Song For Luna

Song For Luna

HeNov

5.0
Komentar
72
Penayangan
16
Bab

"Nama gw Alvino. Tapi lo bisa panggil gw Vino. Gw boleh ya minta nomer lo. Jadi kalo gw ke Bandung lagi gw bisa hubungin lo. Gak apakan? " "Boleh. Kabarin ajah klo lagi di Bandung. Gw jadi guide lo juga gak apa. Sehari 200rb jadi tour guide lo. Mayan, wkwkwkwk...! And by the way..., nama gw,Luna...." Perkenalan itulah yang memulai kisahku dengan Vino. Laki-laki yang akan membuat hidupku bagaikan Roller Coaster. Laki-laki yang akan mendatangkan badai yang harus ku terjang. Apakah aku akan menyerah? Atau terus berjuang?

Bab 1 1.Awal Kisah

"Cek One... Cek... One... Cek ...Sip! Udah oke Kang, mic-ku!" sambil mengacungkan jempol, isyaratku pada Kang Deni.

Ya, malam ini band-ku akan perform di salah satu PUB ternama di Bandung. Aku vocalist sebuah band yang biasa mengisi di sejumlah Cafe, PUB atau event. Band-ku bernama, "He She".

Seperti biasa, kami selalu berkumpul dan makan bersama setelah cek sound atau sehabis manggung. Sambil makan biasanya kami bertukar fikiran tentang musik, lagu baru, kostum dan hal lainnya. Itu juga bikin kami lebih solid secara band. Malah kedekatan kami sudah seperti keluarga.

"Ngebakso dulu di mang Eko,yuk ah!" ujar Roni pemain keyboardku.Semua mengiyakan.

"Waregh pisan,uy !"(kenyang banget) ujar Gani drumerku sambil mengelus perutnya yang kekenyangan.

"Ntar malem jangan lupa, kostum black and red, ya. Jam tujuh dah standby. Tong telat!" ujar Doni, sang gitarist sekaligus leader band kami. Kami pun mengangguk dan membubarkan diri bersiap untuk malam nanti.

Ah, akhirnya aku sampai di kost-anku.

Aku memang tinggal di kost-an. Orang tuaku sudah meninggal dan aku tidak mau menjadi beban kakak lelakiku satu-satunya. Apa lagi dia sudah berkeluarga, lebih baik dia fokus dengan keluarganya. Aku pun sudah bukan anak kecil lagi. Tahun ini aku sudah berusia 22 tahun.

Hasil gajiku dari band ini cukup untuk bertahan hidup sendiri. Bahkan kadang aku bisa membelikan keponakanku yang berumur 5 tahun, hadiah jika sedang dapat event besar. Setelah mandi, aku bersiap untuk bernyanyi nanti malam. Setelah selesai make up dan memakai kostum, aku pun melaju dijalanan dengan motor matic-ku.

Malam ini PUB terbilang ramai. Bandung salah satu kota yang kehidupan malamnya pun ramai.Satu sesi sudah kita lalui dan saat break akan diselingi oleh perform DJ.

Ah, aku bergegas ke toilet, sudah tak tahan lagi untuk buang air kecil.

DUG!!

Aku menabrak seorang laki-laki karena berlari tanpa memedulikan apa-apa lagi dan hanya bilang maaf tanpa berhenti.

"Ahhhh... Legaaaa..." ujarku dalam hati.

Namun, saat aku berjalan keluar dari kamar mandi, aku dihadang laki-laki yang kutabrak tadi.

"Udah pipisnya? Ampe ngebut gitu." ujarnya menggodaku.

"Duh, maaf ya. Abis kebelet. Maaf banget!" aku membungkuk meminta maaf.

Lelaki ini sudah jelas lebih tua dariku tapi bukan tua sih, matang tepatnya. Rapi, simple, tapi semua yang dipakainya barang branded.

"Dimaafin ..., asal mau nemenin minum di sini!" ujarnya sambil tersenyum dan menunjuk ke arah mejanya.

Ya, sebagai vocalist dan pemain band adalah host di tempat ini. Kami diwajibkan untuk bersikap ramah kepada tamu yang datang. Aku memang terbiasa menyapa pengunjung yang sedang melepaskan penat mereka di PUB ini. Ada yang sendirian, bersama keluarga atau berkumpul dengan teman-temannya.Terkadang menemani mereka minum.

Pekerjaan ini juga mengharuskanku menceriakan malam mereka dengan lagu dan juga karamah-tamahan. Tapi tetap, aku harus bisa menjaga diri. Terkadang, ada saja lelaki hidung belang yang merayu bahkan berfikir aku bisa dibayar untuk mereka melepaskan nafsu birahinya. Oh no! I'm not that kind of women.

"Boleh deh. Tapi satu gelas minuman aja, ya. Soalnya masih dua sesi lagi nih nyanyi.Yang penting dimaafin!" jawabku seraya duduk di sebelahnya.

Kami berdua pun ngobrol ke sana kemari sampe akhirnya, aku harus memulai sesi kedua.

"Thanks ya, tuh leader aku dah kodein. Mesti on stage lagi. Makasih minumannya!" ucapku sambil berdiri.

"Tar kalau break sini lagi, ya. Gw sendirian. Gak ada temen ngobrol. Sekalian mau tanya-tanya tempat di Bandung. Oke?" pintanya padaku.

"Siap,Bosque!" aku pun berlari untuk kembali memulai sesi kedua.

Malam itu aku menemani dia mengobrol. Dia tanya banyak tentang Bandung ini. Ternyata dia orang Jakarta dan datang ke Bandung ini sedang mencari tempat untuk membuka usaha clothing line dia.

----

"Hayu ah.. Tiheula nya (duluan,ya)!" pamitku kepada teman-teman band-ku yang masih mengobrol di depan pintu masuk PUB. Aku sudah ingin cepat sampai kost-an dan melepas lelah. Belum sampai ke tempat parkir motorku, lelaki itu mengejarku.

"Heiii!Tunggu!" serunya sambil berlari kecil.

Aku menoleh kebelakang dan menghentikan langkah.

"Udah ngobrol semaleman. Tapi gw belom tau nama lo siapa, hahahah!" ucapnya sambil tersenyum, "Nama gw Alvino. Tapi lo bisa panggil gw Vino. Gw boleh ya minta nomer lo. Jadi kalo gw ke Bandung lagi gw bisa hubungin lo. Gak apakan?"

"Boleh. Kabarin aja klo lagi di Bandung. Gw jadi guide lo juga gak apa. Sehari 200.000 jadi tour guide lo. Mayan, wkwkwkwk...! And by the way..., nama gw,Luna...."

Kami pun saling bertukar nomer telefon dan aku pun pamit.

"Hati-hati! Jam segini bawa motor sendirian." ujar Vino.

"Udah biasa. Tenang aja, Bandung mah aman!" seruku sambil tersenyum.

Kami pun berjalan menghampiri kendaraan masing-masing. Vino memgendarai mobilnya sedangkan aku menaiki motorku.

Aku menyusuri udara dingin dengan motor matic-ku, seperti hari-hari yang lain. Pekerjaanku membuatku pulang jam dua dini hari. Kadang kalau overtime atau menemani reguler guest bisa jam tiga pagi baru keluar dari PUB.

Tapi aku menyukai pekerjaanku. Karena sejak kecil aku senang bernyanyi. Beberapa kali menjuarai lomba. Dulu,almarhumah Mama akan sangat antusias mencarikan baju untukku, meriasku agar tampil cantik saat bernyanyi.

Kini, Mama sudah berpulang. Kalau saja masih ada, aku akan mengajak Mama untuk pergi bersamaku saat aku dapat job event. Mama pasti senang.

Mama sering menemaniku berlatih, Mama lah guru vocalku. Mungkin karena itu aku bisa jadi penyanyi. Bakatku, kudapat dari gen Mama.

Selama perjalanan, aku terbiasa memasang earphone untuk mendengarkan lagu dari Handphoneku agar mataku tak mengantuk. Pagi ini ku putar lagu " Mobil Balap" dari Naif. Sambil bawa motorku melaju,aku bernyanyi.

🎼🎵🎶

"Kupernah punya . mobil balap sendiri .

Yang bisa ngebut . dijalanan tiap hari .

Ku tidak pernah merasakan kesepian .

Tak ada gadis yang menolak diantarkan .

Asoy Geboy ngebut dijalanan ibukota .

Dipayungi lampu kota disekitar kita .

Suatu hari . ada orang yang menantang .

Gairah sembalapku makin tak tertahan

Kubalap dia dari kiri banting kanan .

Tak kumelihat kuterobos lampu merah .

Tiba-tiba pak polisi datang menghampiri .

Kutancap gas dengan maksud melarikan diri .

Akhirnya kumenabrak pohon yang melintang .

Tolong dong pak, tolong dong pak jangan ditilang .

SIM pun tak ada STNK entah kemana .

Dan hingga kini kuberada ditahanan .

Asoy Geboy ngebut dijalanan ibukota .

Dipayungi lampu kota disekitar kita .

Asoy Geboy ngebut dijalanan ibukota .

Dipayungi lampu kota disekitar kita ."

Tak terasa sampai juga di kost-an ku .

-----

Lanjutkan Membaca

Buku serupa

Membalas Penkhianatan Istriku

Membalas Penkhianatan Istriku

Juliana
5.0

"Ada apa?" tanya Thalib. "Sepertinya suamiku tahu kita selingkuh," jawab Jannah yang saat itu sudah berada di guyuran shower. "Ya bagus dong." "Bagus bagaimana? Dia tahu kita selingkuh!" "Artinya dia sudah tidak mempedulikanmu. Kalau dia tahu kita selingkuh, kenapa dia tidak memperjuangkanmu? Kenapa dia diam saja seolah-olah membiarkan istri yang dicintainya ini dimiliki oleh orang lain?" Jannah memijat kepalanya. Thalib pun mendekati perempuan itu, lalu menaikkan dagunya. Mereka berciuman di bawah guyuran shower. "Mas, kita harus mikirin masalah ini," ucap Jannah. "Tak usah khawatir. Apa yang kau inginkan selama ini akan aku beri. Apapun. Kau tak perlu memikirkan suamimu yang tidak berguna itu," kata Thalib sambil kembali memagut Jannah. Tangan kasarnya kembali meremas payudara Jannah dengan lembut. Jannah pun akhirnya terbuai birahi saat bibir Thalib mulai mengecupi leher. "Ohhh... jangan Mas ustadz...ahh...!" desah Jannah lirih. Terlambat, kaki Jannah telah dinaikkan, lalu batang besar berurat mulai menyeruak masuk lagi ke dalam liang surgawinya. Jannah tersentak lalu memeluk leher ustadz tersebut. Mereka pun berciuman sambil bergoyang di bawah guyuran shower. Sekali lagi desirah nafsu terlarang pun direngkuh dua insan ini lagi. Jannah sudah hilang pikiran, dia tak tahu lagi harus bagaimana dengan keadaan ini. Memang ada benarnya apa yang dikatakan ustadz Thalib. Kalau memang Arief mencintainya setidaknya akan memperjuangkan dirinya, bukan malah membiarkan. Arief sudah tidak mencintainya lagi. Kedua insan lain jenis ini kembali merengkuh letupan-letupan birahi, berpacu untuk bisa merengkuh tetesan-tetesan kenikmatan. Thalib memeluk erat istri orang ini dengan pinggulnya yang terus menusuk dengan kecepatan tinggi. Sungguh tidak ada yang bisa lebih memabukkan selain tubuh Jannah. Tubuh perempuan yang sudah dia idam-idamkan semenjak kuliah dulu.

Penipuan Lima Tahun, Pembalasan Seumur Hidup

Penipuan Lima Tahun, Pembalasan Seumur Hidup

Gavin
5.0

Aku adalah Alina Wijaya, pewaris tunggal keluarga Wijaya yang telah lama hilang, akhirnya kembali ke rumah setelah masa kecilku kuhabiskan di panti asuhan. Orang tuaku memujaku, suamiku menyayangiku, dan wanita yang mencoba menghancurkan hidupku, Kiara Anindita, dikurung di fasilitas rehabilitasi mental. Aku aman. Aku dicintai. Di hari ulang tahunku, aku memutuskan untuk memberi kejutan pada suamiku, Bram, di kantornya. Tapi dia tidak ada di sana. Aku menemukannya di sebuah galeri seni pribadi di seberang kota. Dia bersama Kiara. Dia tidak berada di fasilitas rehabilitasi. Dia tampak bersinar, tertawa saat berdiri di samping suamiku dan putra mereka yang berusia lima tahun. Aku mengintip dari balik kaca saat Bram menciumnya, sebuah gestur mesra yang familier, yang baru pagi tadi ia lakukan padaku. Aku merayap mendekat dan tak sengaja mendengar percakapan mereka. Permintaan ulang tahunku untuk pergi ke Dunia Fantasi ditolak karena dia sudah menjanjikan seluruh taman hiburan itu untuk putra mereka—yang hari ulang tahunnya sama denganku. "Dia begitu bersyukur punya keluarga, dia akan percaya apa pun yang kita katakan," kata Bram, suaranya dipenuhi kekejaman yang membuat napasku tercekat. "Hampir menyedihkan." Seluruh realitasku—orang tua penyayang yang mendanai kehidupan rahasia ini, suamiku yang setia—ternyata adalah kebohongan selama lima tahun. Aku hanyalah orang bodoh yang mereka pajang di atas panggung. Ponselku bergetar. Sebuah pesan dari Bram, dikirim saat dia sedang berdiri bersama keluarga aslinya. "Baru selesai rapat. Capek banget. Aku kangen kamu." Kebohongan santai itu adalah pukulan telak terakhir. Mereka pikir aku adalah anak yatim piatu menyedihkan dan penurut yang bisa mereka kendalikan. Mereka akan segera tahu betapa salahnya mereka.

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku