Setelah bertahun-tahun menjalani pernikahan, pasangan ini menghadapi krisis yang membuat mereka mempertanyakan janji setia mereka. Namun, ketulusan hati dan cinta yang tak pudar membuat mereka menemukan kembali makna kesetiaan dalam pernikahan.
Hari itu, langit di atas Gereja St. Mary tampak begitu cerah. Setiap sudut dipenuhi bunga-bunga segar berwarna putih dan merah muda. Musik pengiring pernikahan mengalun lembut, mengiringi langkah Sita yang berjalan perlahan menuju altar. Di sana, Raka menunggunya, berdiri tegak dengan mata yang berbinar, mengenakan jas pengantin hitam yang sempurna.
Sita melangkah dengan hati berdebar, tak hanya karena hari itu adalah hari terpenting dalam hidupnya, tetapi juga karena janji-janji yang akan terucap. Ketika tiba di depan Raka, dia melihat mata pria itu penuh harapan. Mereka saling berpandangan, dan seketika dunia seakan berhenti berputar.
Pendeta: "Sita, Raka... Hari ini kalian berdiri di sini bukan hanya untuk saling mencintai, tetapi juga untuk saling setia dalam suka dan duka, dalam kesehatan dan penyakit, dalam kekayaan dan kemiskinan. Apakah kalian berdua siap untuk saling mendukung dalam perjalanan hidup ini?"
Raka memegang tangan Sita dengan lembut, dan mengangguk penuh keyakinan.
Raka: "Saya siap, Sita. Dengan seluruh hati saya, saya janji untuk selalu ada untukmu."
Sita menatap mata Raka dalam-dalam, merasa terhubung dengan pria yang telah ia pilih untuk berbagi hidup.
Sita: "Saya juga siap, Raka. Saya janji akan selalu mencintaimu, apapun yang terjadi."
Pendeta tersenyum melihat mereka berdua, lalu meminta mereka untuk mengucapkan janji setia mereka. Sita dan Raka melafalkan kata-kata itu bersama-sama dengan suara yang sedikit bergetar, namun penuh harapan.
Pendeta: "Dengan ini, saya sahkan kalian sebagai suami dan istri. Semoga kasih dan kesetiaan kalian tumbuh dan berkembang dalam setiap langkah hidup bersama."
Raka dan Sita saling berpegangan tangan, dan mereka menatap satu sama lain dengan penuh kebahagiaan. Sebuah senyum lebar terukir di wajah mereka. Di hadapan keluarga dan teman-teman yang hadir, mereka merasa dunia ini milik mereka berdua.
Setelah upacara selesai, mereka berjalan keluar gereja sebagai pasangan yang baru saja menikah. Mereka disambut dengan tepuk tangan dan sorak sorai. Raka memandang Sita dengan penuh cinta.
Raka: "Kau tahu, aku merasa seperti impian yang menjadi kenyataan. Aku tidak sabar menanti hari-hari yang akan datang, Sita. Kita akan menghadapi dunia bersama."
Sita menggenggam tangan Raka lebih erat, matanya berbinar.
Sita: "Aku juga, Raka. Aku tidak tahu apa yang akan terjadi di depan, tapi selama kita bersama, aku yakin kita akan bisa melewati apapun."
Mereka melangkah menuju mobil pengantin yang menanti, tetapi meskipun banyak orang yang ada di sekitar mereka, hanya ada satu suara yang terdengar di hati mereka: Selamanya.
Namun, di balik kebahagiaan itu, ada seberkas bayangan kecil yang belum mereka sadari. Sebuah tantangan yang akan datang dan menguji sejauh mana mereka bisa menjaga janji setia yang baru saja mereka ucapkan. Tapi untuk hari itu, mereka hanya ingin menikmati momen indah mereka-hari yang mereka impikan selama ini.
Sita (dalam hati): Aku janji, Raka. Aku akan berusaha menjadi istri yang terbaik untukmu. Kita akan melewati semuanya bersama.
Namun, tanpa mereka ketahui, ujian terbesar dalam perjalanan pernikahan mereka akan datang lebih cepat dari yang mereka bayangkan.
Malam pernikahan itu, Raka dan Sita merayakan cinta mereka dalam pesta yang penuh kegembiraan. Lantunan musik riang mengisi ruangan besar, sementara para tamu saling bercengkerama. Di tengah keramaian, Raka dan Sita berdansa di bawah cahaya lampu yang lembut, seolah dunia hanya milik mereka berdua.
Raka menatap wajah Sita yang tampak bersinar, matanya memancarkan kebahagiaan.
Raka: "Aku tidak pernah membayangkan bisa berdiri di sini, di sampingmu, Sita. Semua ini terasa seperti mimpi."
Sita tersenyum, tangannya meremas lembut bahu Raka.
Sita: "Aku juga merasa begitu, Raka. Kita akhirnya sampai di sini... bersama."
Raka: "Kau tahu, aku ingin menjaga janji kita, Sita. Aku ingin kita tetap seperti ini selamanya."
Sita: "Dan aku, Raka. Kita akan melalui segala suka dan duka bersama."
Mereka melanjutkan dansa mereka, namun di tengah kebahagiaan itu, Sita merasa ada sesuatu yang mengganjal di dalam hatinya. Sebuah perasaan yang tak bisa ia ungkapkan, meskipun di luar semuanya tampak sempurna. Raka sibuk dengan tamu dan teman-temannya, sementara Sita memikirkan tentang apa yang akan datang setelah malam indah ini berakhir.
Setelah beberapa saat, Raka menyadari Sita tampak lebih pendiam dari biasanya. Ia menghampiri dan mengelus pipinya dengan lembut.
Raka: "Ada apa, sayang? Kau tampak sedikit jauh...?"
Sita tersenyum, mencoba menyembunyikan perasaan yang mulai tumbuh dalam dirinya.
Sita: "Tidak apa-apa, Raka. Aku hanya merasa sedikit lelah. Tapi aku bahagia, sungguh."
Namun, Raka bisa merasakan ada sesuatu yang tersembunyi di balik senyum Sita. Ia menatapnya penuh perhatian.
Raka: "Kau bisa jujur padaku, Sita. Apa yang mengganggumu?"
Sita terdiam sejenak, mencari kata-kata yang tepat. Di satu sisi, ia ingin menjaga suasana hati malam itu tetap ceria, tetapi di sisi lain, hatinya berbisik bahwa ia harus lebih terbuka kepada suaminya.
Sita: "Aku hanya... merasa cemas tentang masa depan kita, Raka. Semua ini terasa sangat indah, tapi aku tahu kehidupan tidak selalu seperti ini. Kita pasti akan menghadapi banyak tantangan, bukan?"
Raka memandangnya, dan dalam beberapa detik yang terasa sangat lama, ia mengerti apa yang dirasakan istrinya. Perasaan yang selama ini ia pendam juga mulai muncul ke permukaan-ketakutan akan apa yang mungkin terjadi, tantangan-tantangan yang belum terbayangkan.
Raka: "Kita akan menghadapinya bersama, Sita. Janji itu bukan hanya kata-kata kosong. Kita akan belajar dari setiap tantangan, dan kita akan menghadapinya bersama. Aku berjanji itu padamu."
Sita menatap suaminya dengan mata berkaca-kaca. Ia merasa beban yang ada di hatinya sedikit terangkat. Meskipun ketakutannya tidak akan hilang begitu saja, ia tahu satu hal: selama mereka bersama, mereka bisa melewati apapun.
Sita: "Terima kasih, Raka. Aku juga berjanji akan selalu mendukungmu, dalam apapun yang terjadi."
Raka membelai rambut Sita dengan lembut, dan mereka kembali berdansa, kali ini dengan ketenangan yang lebih mendalam. Namun, di dalam hati mereka masing-masing, kedua jiwa itu tahu bahwa perjalanan baru saja dimulai, dan janji yang terucap hari ini akan diuji seiring berjalannya waktu.
Keduanya tidak tahu bahwa dalam beberapa bulan ke depan, mereka akan dihadapkan pada ujian yang jauh lebih besar daripada yang mereka bayangkan-sebuah ujian yang akan menguji ketulusan dan kesetiaan mereka satu sama lain. Tetapi, malam itu, di bawah cahaya lampu pernikahan mereka, Raka dan Sita merasa yakin bahwa mereka akan tetap berdiri bersama, menghadapi apapun yang datang. Karena bagi mereka, cinta dan janji setia itu adalah segalanya.
Sita (dalam hati): Apa pun yang terjadi, Raka, kita akan selalu bersama. Aku akan berjuang untuk cinta kita.
Tangan mereka saling menggenggam erat, seakan tak ada kekuatan yang bisa memisahkan mereka. Tetapi, mereka berdua tahu bahwa perjalanan hidup mereka akan jauh lebih sulit dari sekadar janji yang terucap di altar.
Bersambung...
Buku lain oleh ELESER
Selebihnya