Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
Friends for Benefits

Friends for Benefits

Carol Ran

5.0
Komentar
Penayangan
1
Bab

(18+) Renata mencintai James, sahabatnya. Namun, dia tahu James tak pernah memiliki perasaan yang sama. Satu-satunya cara agar James tak pernah pergi dari sisinya hanyalah hubungan rahasia yang mereka jalin. Sebuah 'hadiah' yang Renata beri hanya untuk James, kapanpun pria itu minta. Renata tak akan menyerah, akan dia pertaruhkan segalanya demi mendapatkan James.

Bab 1 Hanya objek kesenangan

Keringat bermunculan di kening Renata. Mata indahnya terpejam erat, merasakan sensasi aneh ketika bibir James menjalajahi lehernya. Pria bertubuh kekar itu memberikan gigitan ringan, lalu menghisap lehernya pelan.

"Ahh."

Namun, tiba-tiba pergerakan James terhenti. Pria itu bangun, duduk di tepi ranjang. Renata mengernyitkan alis melihat itu. Dia ikut bangun dan duduk di samping James. Tanpa mengancingkan kemejanya, Renata duduk bersila.

"Kenapa?"

James menggelengkan kepala. Pria itu meraih kausnya di ujung ranjang dan memakainya cepat. Tepat setelahnya, ponselnya di atas laci berbunyi. Sebelum James mengambilnya, Renata bisa melihat nama si pemanggil.

"Halo."

James melirik Renata yang memasang wajah datar. Pria itu mendengarkan si penelepon dalam diam. Matanya tak beralih, terpaut pada netra keabuan Renata.

"Iya, sayang. Tiga puluh menit. Hmm," ucap James, lalu menutup panggilan.

Si pemanggil, Lia, adalah kekasihnya. Mereka sudah menjalin hubungan selama enam bulan, tiga bulan sebelum hubungan rahasianya dengan Renata dimulai. Dia mencintai Lia, tetapi tak bisa menolak tawaran dari Renata.

"Mau pergi?" Renata akhirnya bersuara, setelah hampir lima menit hanya diam menatap James.

James tak menangkap emosi dari suara perempuan itu. Akhirnya dia hanya mengangguk, memilih untuk jujur. Tak ada alasan baginya untuk menutupi, karena Renata sangat tahu mengenai hubungannya dengan Lia.

"Oke." Renata menggedikkan bahu santai. Dia beringsut turun dari ranjang. "Next time aja kalau gitu."

Tetapi, belum juga kakinya menginjak lantai dengan benar, James sudah menarik tubuhnya. Otomatis Renata jatuh ke dalam pangkuan James. Kakinya yang hanya memakai hot pants itu terasa hangat ketika mengenai kulit James.

James meletakkan dagunya di bahu Renata. Tangannya perlahan melingkari pinggang ramping perempuan itu. Dia bergumam halus, menempelkan bibirnya di telinga Renata, membuat perempuan itu memejam kegelian.

Renata berusaha melepas tangan James dari perutnya. Tetapi, kekuatan pria itu tentu jauh lebih besar dari dirinya. Usahanya sia-sia saja. Bagaikan berusaha memutuskan ikatan rantai tanpa senjata, hanya menggunakan tangan kosong.

"Kenapa? Udah nggak suka?" bisik halus Janes, tepat di depan telinga Renata.

Dengan sengaja pria itu memberi kecupan, mengintipkan lidahnya sedikit untuk menjilat ujung telinga Renata. Sontak saja Renata memejamkan mata, merasakan sensasi menggelitik yang sampai ke perutnya.

"James," peringat Renata. "Katanya mau pergi? Nanti cewek lo marah-marah. Gue lagi males berantem."

James menghentikan gerakannya. Perlahan dia menarik kepala dari bahu Renata. Punggung perempuan itu terlihat begitu kecil, seakan bisa remuk hanya dengan satu hentakan saja. Namun, siapa sangka Renata sangat kuat menghadapi James selama ini.

"Sana," usir Renata.

Satu ujung bibir James terangkat. Baiklah, kalau itu yang Renata mau. Dia melepas rangkulannya dari pinggang Renata, membiarkan perempuan itu bangkit dari pangkuannya. James menggunakan kedua tangannya sebagai tumpuan tubuh.

"Kamu serius?" tanyanya, memancing Renata.

Kepala James teleng ke kanan, menatap nakal Renata yang hanya berdiri diam. Perempuan itu terlihat begitu cantik dalam keadaannya sekarang. Kemeja yang tak terkancing, memperlihatkan sebuah bra berwarna hitam yang dia pakai. Jangan lupakan hot pants hitam yang bahkan tak mampu menutupi separuh paha Renata.

Renata berkacak pinggang. Bola matanya berputar jengah. "Terus? Kalau gue minta lo tetep di sini, lo bakal batal pergi gitu?"

Tak menjawab, James hanya diam menatap mata Renata. Pria itu memandang intens, seakan berusaha mengoyak isi kepala Renata. Untuk beberapa saat, Renata kembali tetpesona oleh tatapan James.

"Sial," umpat Renata pelan, memalingkan wajah.

James tertawa menyadari semburat merah muda di wajah perempuan itu. Menggemaskan sekali, membuatnya ingin mengarungi Renata dan menyimpannya untuk dilihat seorang diri. Tak rela membayangkan ada pria lain yang melihat Renata malu-malu dalam keadaan setengah telanjang.

"Udahlah lo-ah!"

Renata melotot. James menariknya secara tiba-tiba. Pria itu membaringkan setengah tubuhnya di atas ranjang, membiarkan Renata menindihnya. Dia mengangkat ujung bibirnya, meniup wajah Renata gemas.

"Lucu," pujinya. "Karena lo lucu, gue bakal tinggal di sini lebih lama. Satu jam?"

Renata terlihat terkejut. Tak biasanya James mau tetap di sisinya setelah mendapat telepon dari Lia. Biasanya pria itu akan langsung memakai pakaiannya, beranjak pergi. Bahkan James sering lupa untuk berpamitan.

"Beneran? Lo cuma mau permainin gue, kan?"

James menipiskan bibir. "Mau bukti?" tantangnya.

Satu alis Renata terangkat. Dia menganggukkan kepala, meremehkan ucapan James. Tidak mungkin James membuat Lia, kekasih kesayangannya itu sedih atau marah. Kalau Renata, bahkan menangis pun James tak mungkin benar-benar peduli.

"Oke," ucap James santai.

Dengan mudah James menjatuhkan tubuh Renata ke samping. Tanpa memberi jeda James naik ke atas tubuh perempuan itu. Duduk dengan kedua kaki di sisi tubuh Renata, James membuka kausnya. Perutnya kini tak tertutup sehelai benangpun, otot-ototnya menonjol menarik perhatian Renata.

Tak sampai di sana, James mengangkat tubuh Renata ke tengah ranjang. Setelah itu tanganya bergerak lincah melepas kemeja Renata. Dengan senyum miring tercetak, dia menelisikkan kedua taggannya ke punggung Renata.

"Satu kali permainan," ucapnya.

...

James berjalan mengendap hingga sampai di belakang punggung Lia. Kedua tangannya terangkat, menutup mata Lia dari belakang. Reflek kekasihnya itu berbalik. Dengan wajah terkejut Lia menatap James, sebelum berubah menjadi raut kesal di detik selanjutnya.

"Telat!" kesalnya.

James hanya tertawa. Dia memeluk erat Lia. Walau ingin memberontak, Lia tak punya kekuatan bila sudah berada dalam kungkungan James. Tenaganya kalah jauh. Lihat saja urat yang menonjol dari pergelangan tangan James.

"Maafin, ya?" pinta James. "Tadi bener-bener ada kecelakaan kecil. Lihat, aku sampe keringetan karena takut telat. "

Lia mendongak. Benar saja, leher James yang basah oleh keringat mengkilap terkena pantulan cahaya. Lia langsung cemberut. Tangan kecilnya terangkat, menyentuh leher kekasihnya. James menggeliat kecil, merasa geli ketika jemari kecil Lia bergerak-gerak di sana.

Lia berdecak. "Yaudah. Aku maafin, walau telat hampir dua jam. Aku sampai kering nungguin di sini kayak orang kurang kerjaan." Lia menghentakkan kaki. "Aku daritadi dilihatin orang-orang tahu. Sampai malu."

"Ututu." James tersenyum, mengacak puncak kepala Lia. Ternyata keputusan yang sangat menguntungkannya untuk tinggal lebih lama dengan Renata. Selain mendapatkan hal 'luar biasa' dia juga bisa melihat Lia merajuk.

"Maafin aku. Janji besok kalau kita ketemu, aku bakal datang satu jam lebih dulu."

Dengan bibir megerucut Lia mengangguk. Akhirnya dia mau membalas pelukan James. Tangan kecilnya melingkar di tubuh James, sedangkan kepalanya dia tenggelamkan di dada bidang pria itu. Dia membiarkan dagu James menempel di atas kepalanya.

Sedangkan di balik dinding tak jauh dari James dan Lia berada, Renata mengawasi diam-diam. Dengan topi menutupi setengah wajahnya Renata mengikuti James ke sana. Tangannya terkepal, sekali-lagi menyadari posisinya.

Lanjutkan Membaca

Buku lain oleh Carol Ran

Selebihnya

Buku serupa

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku