Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
Cegil Si Boss Mafia

Cegil Si Boss Mafia

Mautenta

5.0
Komentar
32
Penayangan
7
Bab

Alya, merupakan gadis kampus yang ceria, ekspresif dan cenderung blak-blakan. Namun ia tak sengaja terseret ke dunia Rey, seorang pewaris muda dari keluarga gengster ternama. Rey terkenal dingin dan banyak orang takut untuk mendekatinya, tapi Alya malah merasa penasaran dan jatuh hati padanya. Untuk pertama kalinya Rey merasa hal yang belum pernah dia rasakan ketika bersama wanita aneh ini. Hanya saja, hubungan mereka tidaklah mudah. Musuh Rey banyak yang mengincar Alya, dan membuat Rey harus berpikir ulang jika ingin bersamanya.

Bab 1 Cowok Ganteng Bikin Penasaran

Di tengah teriknya matahari, Alya terlihat berlari terburu-buru di sepanjang jalan kampus dengan wajah pucat, sembari menoleh ke belakang sesekali.

"Sialaaan! Kenapa gue dikejar debt collector begini, sih? Padahal bukan gue yang ngutaaaang!" Alya mendesis dengan nafas terengah. Dia terus berlari, matanya mencari-cari tempat sembunyi dari kejaran seorang pria dewasa yang akhir-akhir ini menerornya.

Untung sebagai orang yang sering kabur saat bangku sekolah, Alya mampu memberi jarak yang cukup jauh dari orang yang mengejarnya itu. Hingga tiba-tiba saja, tanpa sengaja, dia menabrak seseorang.

Braaak!

Tubuh Alya terpental dan nyaris jatuh kalau saja tidak ada tangan kuat yang refleks menangkapnya. Untuk beberapa detik, dia hanya bisa menatap pria di depannya itu dengan mata membulat.

Orang yang ia tabrak ini tinggi, berwajah dingin, mengenakan jaket kulit hitam dengan tatapan mata tajam yang bikin merinding.

"Gan... teng... " gumam Alya tergagap, sekaligus terpesona.

Pria itu malah mengerutkan dahi. "Lo cari mati?" ucapnya ketus.

Alya menelan ludah, tapi sebelum sempat menjawab, debt collector yang mengejarnya sudah semakin mendekat.

"Heh! Cewek sialan! Sini! Udah dibilang jangan kabur, malah lari-lari mulu!" teriak pria bertubuh besar yang berhenti beberapa meter di bekalangnya. Pria itu terlihat terengah-engah, kehabisan napas.

"Mampus! Eh, tolongin gue, dong! Gue dikejar debt collector... Please, selametin gue...," pinta Alya pada pria di hadapannya, dengan perasaan ketar-ketir.

Pria itu melirik sekilas ke arah debt collector, kemudian mendesah, seolah sudah paham situasinya. "Tukang ngutang lo?" tanyanya heran.

"Kagak anjiirrr! Ini gara-gara... Assh... udahlah! Panjang ceritanya. Gue kabur dulu, ya!" Alya ingin kembali berlari, tapi pria yang sedang bersamanya kini malah menarik lengannya.

"Gue bantuin. Anggap aja ini hari sial gue," gumam pria itu pelan, sambil bergerak seolah sedang memeluk Alya.

"Hei, hei, lo mau ngapain?!" Alya mencoba untuk melepaskan diri, dia jelas merasa kaget dengan sikap pria ini yang tiba-tiba menariknya lebih dekat.

"Diem," ucap pria itu tegas.

Debt collector itu mendekat ke arah Alya yang nampak membelakanginya sambil dipeluk seseorang. Matanya lalu membulat ketika melihat dengan jelas pria yang sedang bersama Alya. "Waduh, i-itu kan...

"Lo ada urusan apa sama pacar gue?" tanya pria itu dengan suara rendah, tapi terasa penuh ancaman.

Si debt collector pun langsung terdiam, menelan ludah, menundukan kepala, dan berbalik arah memilih untuk pergi. "Sialan! Males banget urusan sama, tuh, bocah. Lagian kenapa tuh cewek pacaran sama dia, sih? Bikin ribet aja," gumamnya mengomel sendiri.

Alya menganga. "Eh, eh, siapa pacar lo?" Dia mendongakkan wajah, menatap heran ke arah pria yang terlihat lebih tinggi darinya.

Pria itu melepaskan tangannya dan melirik Alya dengan tatapan datar. "Kalau gue gak ngomong kayak gitu, lo mungkin udah dibawa kabur sama itu orang. Mau lo?"

Alya menatapnya, masih bingung. Dia menoleh ke belakang, melihat sang debt collector pergi begitu saja setelah mendengar ucapan pria ini. Hal ini jelas membuatnya heran.

"Kok... dia bisa langsung pergi gitu, sih? Emang lo siapa?" Alya mengernyitkan mata, memastikan kembali sosok pria misterius yang sedang bersamanya.

Pria itu hanya menyeringai kecil. "Gak penting. Dibilangin gue lagi sial ketemu orang aneh kayak lo."

"Eh, enak aja! Yang aneh siapa coba? Orang gue gak kenal lo, tau-tau lo yang ngaku pacar gue... gue nih yang sial!" Alya membalas dengan nada sebal, dia mencoba menutupi rasa malunya.

Namun, bukannya tersinggung, pria itu malah tertawa kecil. Tawanya terkesan sarkastis, tapi... entah kenapa, Alya merasa senyumnya punya sisi yang menarik.

"Udah ah. Minggir lo. Gue mau lewat, cewek aneh," ucap pria itu hendak mengakhiri pertemuannya.

Tapi bukannya menyingkir, Alya malah mengulurkan tangannya. "Gue Alya Syafira. Mahasiswa arsitektur. Dan... bukan orang aneh kayak yang lo bilang, ya," tegasnya memperkenalkan diri.

Pria itu menatap Alya dengan tatapan seolah sedang menilainya. Rey mengangkat salah satu alisnya, rasanya benar-benar terhibur dengan ucapan wanita aneh ini. "Alya? Nama lo alim banget. Gak sesuai sama sifat lo yang berisik."

"Hah? Maksud lo?" Alya melotot. "Lo baru kenal lima menit, udah bilang gue berisik?"

"Nah, ini. Berisik, 'kan? Itu fakta," jawab pria ini enteng, sambil akhirnya melangkah pergi melewati Alya.

"Eh, eh! Lo belum kenalin nama lo!" teriak Alya, berusaha mencegah.

Pria itu berhenti sejenak dan berucap, "Rey. Nama gue Rey Pamungkas." Lalu menoleh sekilas. "Ah, pastiin kita nggak bakal ketemu lagi. OK 'pacar dadakan'?" lanjutnya dengan senyuman menyeringai.

Alya mengernyitkan dahinya. Merasa heran dengan sikap pria yang baru dikenalnya, tapi baginya ini menarik. "Eh, tunggu dulu! Lo udah nolongin gue, jadi gue perlu traktir lo."

"Udah nggak usah. Bayar aja utang lo ke debt collector tadi. Utang dibawa mati, ntar lo mati nyusahin orang kalo utang belum lunas," oceh Rey sembarangan sambil melanjutkan langkahnya kembali.

Si Rey ini benar-benar punya mulut yang tajam. Tapi anehnya, Alya malah merasa semakin penasaran dengan pria ini. Siapa sebenarnya Rey? Kenapa dia bisa mengusir debt collector itu begitu saja tanpa perlawanan? Rasanya Alya ingin tahu lebih banyak tentang pria misterius ini.

"Hmm, kita lihat aja. Kayaknya seru juga kalo ketemu lagi," gumam Alya sambil menggigit bibirnya, menatap punggung Rey yang makin menjauh.

***

Keesokan harinya, Alya kembali ke kampus dengan semangat. Tidak ada yang berubah dalam rutinitas harian, kecuali satu hal: dia tidak bisa menghilangkan Rey dari pikirannya. Selama di kelas, dia sering melamun, bertanya-tanya tentang pria dingin itu.

"Rey... Siapa dia sebenarnya?" batinnya penasaran.

Saat istirahat siang tiba, Alya memutuskan untuk mencari tahu lebih banyak tentang pria itu. Dengan langkah cepat, dia mendatangi sahabat-sahabatnya yang sedang berkumpul di kantin.

"Eh, kalian kenal gak sih, sama yang namanya Rey? Rey... Pamungkas kalo nggak salah. Anak kampus sini bukan?" tanya Alya santai sambil mencomot keripik yang baru saja dibuka Vina–sahabat dekat Alya.

"Hah?! Rey?" Vina mendelik, menatap Alya dengan wajah heran. "Rey Pamungkas? Anak ekonomi itu? Lo nanya soal Rey? Seriusan?" Seolah-olah Vina seperti baru saja mendengar hal yang paling menakutkan.

Alya mengangguk, bingung dengan reaksi temannya yang tampak panik. Tapi dia merasa senang mendapatkan sedikit informasi yang baru ia ketahui. "Oh, jadi dia anak ekonomi?"

"Alya, lo gila? Kenapa juga lo tanya-tanya soal Rey?" Suara Vina yang tadinya sempat meninggi makin lama makin merendah.

Alya mengerutkan kening. "Emangnya kenapa? Gue penasaran tau sama dia. Dia ganteng banget ya. Keren gitu. Keliatannya kayak James Bond versi lokal." Malah merasa bangga menyebutkan pria yang membuat temannya panik.

Vina langsung menutup mulut Alya dengan kedua tangan, seolah-olah nama "Rey" adalah mantra yang bisa membawa bencana. "Sstt... Lo jangan ngomong sembarangan, Alya! Nanti lo bisa getahnya, tahu?"

Alya bingung setengah mati. Dia melepaskan tangan Vina dan kembali menjawab dengan crocosan kesal. "Getah apaan, sih? Getah bening? Kelenjar kali ah. Gila, lo ya, Vin. Lagian emang gue ngomong apaan? Kan gue cuma nanya doang tentang Rey."

Teman Alya yang lain, Rina, tiba-tiba mengalihkan pandangannya ke meja lain. "Jangan deh, Alya. Kalo lo penasaran mending jangan sama si Rey, sama yang lain aja. Lo gak tahu apa dia bahaya?"

"Bahaya? Bahaya kenapa?" Alya semakin penasaran.

Rina lalu berbisik mendekati Alya. "Denger ya, Alya. Rey itu, dia anak dari 'Bos Besar'."

"Bos?" Alya makin bingung. "Bos Besar gimana sih maksudnya? Bapaknya gendut gitu?"

Rina langsung terdiam, menatap Alya dengan ekspresi yang campur aduk-antara kasihan dengan kebodohan Alya dan gondok dengan respon temannya ini. "Alya, lo serius nggak ngerti, ya? Itu 'Bos' yang gue maksud tuh... ya, Bos... beda dunia gitu..."

"Apaan sih? Bapaknya dukun? Gak jelas ah lo, Rin. Bos beda dunia apaan? Setan kali beda dunia." Alya benar-benar tidak puas dengan jawaban teman-temannya. Bukannya semakin jelas menemukan informasi tentang Rey, dia malah dibuat semakin pusing dengan ucapan temannya yang tak lugas.

"Dia itu orang berkuasa. Punya koneksi di mana-mana. Lo pikir dia cuma cowok keren, ganteng, tampan, rupawan gitu doang? Hey! Bangun lo! Itu si Rey bukan orang biasa yang bisa lo deketin sembarangan! Pokoknya jangan deh!" Vina berusaha untuk tetap mengingatkan sahabatnya. Dia menjelaskan dan menasehati Alya supaya tak salah jalan.

Namun bukan Alya jika dilarang begitu saja berhenti. Mendengar ucapan teman-temannya ini, dia malah semakin tertantang. "Bagus kalau kayak gitu," ucapnya sambil tersenyum menyeringai, membuat teman-temannya yang melihat jadi merindingmelihat ekspresinya.

Bersambung...

Lanjutkan Membaca

Buku serupa

Cinta yang Tersulut Kembali

Cinta yang Tersulut Kembali

Calli Laplume
4.9

Dua tahun setelah pernikahannya, Selina kehilangan kesadaran dalam genangan darahnya sendiri selama persalinan yang sulit. Dia lupa bahwa mantan suaminya sebenarnya akan menikahi orang lain hari itu. "Ayo kita bercerai, tapi bayinya tetap bersamaku." Kata-katanya sebelum perceraian mereka diselesaikan masih melekat di kepalanya. Pria itu tidak ada untuknya, tetapi menginginkan hak asuh penuh atas anak mereka. Selina lebih baik mati daripada melihat anaknya memanggil orang lain ibu. Akibatnya, dia menyerah di meja operasi dengan dua bayi tersisa di perutnya. Namun, itu bukan akhir baginya .... Bertahun-tahun kemudian, takdir menyebabkan mereka bertemu lagi. Raditia adalah pria yang berubah kali ini. Dia ingin mendapatkannya untuk dirinya sendiri meskipun Selina sudah menjadi ibu dari dua anak. Ketika Raditia tahu tentang pernikahan Selina, dia menyerbu ke tempat tersebut dan membuat keributan. "Raditia, aku sudah mati sekali sebelumnya, jadi aku tidak keberatan mati lagi. Tapi kali ini, aku ingin kita mati bersama," teriaknya, memelototinya dengan tatapan terluka di matanya. Selina mengira pria itu tidak mencintainya dan senang bahwa dia akhirnya keluar dari hidupnya. Akan tetapi, yang tidak dia ketahui adalah bahwa berita kematiannya yang tak terduga telah menghancurkan hati Raditia. Untuk waktu yang lama, pria itu menangis sendirian karena rasa sakit dan penderitaan dan selalu berharap bisa membalikkan waktu atau melihat wajah cantiknya sekali lagi. Drama yang datang kemudian menjadi terlalu berat bagi Selina. Hidupnya dipenuhi dengan liku-liku. Segera, dia terpecah antara kembali dengan mantan suaminya atau melanjutkan hidupnya. Apa yang akan dia pilih?

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku