Karena patah hati mendapati mantan kekasihnya sudah menikah dan memiliki anak, Charisa menjadi hilang akal setelah dua belas tahun kembali ke Jakarta dan nekat melakukan hubungan satu malam dengan seorang pria yang ia kira adalah asisten barunya di kantor. Orang yang ia pikir adalah Jimmy sang asisten yang akan membantunya bekerja di kantor barunya ternyata seorang konglomerat yang berpura-pura mengaku asistennya karena sebuah kesalahpahaman Charisa. Pertemuan dan hubungan satu malam itu akhirnya membuat ia hamil, Charisa terlalu malu untuk mencari identitas pria yang menghamilinya itu karena kebodohan itu yang ia ciptakan sendiri. Di saat bersamaan, Charisa baru mengetahui fakta kalau mantan kekasihnya Genta belum menikah dan memiliki anak. Mereka berdua sempat akan memulai hubungan baru lagi dari awal, namun semuanya menjadi pelik karena Charisa hamil tetapi Charisa ragu untuk berterus terang.
Dengan langkah penuh percaya diri Charisa berjalan keluar dari gerbang kedatangan luar negeri di bandara Soekarno Hatta. Tangan kanannya menyeret koper dengan brand merk terkenal nan mewah sementara tangan kirinya merapikan rambut ombre ash brown-nya. Gadis cantik itu berjalan sambil melihat-lihat kerumunan orang yang menjemput penumpang pesawat yang baru datang.
Di antara banyak orang itu ia mencari orang yang akan menjemputnya. Charisa mengomel karena baterai ponselnya tidak sempat ia charge penuh dan sekarang sudah tidak bernyawa. Bagaimana caranya dia menemukan orang yang akan menjemputnya.
Sebelumnya di bandara Tokyo, Tuan Juko memberitahunya kalau yang akan menjemputnya bernama Jimmy. Katanya orang yang akan menjemputnya sudah mengenal wajahnya dan akan langsung menghampirinya.
"Bodoh! Bagaimana bisa aku memegang perkataan Tuan Juko. Darimana orang itu akan mengenaliku langsung," gerutu Charisa kesal. Mau tidak mau dia harus mencari taksi dan pergi ke hotel sendiri.
Charisa berhenti sebentar dan melihat sekelilingnya. Dia melepas kacamatanya agar wajahnya terekspos dengan jelas. Menurut Tuan Juko, orang itu akan mengenalinya langsung.
"Maaf Nona permisi!" Seorang pria berjalan ke arahnya dengan wajah tersenyum sambil memegang ponselnya. Namun belum sempat pria itu mengutarakan maksudnya, Charisa langsung menyerahkan kopernya tanpa memberikan kesempatan pria itu bicara terlebih dulu.
"Sebelum ke hotel, antar aku dulu ke sebuah tempat!" titah Charisa.
Pria itu tampak terkejut karena tiba-tiba Charisa memberinya koper. Gadis itu berjalan mendahuluinya tanpa mengatakan hal lain.
"Nona --"
"Kenapa lama sekali, kita tidak punya waktu!"
Pria itu tampak terdiam beberapa lama sambil menatap Charisa dengan ekspresi heran. Akhirnya dengan wajah kebingungan pria itu berjalan di depan Charisa sambil membawakan kopernya menuju tempat parkir. Charisa menghela napas dalam-dalam, merasakan aroma udara dari kota yang selama ini sudah lama ia tinggalkan. Rasanya menyenangkan bisa kembali ke kampung halamannya. Charisa masuk ke dalam mobil mengabaikan tatapan aneh dari pria yang duduk di belakang setir. Dia terlihat bersemangat dan sudah tidak sabar untuk melihat perubahan kota yang sudah ia tinggalkan selama dua belas tahun.
"Jimmy sebelum kau antarkan aku ke hotel, apa kau bisa mengantarkanku ke sebuah tempat?" tanya Charisa pada orang yang akan menjadi supirnya selama di Jakarta.
"Jimmy!" ucap pria itu sambil manggut-manggut. Dia menatap wajah Charisa dengan penuh minat.
"Tentu saja Nona. Mau ke mana saja saya akan antar," jawab pria itu patuh. Beberapa kali dia berdecak kagum menatap wajah Charisa yang cantik.
Charisa tersenyum senang dengan sikap patuhnya. Dia baru pertama kalinya bertemu dengan Jimmy. Sebelum dia berangkat ke Jakarta dia memang diberitahu oleh perusahaannya di Jepang kalau selama dia bekerja di Jakarta, Jimmy akan menjadi supir pribadinya yang akan membantunya menyelesaikan pekerjaan selama di Jakarta.
"Nanti sebagai gantinya aku akan traktir kau kopi yang enak!"
"Hmm, saya tidak biasa minum kopi, Nona," jawabnya dengan tawa renyah.
Charisa sempat melirik ke arahnya karena suara tawa pria itu yang terdengar hangat dan menyenangkan. Suara tawanya itu mengingatkannya pada seseorang.
"Bagaimana bisa anak muda sepertimu tidak suka kopi?" tanya Charisa heran.
"Saya punya penyakit lambung Nona. Jadi saya menghindari minuman yang berkafein."
"Ooh, ya sudah akan mentraktirmu es krim," sambung Charisa.
"Baik Nona. Haha. Tapi apa saya terlihat seperti anak kecil yang suka es krim," cicit pria itu sambil menyetir.
"Bukan seperti itu. Setidaknya aku mentraktirmu karena ini hari pertama kita bertemu sebagai partner."
Pria itu tertawa kecil menanggapinya. Dia hanya mengangguk-angguk kecil. Ekspresi wajahnya sangat menyenangkan. Charisa merasa kalau dia akan menjadi supir yang asyik. Sepertinya dia juga akan menjadi orang yang akan ia andalkan selama ia ditugaskan menjadi CEO di kantor Vallarta cabang Jakarta. Sebelumnya dia menjabat sebagai wakil direktur di Vallarta Jepang. Dia pergi ke Jakarta untuk menggantikan posisi CEO yang sebelumnya. Kenapa Charisa diutus ke sini, mungkin karena latar belakangnya sebagai warga negara Indonesia asli jadi bisa memudahkan Vallarta dalam masa transisi kepemimpinan.
Charisa juga tidak tahu apakah posisi itu untuk sementara apa untuk selanjutnya. Pemimpin perusahaan Vallarta belum secara resmi memberitahunya.
"Jadi, apakah sekarang Nona ingin mengunjungi salah satu kerabatmu?" tanyanya saat melihat lokasi GPS yang sudah Charisa atur di layar monitor mobilnya sebelumnya.
"Bukan kerabat. Aku tidak punya keluarga lain selain orangtuaku yang di Jepang. Aku hanya ingin mampir melihat tempat tinggalku dulu sebentar."
"Oh di Jepang. Apa di sini tempatnya?" Dia menghentikan mobilnya di depan sebuah rumah berlantai dua yang memiliki halaman depan yang luas.
Charisa tidak langsung menjawab. Tatapannya hanya tertuju ke depan. Sorot matanya berkaca-kaca. Tatapan haru sekaligus rindu yang menyeruak. Jimmy pun memutuskan untuk diam menunggu perintah Charisa.
Rumah yang dulu ia tinggali dengan orangtuanya dulu ternyata masih kosong. Tapi bukan itu tujuan gadis itu sebenarnya. Dia menatap dan mengawasi rumah sebelahnya. Tak lama kemudian terlihat gerbang rumah itu terbuka. Charisa menahan napasnya dengan mata yang sudah penuh dengan bulir bening.
Dua orang keluar dari rumah. Seorang pria sambil menuntun seorang gadis kecil berusia delapan tahun.
Charisa terisak dengan suara tertahan. Dia melihat pria itu tampak bahagia sambil menuntunnya masuk ke dalam mobil. Sementara pria itu memperhatikan raut wajah Charisa yang berubah sedih.
"Hah! Sudah dua belas tahun. Tidak mungkin dia belum menikah dan punya anak!" ucap Charisa dengan nada kesal.
"Siapa dia Nona?" tanyanya penasaran. Ada hubungan apa antara pria yang membawa anak itu dengan Charisa.
"Tetanggaku dulu," jawab Charisa dengan wajah yang terlihat kecewa.
"Oh, terus apa yang akan kita lakukan sekarang. Apa Anda mau turun dan menyapanya?" tanyanya bingung.
"Tidak!" seru Charisa dengan ekspresi wajah yang marah dan kesal. Siapapun yang melihat pasti akan mengira kalau Charisa terkejut dan apa yang ia temukan sekarang ini tidak sesuai dengan ekspektasinya.
"Kita langsung ke hotel saja!" titah Charisa dengan wajah yang menahan marah.
Pria itu tidak banyak bertanya lagi karena berusaha memahami suasana hati gadis cantik itu. Dia segera menyalakan mesin mobil dan melajukannya menuju hotel.
Sepanjang perjalanan Charisa berusaha untuk tenang dan melupakan apa yang baru ia lihat tadi. Namun dalam hatinya penuh gejolak. Pria itu adalah Genta Dirmansyah, dia tetangganya waktu itu. Sebelum keluarganya pindah ke Jepang karena ayahnya dipindahkan ke sana, Charisa sempat bertetangga dengan Genta dari kecil. Tentu saja bisa ditebak, Genta adalah cinta pertamanya. Mereka sempat pacaran waktu SMA, mereka berdua terpaksa berpisah karena orang tua Charisa pindah bekerja ke Jepang. Setahun pertama berpisah, mereka masih berkomunikasi lewat email dan telepon. Tetapi setelah masuk masa ujian SMA mereka mulai menjauh dan hilang kontak sampai sekarang ini.
"Nona kita sudah sampai!" suara pria itu menghentikan lamunan Charisa.
Charisa melirik kanan kiri kalau dia sudah sampai di hotel.Tapi dia sedikit kebingungan.
"Ada apa?" tanya pria itu heran.
"Aku belum mau ke kamar hotel dulu. Pikiranku agak kacau. Antar aku ke bar hotel dulu dan temani aku minum di sana!" ajak Charisa dengan nada memaksa.
Pria itu terlihat kaget dengan permintaan Charisa yang tiba-tiba.
"Apa kau juga tidak bisa minum alkohol?" tanya Charisa dengan wajah menggoda. Melihat wajah Charisa yang terlihat seperti orang yang putus asa setelah melihat pria yang merupakan cinta pertamanya itu. Akhirnya dia pun mengangguk menyetujui keinginan gadis itu.
Bab 1 Ternyata Sudah Menikah
21/01/2025
Bab 2 Bermalam di Hotel
21/01/2025