan ekspresi. "Grace seharusnya juga bilang kalau aku sedang bosan."

Ellan tertawa pelan. "Bosan bisa sangat berbahaya kalau ditangani dengan cara yang salah."

Sheana memiringkan kepala. "Kamu kerja di sini?"

Ellan tertawa kecil. "Nggak. Tapi kadang aku disewa untuk menemani klien tertentu. Jadi, yeah... semacam freelance."

"Freelance," Sheana mencibir. "Gigolo, maksudnya?"

Ellan tersenyum, tidak tersinggung. "I prefer 'companion'. Tapi kalau itu adalah istilah yang nyaman kamu pake... gapapa."

"Dan kamu bisa 'dianggap nyata' dengan semua ini?" Sheana mengisyaratkan ke lounge.

"Kalo kamu yang nanya, yes. Karena dari tadi mata kamu nyari alasan buat pulang, tapi kakinya nggak gerak.

Sheana terkekeh pelan. "Pede banget."

"Nope. I'm full of curiosity. Tentang perempuan cantik yang duduk di sini dengan gaun mahal, tapi matanya... kosong."

Sheana diam.

Ellan melanjutkan, lebih lembut. "What broke you?"

Pertanyaan itu membuat dada Sheana sesak. Tapi juga terasa... seperti pelukan diam-diam.

"Kalo aku bilang... I forgot how to feel?" bisiknya.

Ellan menatapnya. Lama.

"Then let me remind you," katanya pelan.

Mata mereka bertaut. Untuk sesaat, waktu melambat.

Sebelum Sheana sempat menjawab, Grace muncul kembali dan menyelamatkan mereka dari kekhusyukan yang nyaris terlalu intim.

"I'll leave you two," katanya sambil mengedipkan mata. "Tapi inget ya, no touching. Karena gue nggak mau bayar lo dobel."

Sheana tertawa kecil.

Ellan hanya menyeringai. "Don't worry," katanya, masih menatap Sheana. "Gue nggak minta dibayar lebih kok. Tapi, if we ever meet again... I'd probably charge you interest."

Sheana mengernyit, tapi tersenyum.

"Kita nggak akan ketemu lagi."

"You sure?" bisik Ellan sambil merapikan rambutnya. "Jakarta itu kecil. Dan... takdir tuh selera humornya emang suka ngaco. Has a sick sense of humor, you know?"

Sheana tidak menjawab. Tapi di balik senyum tipisnya, ada rasa aneh yang belum bisa ia beri nama.

Ia tak tahu, dalam hitungan hari, mereka akan bertemu lagi. Lebih cepat dari yang mereka kira. Bukan sebagai dua orang asing, tapi sebagai bagian dari rahasia takdir yang sama sekali tak terduga.

Lanjutkan Membaca

Buku lain oleh Desy Cichika Harish

Selebihnya
Terjebak Cinta dan Gairah Mantan Suami

Terjebak Cinta dan Gairah Mantan Suami

Romantis

5.0

Warning: Area 21+ Nazharina pikir, perceraiannya dengan Arian adalah akhir dari semua penderitaan. Sepuluh tahun menikah tanpa cinta, tanpa sentuhan, tanpa kehangatan-itu sudah cukup membuatnya ingin menyerah. Jadi, saat gugatan cerai akhirnya dikabulkan, Nazharina merasa bebas. Tapi siapa sangka... Arian tidak pernah benar-benar melepaskannya. Saat Nazharina melanjutkan hidup, diam-diam Arian selalu berada di sana. Memastikan mantan istrinya baik-baik saja, memberikan pekerjaan tanpa sepengetahuan Nazharina, bahkan menempatkan bodyguard untuk menjaganya. Lalu suatu hari, saat Arian merasa sudah siap, ia muncul kembali. Sebagai bos besar tempat Nazharina bekerja. "Apa yang kau lakukan di sini?" Nazharina terpaku melihat pria yang dulu pernah menjadi suaminya berdiri di hadapannya dengan jas mahal dan aura mendominasi. "Aku pemilik hotel ini," jawab Arian santai, namun tatapan matanya menusuk tajam. Sejak saat itu, semuanya berubah. Arian, yang dulu dingin dan acuh tak acuh, kini menjadi pria yang posesif, protektif, dan tak segan menunjukkan ketertarikannya. Dia mengontrol siapa yang boleh mendekati Nazharina, mengawasinya dengan tatapan penuh makna, bahkan terang-terangan menunjukkan kecemburuannya. "Jaga sikapmu, Nazharina. Aku tidak suka melihatmu terlalu dekat dengan pria lain." Nazharina terkejut. "Arian, kau tidak berhak mengatur hidupku lagi!" Arian mendekat, senyumnya tipis tapi matanya gelap. "Benarkah? Tapi kenapa kau masih membiarkan aku menyentuhmu seperti ini?" Nazharina terdiam. Dia tahu, Arian berubah. Tapi yang tidak ia tahu adalah... Apakah perubahan itu benar-benar berarti Arian mencintainya? Atau hanya bentuk lain dari kepemilikan dan obsesi? Dalam kebingungannya, Nazharina harus menghadapi kenyataan bahwa mungkin, perpisahan mereka hanyalah awal dari kisah yang lebih rumit. Karena jika Arian sudah menginginkan sesuatu... Dia tidak akan membiarkan itu pergi begitu saja.

Buku serupa

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku
Dosa Dalam Pelukan Brondong
1

Bab 1 Malam yang Mengubah Segalanya

28/04/2025

2

Bab 2 Kejutan Pertemuan Kedua

28/04/2025

3

Bab 3 Aku Bosan, Tapi Ada Kamu

28/04/2025

4

Bab 4 Harga Lembur dan Rahasia-Rahasia Kecil

28/04/2025

5

Bab 5 Special Service Only For You

28/04/2025

6

Bab 6 Antara Pelarian dan Pengkhianatan

28/04/2025

7

Bab 7 Pesta, Kabur dan Perang Dingin

28/04/2025

8

Bab 8 Yang Tak Seharusnya Terjadi

28/04/2025

9

Bab 9 Get Out of My Head, Sheana.

28/04/2025

10

Bab 10 Jangan Buat Ini Semakin Sulit

28/04/2025

11

Bab 11 Hanya Ingin Ada

28/04/2025

12

Bab 12 Deal Escort-Diskon

28/04/2025

13

Bab 13 Seseorang Untuk Disinggahi

28/04/2025

14

Bab 14 Kencan yang Tak Direncanakan

28/04/2025

15

Bab 15 Dalam Sorot Mata yang Salah

28/04/2025

16

Bab 16 Pelarian

28/04/2025

17

Bab 17 Tanpa Rencana, Tanpa Penyesalan

28/04/2025

18

Bab 18 Rooftop yang Menyimpan Rahasia

28/04/2025

19

Bab 19 Kesalahan Terbesar

28/04/2025

20

Bab 20 Somewhere With Clouds

28/04/2025

21

Bab 21 Hubungan Terlarang

06/05/2025

22

Bab 22 Wangi Parfum yang Asing

15/05/2025

23

Bab 23 Jarak Tanpa Penjelasan

16/05/2025

24

Bab 24 Panggung yang Salah

17/05/2025

25

Bab 25 Elegansi yang Menyakitkan

18/05/2025

26

Bab 26 Bayangan yang Tak Pernah Pergi

19/05/2025

27

Bab 27 Sedekat Itu, Sedingin Ini

20/05/2025

28

Bab 28 Let Me Be Your Rest

21/05/2025

29

Bab 29 Satu Dosa Lagi

22/05/2025

30

Bab 30 Alibi Cinta

23/05/2025

31

Bab 31 Satu Malam di Titik Terlarang

24/05/2025

32

Bab 32 Luka Yang Tak Terlihat

25/05/2025

33

Bab 33 Cahaya Sore

26/05/2025

34

Bab 34 Rencana

28/05/2025

35

Bab 35 Kencan Mobil

29/05/2025

36

Bab 36 Rekaman Testimoni Cinta

30/05/2025

37

Bab 37 Cinta di Ruang Rapat

31/05/2025

38

Bab 38 Bayangan Yang Cemburu

01/06/2025

39

Bab 39 Rapat Absurd

02/06/2025

40

Bab 40 Sheana, Bahaya Yang Kuinginkan

03/06/2025