Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
I am always waiting for you (I'm fine 2)

I am always waiting for you (I'm fine 2)

Kaisi Nailil Aroik

5.0
Komentar
121
Penayangan
28
Bab

Aldy Fathee seorang CEO di perusahaan PT Fathee grup. Ia terkenal dengan kekejaman dan arogannya. Sifat Aldy berubah semakin kejam, dan tak mau dibantah oleh siapapun, ketika kekasihnya meninggalkannya. Ara Valeria Atmaja, wanita yang memiliki HIV karena dilecehkan oleh lima pria sekaligus. Ara meninggalkan Aldy untuk berobat, ia juga tak mau memberi tahu Aldy dimana dirinya berada. Hingga pada suatu kejadian, ketika mama Aldy telah menjodohkannya dengan Melly. Aldy memiliki satu proyek besar yang di lakukan oleh empat perusahaan ternama dan salah satu perusahaan itu milik Ara. Aldy ingin memeluk Ara, tapi entah kenapa sifat Ara berubah dingin tak tersentuh. Aldy kira Ara berubah. Namun, suatu kejadian ketika Aldy menghampiri Ara, ia terserempet mobil. Sejak itu Aldy masih percaya jika Ara masih tetap, tapi apa penyebab dari perubahan sifat Ara yang dingin. apakah cinta keduanya bisa bersatu, meskipun Aldy sudah memiliki tunangan? atau malah Ara pergi kembali meninggalkan Aldy?

Bab 1 MAYAT HIDUP

Setelah kepergian Ara Valeria Atmaja dari kehidupan Aldy Fathee, sejak saat itu dunia seakan berubah.

Sifat Aldy yang tak terlalu dingin kini sangat dingin, tak tersentuh. Tak ada yang berani melawannya, atau pun memaksanya dalam berkehendak.

Hidup Aldy layaknya mayat hidup, ia tak ada semangat dalam menjalaninya. Yang ia lakukan berangkat bekerja di pagi hari, meeting jika ada jadwal, makan jika perutnya lapar, dan pulang ketika jam pulang. Tak ada hal istimewa dalam hidupnya.

Seprti saat ini, Aldy sedang membaca email masuk. Hingga suara pintu terketuk oleh orang diluar sana.

Aldy mendongakkan kepalanya. "Masuk," katanya singkat.

"Selamat pagi pak," ucap salah satu karyawan, sambil membawa secangkir kopi yang Aldy minta.

"Hmm," jawab Aldy dengan gumaman.

Sang ob pun mengerti, ia sudah biasa mendengar menjawab singkat seperti itu dari bosnya.

Aldy menyandarkan punggungnya, ia mengeluarkan sebuah foto dan DVD dari laci mejanya. Aldy menatap foto wanita itu dengan pandangan yang tak bisa di artikan. "Kau dimana?"

Aldy memejamkan matanya, ia menghidupkan DVD, yang menggambarkan seorang wanita cantik yang tersenyum hangat ke arahnya.

"Hai Kak.

Kalo Kakak udan nontonton Vidio ini itu artinya Ara udah pergi. Ara pergi jauh Kak, Ara juga gak tau kapan Ara kembali, tapi, Ara janji akan kembali, entah itu dalam keadaan bernafas, atau terkulai lemas.

Saat itu tiba, Ara mau melihat Kakak bahagia, bersama wanita yang jauh lebih sempurna dari Ara, memiliki anak yang akan memanggil Ara Tante.

Dan jika sebaliknya, Ara mau Kakak, datang kepemakaman Ara, dengan pasangan Kakak.

Ara sayang sama Kakak. Ara tau Kakak akan beranggapan Ara bohong karna ninggalin Kakak, tapi ini juga nyakitin Ara Kak.

Bohong kalo Ara gak sedih ninggalin Kakak, bohong kalo Ara bisa hidup nyaman tanpa Kakak, semuanya bohong, tapi semua ini Ara lakukan demi Kakak, demi masa depan Kakak.

Ara harap Kakak mengerti dengan keputusan Ara. Ara gak mau jadi wanita egois hanya demi kebahagiaan Ara Kak. Kakak berhak bahagia, Kakak berhak hidup nyaman dengan wanita yang lebih sempurna dari Ara.

Terima kasih sudah mau menjadi teman kecil, Guru, pendengar, pelindung, dan kekasih Ara.

Ara mencintai Kakak, I love you sayang."

Aldy men push vidio Ara, ia menutup matanya. Perasaannya tetap sakit ketika menonton DVD itu, tapi kenapa DVD itu seakan menyuruhnya untuk menontonnya disetiap harinya.

Aldi bangkit dari duduknya, sebelum pergi ia meminum kopinya. "Kau lihat Ara? Kakak, meminum kopi. Apa kau tak mau kembali untuk melarang kakak? Kau jahat, meninggalkan kakak, dengan perasaan yang belum tuntas," ucap Aldy lalu melemparkan gelas ke lantai dengan sangat keras, lalu pergi meninggalkan ruangan.

Aldy pergi menuju apartemennya yang dulu. Tempat dimana dirinya dan Ara bercanda, dan mendengarkan tangisan Ara.

Lebay, silahkan beri nilai Aldy seperti itu. Aldy tak peduli dengan penilaian orang, yang ia butuhkan Ara-nya kembali.

Aldy berjalan kearah kasurnya, dimana Ara pernah berbaring disana, dan dirinya yang dirawat Ara ketika sakit.

Meskipun kenangan itu sudah sembilan tahun lamanya, Aldy tetap tak bisa melupakan kejadian dirinya dan Ara.

Lamuanan Aldy terhenti ketika suara telepon berbunyi.

"Apa?" tanya Aldy memotong pembicaraan Alfa yang mengoceh.

"Ada meeting hari ini. Lo dimana kak?" tanya Alfa berteriak.

"Apartemen," jawab Aldy singkat.

"Udahlah kak, lo gak inget sama permintaan Ara. Lo harus bahagia kak, lo harus terus jalanin hidup lo, layaknya."

Aldy langsung memotong pembicaraan Alfa. "Gue balik," ucapnya lalu mematikan ponselnya sepihak.

Aldy yakini. Alfa pasti sudah mengumpatinya karena mematikan ponsel sebelum ucapannya selsai. Aldy tak perduli hal itu, ia tak suka ada orang yang menyuruhnya melupakan Ara. Ia lebih baik membujang seumur hidup, dari pada membuka hati kepada wanita lain.

Sesampainya di kantor, Aldy sudah di tunggu oleh beberapa karyawan, dan Alfa disana. "Siang," sapa Aldy kepada semuanya. Jangan lupakan wajah datar layaknya tembok selalu Aldy tampakkan.

Melihat hal itu, Alfa hanya bernafas panjang. Sembilan tahun sudah berlalu, tapi kenapa Aldy seakan baru kemarin kehilangan Ara. Meskipun tak seburuk dulu, tapi. Sudahlah, cinta memang bisa mengubah segalanya dengan singkat.

Tiga puluh menit berlalu, Aldy kembali ruangannya yang sudah dibersihkan oleh ob. Ia kembali menyalakan laptopnya, untuk meneruskan pekerjaannya yang tertunda.

Tiba-tiba seorang pria masuk kedalam ruangannya, tanpa salam atau pun mengetuk pintu. Pria itu Alfa yang membawa berkas yang harus Aldy tanda tangani.

"Lo masih mencintai Ara kan?" tanya Alfa sambil menyandarkan punggungnya di kursi depan Aldy.

"Hmm," jawab Aldy.

"Kalo Ara tau lo kayak gini, Ara bisa benci lo kak, Ara mau lo bahagia."

"Pergi," usir Aldy.

"Kak, gue gak mau lo kayak gini terus. Lo tau kayak apa?" tanya Alfa memberi jeda.

"Stop Alfa, pergi!" usir Aldy dengan nada penuh penekanan.

"Lo kayak mayat hidup kak. Gue tau, gue gak pernah ngerasain hal kayak lo, tapi tolong berdamai dengan perasaan lo."

Aldy menggebrak meja. Ia bangun dari duduknya, sambil menunjuk pintu keluar. "PERGI!"

Lagi-lagi Alfa diusir karena menasehati Aldy. Namun, ia tak akan pernah lelah, ia tak mau melihat kakak, satu-satunya menjalani hidup sia-sia.

Aldy pulang kerumah. Seperti biasa ia langsung menuju kamar, jika keponakan pertamanya tak menyapanya.

"Om Aldy," teriak Abel (putri pertama Alfa) dia memang selalu menyapa Aldy ketika pulang dari kantor.

Aldy menghentikan langkahnya lalu menatap Abel. "Apa?"

"Om, jangan kayak gitu mukanya, udah kayak baju gak disetrika setaun aja," jawab Abel, supaya Aldy tertawa.

"Ada apa?" tanya Aldy lagi.

"Om Abel nyuruh temen Abel Dateng, terus Abel beli eskrim, mama papa, gak tau kemana jadi Abel," ucapan Abel terhenti, ketika ia melihat uang dua ratus ribu didepannya.

Abel mengambilnya, lalu memeluk Aldy dengan erat. "Om emang paling ngerti deh om. Semoga Tante Ara cepet kembali ya om."

Setelah Abel melepaskan pelukannya, Aldy mencekal tangan Abel, menatap mata Abel penuh intimidasi. "Siapa Tante Ara?"

"Kata papa, Tante Ara itu mataharinya om, dan om adalah es batunya Tante Ara," jawab Abel jujur.

Abel mengalihkan pandangannya kearah pintu utama, ia mendengar temannya meneriaki namanya. Pasti penjual eskrim itu sudah meminta bayaran.

"Dah om," Abel mengayunkan tangannya sebagai tanda pergi.

Senyuman di bibir Aldy terbit. "Semoga Abel."

Aldy langsung pergi kekamarnya. Membuka pakaiannya, dan pergi menuju kamar mandi. Setelah selesai, ia menggunakan pakaiannya. Hanya kaos dan celana selutut.

Aldy mengambil laptopnya, melihat sosial media Ara yang tetap tak aktif. Aldy juga mencarinya di sesial media yang baru, dengan bentuk tulisan dari berbagai negara. Namun, nihil. Sepertinya Ara memang merahasiakan keberadaannya dari Aldy.

Segala cara Aldy lakukan untuk mencari Ara, tapi tetap tak dapat ditemukan. Hampir lima orang di setiap negara Aldy cari tau tentang penduduk yang bernama Ara Valeria Atmaja.

Aldy menutup laptopnya, lalu keluar kamar menuju balkon. Menatap bintang yang sangat indah itu.

"Kamu dimana sayang?" Aldy menutup matanya, tak terasa air matanya jatuh begitu saja.

Hal itu dapat dilihat oleh mamanya, yang sedang menguping. Elva menghampiri putra sulungnya, duduk disamping Aldy dengan teh hangat yang ia bawa.

"Minumlah," printah Elva.

Aldy melihat kearah mamanya. "Kenapa belum tidur ma?"

"Seorang ibu mana yang bisa tidur jika anaknya sedang bersedih seperti ini?" Elva mengelus punggung Aldy.

"Sudahlah nak, lupakan dia. Apa kau tak pernah berpikir, jika dia memiliki pria lain? Atau mungkin dia sudah menikah? Ini sudah sembilan tahun Aldy, kau harus tau itu."

Aldy selalu menutup telinga tentang hal itu. "Sudahlah ma, ini urusan Aldy. Lebih baik mama istirahat."

"Kau selalu mengusir mama jika mama berkata seperti itu," jawab Elva dongkol.

"Aku tak mengusir mama," bela Aldy.

"Dasar pria dingin, ucapanmu tadi mengusir mama, meskipun secara halus." Elva bangun dari duduknya dan pergi begitu saja meninggalkan Aldy.

Lanjutkan Membaca

Buku serupa

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku