/0/23058/coverorgin.jpg?v=4c0ec1f46fbfddc72bcf6894813f78e9&imageMogr2/format/webp)
Seperti kata pepatah, sepintar -pintarnya bangkai ditutupi, baunya tetap tercium juga. Setelah berhasil menyembunyikan percintaan terlarangnya dengan Kevin, Bianca Thomas gagal menyembunyikan kehamilan pada mama tirinya.
Begitu pula perasaan Bianca saat Alice, mama tirinya menatapnya dengan penuh amarah. Bianca sama sekali tak bisa menutupi apapun dari mama tirinya.
Wanita itu memegang benda pipih berwarna putih itu sambil menatap Bianca tidak percaya. Bianca sudah hamil dan mengacaukan semua rencana mama tirinya.
Sebenarnya ini adalah cara penolakan Bianca, atas perjodohannya dengan Noel Klein, CEO dari Goro Grup.
Tapi rencananya yang brilian itu gagal karena ternyata, Kevin yang menjadi tumpuan harapan Bianca malah mengkhianatinya dan menghilang.
Alice sudah sangat senang saat Karen, mama dari Noel Klein, setuju untuk menjodohkan anak mereka.
Pernikahan pun juga sudah mulai disiapkan, tapi kenyataan seperti ini, membuat Alice hampir mati berdiri.
"Bagaimana anak tirinya bisa berbuat sebodoh ini sampai hamil? Disaat dia seharusnya menikah dalam beberapa bulan ke depan?" pikir Alice dengan penuh emosi.
Dia menatap anak tirinya yang meringkuk di atas tempat tidurnya. Walau terlihat mahal, kamar Bianca pengap dan berbau keringat.
"Dasar pelacur! Bikin malu! Bagaimana bisa kamu berbuat ini pada mama, papa!" hardik Alice sambil terus memukul tubuh anak tirinya.
Alat tes itu dia lempar sampai mengenai wajah Bianca. Sakit atas lemparan itu membuat pelipis wanita muda itu berdenyut, namun Bianca Thomas menangis tersedu-sedu bukan karena itu, dia memegang benda pipih panjang bergaris dua itu dengan ketakutan.
Dia sudah melakukan kesalahan fatal, segala rencananya gagal dan dia kembali terperangkap dalam kehidupan seperti boneka lagi. Dia adalah boneka cantik yang dimainkan oleh mama tirinya.
Dia benar-benar terperanjat saat mamanya menemukan benda itu, sebelum dia sempat bertemu kembali kepada Kevin kekasihnya.
Alice meraung dengan penuh amarah dan kecewa. Bianca sendiri hanya bisa menutupi wajahnya dengan tangan yang sudah penuh luka sabetan mamanya.
"Maafkan Bian mama," rengeknya pelan walau dia tahu percuma. Alice masih terus memukulnya dengan penuh emosi. Alice menatap anak tirinya itu dengan penuh kebencian.
"Bisa-bisanya dia hamil, kalau begini kerjasama antara Goro Grup dan perusahaan mereka akan gagal," pikir Alice panik.
Wanita paruh baya yang masih sangat cantik itu mengambil alat tes kehamilan dari tangan Bianca dengan kasar. Dia menatap anaknya dengan penuh kebencian.
"Kamu tidak hamil, dan kamu harus masih perawan. Ini tidak bisa dibiarkan, kamu akan mama proses hari ini juga, dasar anak nggak tahu diri, dasar sampah!" ujar Alice seketika merasa percuma mengeluarkan tenaga untuk marah.
Dia segera pergi dan kembali mengurung Bianca di kamarnya. Alice harus mengurus kekacauan yang Bianca telah perbuat. Semoga saja operasi dapat membantu agar Bianca kembali perawan.
Suara pintu kamar yang terbanting tidak membuat Bianca terkejut. Hatinya sudah terasa hampa. Bianca lalu mengambil handphone-nya dan kembali mencoba menghubungi Kevin, tapi sambungannya langsung masuk ke kotak suara. Seakan-akan pria itu sudah memblokir nomornya.
Bianca dengan frustrasi membanting handphone-nya ke atas tempat tidur berwarna putih itu. Hatinya hancur sehancur hidupnya yang seperti sia-sia.
Tak lama, Alice segera menyeret anaknya bagaikan boneka cantik ke sebuah klinik yang dapat menjaga rahasia. Kesalahan Bianca harus diselesaikan hari ini juga.
"Kotoran di rahim anak pelacur ini, harus segera dibersihkan, jangan sampai kesepakatan bisnis dengan Goro Grup hancur hanya karena kelakuan pelacur vréngsék ini," pikir wanita paruh baya itu dengan kejam.
Bisnis mereka harus tetap bertahan, tidak boleh ada noda sedikitpun dalam pernikahan anak mereka.
Bianca menangis panik, dia tidak mau membuang anaknya. Anaknya ini adalah satu-satunya keluarganya selain papanya.
/0/16724/coverorgin.jpg?v=5fb38b63b4c120ac74d1d6de5fb0ff3c&imageMogr2/format/webp)
/0/27132/coverorgin.jpg?v=20251106164945&imageMogr2/format/webp)
/0/26710/coverorgin.jpg?v=20251106140956&imageMogr2/format/webp)
/0/27684/coverorgin.jpg?v=9407bbbeb2dd776ebabe50be116d8904&imageMogr2/format/webp)
/0/6686/coverorgin.jpg?v=20250122151454&imageMogr2/format/webp)
/0/27625/coverorgin.jpg?v=20251106165616&imageMogr2/format/webp)
/0/28970/coverorgin.jpg?v=10344e79afe4e75605576644215a88a9&imageMogr2/format/webp)
/0/26866/coverorgin.jpg?v=61d48a61e59f46241004869e31b436c0&imageMogr2/format/webp)
/0/22401/coverorgin.jpg?v=05880cb9713db940c28c9e6ab28b6350&imageMogr2/format/webp)
/0/18349/coverorgin.jpg?v=cf37b72abd26dae4467f484c4694da1d&imageMogr2/format/webp)
/0/26442/coverorgin.jpg?v=4dfe84d88149d8b3823065b373c3e037&imageMogr2/format/webp)
/0/29163/coverorgin.jpg?v=c354ec2c6aed2db5390990818807a52d&imageMogr2/format/webp)
/0/21121/coverorgin.jpg?v=bee36f504864146c898793df8909b8a0&imageMogr2/format/webp)
/0/27200/coverorgin.jpg?v=b250a528e180dbffa54c6e5df87dedc1&imageMogr2/format/webp)
/0/27225/coverorgin.jpg?v=afa14fbaade9b3a9d0c65a8433138a3b&imageMogr2/format/webp)
/0/29189/coverorgin.jpg?v=0833a9cb8133e62e2ac8bb4be13fef96&imageMogr2/format/webp)
/0/16078/coverorgin.jpg?v=c3990aa00c0bc5f2524051abfe2f061d&imageMogr2/format/webp)