Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
Pelan-pelan Pak Dosen! [21+]

Pelan-pelan Pak Dosen! [21+]

blancspace

5.0
Komentar
1.6K
Penayangan
1
Bab

Mature Content +++ "Saya cuma punya tiga kondom." Hah. Geyana nyaris terjungkal jika saja ia tidak sigap memegang lengan kekar milik pria itu. "Kayaknya ini nggak cukup." A,apa? Seolah belum cukup, ucapan pria itu kembali mengejutkannya. "Me-memangnya Bapak butuh berapa..." Eden menunjukkan smirknya pada Geyana. Pria berparas tampan itu menangkupkan wajah Geyana dengan tangan besarnya lalu mencium bibir Geyana penuh gairah. Stroberi. Eden selalu menyukai rasa manis yang berasal dari bibir merah muda milik wanita itu. rasanya seperti buah stoberi kesukaannya. "Berikan telapak tangan kamu." Meski kebingungan, Geyana mengulurkan kedua telapak tangannya. Eden merogoh kantong celananya dan mengeluarkan tiga buah kondom lalu meletakkannya di tangan Geyana. "Kamu nggak keberatan kan tanpa menggunakan pengaman?" Geyana menatap tiga kondom di tangannya lalu menatap wajah tampan Eden yang masih tersenyum. "Tiga aja udah banyak banget Pak..." Eden tidak menjawab. Pria itu dengan cepat melepaskan pakaiannya, dibawah cahaya lampu yang terang, Geyana bisa melihat kejantanan pria itu berdiri tegak. Dengan gerakan cepat Eden memutar tubuh Geyana jadi membelakanginya dan mendorong wanita itu agar membungkukkan badannya ke atas meja. "Kalau begitu, kita lihat seberapa banyak Saya bertahan, Chérie" *** Geyana Parasayu. Kehilangan sosok Ayah membuat Geyana merasa seperti wanita yang haus akan kasih sayang seorang pria, hingga tanpa sadar dirinya terjerumus dalam hubungan terlarang dengan suami wanita lain. Mencoba melarikan diri dari sang Kekasih, Geyana nyaris kehilangan harapan. Kemudian pria itu datang dan mengulurkan tangan padanya. Pria yang Geyana kenal adalah Dosen di kampus tempatnya berkuliah. Geyana tahu menerima bantuan dari Eden secara cuma-cuma mungkin akan berbahaya. Namun Geyana merasa tidak akan ada masalah jika pria itu adalah Alessandro Rayden.

Bab 1 Prolog

Mature Content 21+

"Ah... Ahhh..."

Jeritan terengah-engah Geyana bergema di setiap penjuru ruangan Eden. Erangan kecil itu awalnya menyerupai tangisan seseorang yang kesakitan, tetapi untuk sesaat, erangan itu berubah menjadi sesuatu yang lebih bergairah.

"Uh..."

Bibir kewanitaannya yang bulat, licin karena basah, tidak dapat menutup dengan baik karena rangsangan dari penis besar milik Eden yang perlahan-lahan menembus memasuki kewanitaannya.

"Akhhh... Uh..."

Eden menarik kepalanya agar menoleh sedikit ke belakang. Tanpa mengatakan apapun, Pria itu langsung menyerang bibirnya. Lidahnya menyerbu ruang di antara hembusan napas panas Geyana, terjalin dengan hembusan napasnya sendiri.

Napas Eden yang berat, seolah-olah berbaur dengan napas Geyana, lidahnya bergerak menggoda ujung lidah Geyana saat wanita itu lengah, Eden langsung menghisapnya dengan lembut. Seolah-olah mereka menjadi satu, sama seperti bagian bawah tubuh mereka.

Rambut kecoklatan Eden yang tadinya rapi kini basah oleh keringat. Geyana juga tidak berbeda. Tubuhnya yang ramping namun berlekuk dan rambutnya yang panjang telah lama lengket oleh keringat dan cairan tubuh.

Eden sudah menghabiskan stok kondomnya. Pada akhirnya ia memilih menarik Penisnya keluar ketika hendak ejakulasi. Penisnya sangat kuat dan pantang menyerah, tapi dalam melakukan penetrasi, benda besar dan panjang itu tidak menunjukkan tanda-tanda menyusut meskipun sudah berulang kali ejakulasi.

Bahkan hanya dengan melihat tubuh kekar Eden saja, semua orang pasti yakin bahwa pria itu memiliki stamina yang sangat kuat. Selama waktu yang mereka habiskan bersama, Geyana telah mengalami secara langsung bahwa daya tahan Eden jauh lebih unggul daripada pria pada umumnya. Termasuk pria itu, Adrian. Namun hari ini, Eden benar-benar sangat tidak kenal lelah.

"P-pak..."

Belum pernah sebelumnya Eden tidak memberinya waktu untuk beristirahat seperti ini. Eden benar-benar menggagahinya seperti binatang buas, melepaskan hasrat yang seolah-olah sudah terpendam sejak lama dan kini saatnya untuk meledak.

Eden mengangkat tubuh Geyana dan memutarnya agar bisa melihat penampilan wanita itu saat ini. Wajah Geyana memerah, rambut hitamnya acak-acakan. Namun bagi Eden, wanita itu sangat cantik.

"Saya belum selesai, Ma chérie."

Setelahnya Eden menekuk kedua kaki Geyana, membiarkan dirinya menunjukkan posisi yang benar-benar intim. Kemudian dengan gerakan cepat pria itu berjongkok, wajahnya tepat berhadapan dengan kewanitaan milik Geyana. Tubuhnya kembali bergetar hanya karna merasakan hembusan napas Eden yang berada tepat di depan kewanitaannya.

"Haaa... Huuk... Paaaakk"

Geyana menutup mulutnya saat merasakan sensasi luar biasa yang diakibatkan oleh lidah Eden. Rasanya seperti sensasi aneh yang menyebar dari ujung kepala sampai ke jari-jari kakinya, seolah-olah ada aliran listrik statis. Itu bukanlah dorongan yang keras, namun Geyana, yang terpikat oleh kenikmatan itu, bahkan tidak bisa mengeluarkan erangan yang tepat.

"Huh... Huh...."

Geyana merasa seolah-olah napasnya yang telah hampir meledak, malah mengering di dalam tenggorokannya. Dia begitu kewalahan karena lidah Eden yang sedang bermain di dalam dirinya sehingga ia bahkan tidak bisa mengerang.

Kemudian Geyana merasa hampa saat Eden menarik lidahnya menjauh. Berusaha menundukkan kepalanya, Geyana ingin melihat apa yang dilakukan Eden. Mata biru itu menatapnya dalam.

"Sepertinya kamu sudah siap untuk Saya."

Setelah berkata seperti itu, Eden kembali mengarahkan penis besarnya ke lubang kewanitaan Geyana. Membuat Geyana tidak lagi bisa menahan erangannya.

"Edeeeeeeenn...."

Eden tersenyum penuh kemenangan, ia membungkukkan tubuhnya, menekan tubuh Gayena dibawahnya berusaha melumat bibir stoberi milik Geyana.

"Ma chérie." bisik Eden.

Tubuh Eden yang menekannya dari atas, terasa panas, seolah-olah akan menyebabkan luka bakar. Geyana menariknya dengan erat ke arahnya seolah-olah dirinya bisa menahan berat badan Eden. Ketika Eden akhirnya melepaskan bibir Geyana, mata biru Eden menatap wanita yang ada di bawahnya, begitu tajam seolah-olah Eden bisa melahapnya dalam satu gigitan.

Geyana lupa bagaimana awalnya sehingga hubungannya dengan Eden bisa sampai ditahap ini. Yang Geyana tahu pria yang selalu dijuliki 'Dosen Tak Tersentuh' karna sangat misterius dan menyeramkan itu datang padanya seolah merupakan bala bantuan yang dikirimkan Tuhan untuknya.

Eden dimatanya adalah pria yang hangat, pria yang selalu bersikap tengil dan menggodanya itu kini malah terdiam seperti melamun dan seolah-olah melupakan keberadaan Geyana di bawahnya.

Dalam suasana yang tegang, Geyana menjadi gugup. Mengapa Eden tiba-tiba diam begini? Apakah Geyana melakukan kesalahan tadi? Geyana merenungkan tindakannya, tetapi ia tidak bisa menemukan sesuatu yang salah.

Pria yang memiliki tubuh lebih besar dari Geyana itu tetap tidak bergerak di dalam dirinya. Meskipun Eden tidak melakukan apa-apa, pikiran Geyana menjadi kosong. Geyana merasakan bagian kewanitaannya tanpa sadar berkontraksi dan berkedut. Geyana mendapati dirinya secara tidak sengaja mengencangkan dan menjepit penis Eden yang masih berada di dalamnya.

"Haaahhh..." Desahan panas keluar dari bibir Eden.

"Geyana, Ma chérie"

Ada getar dari suara Eden saat memanggil namanya. Nada suaranya lebih serak dari biasanya, dengan resonansi tertentu. 'Ma chérie' berarti sayangku dalam bahasa Inggris, dan Eden sering memanggilnya seperti itu.

Ketika Eden memanggil namanya dengan begitu sensual saat tubuh mereka terhubung seperti ini, Geyana terkadang merasa seperti kehilangan dirinya sendiri dalam kegembiraan. Jika ada suhu pada sebuah suara, suara panggilannya pasti lebih panas dari titik didih.

"Kenapa, Eden?" Geyana bertanya.

"Berada di dalammu seperti ini memang terasa sangat nikmat..." Eden menjawab.

Mendengar kata-kata Eden, tubuh Geyana bergetar seolah menggigil kedinginan. Bagian intimnya semakin mengencang di sekelilingnya, seolah-olah itu tidak cukup untuk menelan segala sesuatu mulai dari kepala penisnya sampai ke batangnya. Pada awalnya, benda itu tidak dapat menampung seluruh bagian penis Eden yang panjang, tetapi ketika mereka terus menyatukan tubuh mereka, sepertinya tubuhGeyana mulai menyesuaikan diri dengan ukuran Eden. Semakin Geyana bergairah, semakin mudah bagi kewanitaannya untuk menerima kejantanan Eden.

"Geyana, apa kamu sedang mencoba meremas penis Saya? Jangan mencengkeramnya terlalu keras. Rasanya sakit kalau kamu meremasnya seperti itu."

"M-maaf... a-aku... aku tidak melakukannya dengan sengaja... Tidak..."

"Saya tahu. Hanya saja benda dibawah ini sepertinya sangat serakah. Seolah kamu ingin memerah setiap tetes air mani dari penis Saya."

Ketika mendengar kata-kata mesum Eden, wajah Geyana langsung memerah, hal itu membuatnya malu. Lagi, Geyana dapat merasakan dinding kewanitaannya bergetar dan berkedut-kedut sangat aneh. Anehnya, semakin ia merasa malu, semakin bertambah pula gairahnya. Meskipun tampaknya mustahil, respon yang terlihat dari tubuhnya berbeda dari keraguan mentalnya.

"Saya harap, saya bisa berada di dalam seperti ini selamanya."

Suara Eden yang bergetar membuat wajah Geyana semakin memerah karna mendengar pengakuan Eden yang penuh nafsu.

"Kenapa Anda mengatakan hal aneh seperti itu?"

Bingung, Geyana malah pusing sendiri dengan pertanyaannya. Bahkan saat dirinya berbicara sesekali, ia malah terengah-engah.

"Itu bukan hal yang aneh. Jadi, kamu akan selalu merasakan bahwa saya ada di dalammu, bahkan saat kita tidak sedang bersama." Jawab Eden sambil tersenyum penuh kesombongan.

Mata biru Eden yang biasanya penuh kasih sayang yang menggebu-gebu. Entah mengapa, kini terlihat lembut dan penuh kasih sayang, seperti seorang pria yang kehilangan akal sehatnya. Tubuh Geyana terus bergetar. Keduanya sudah terhubung sepenuhnya, tapi sepertinya Eden ingin masuk lebih dalam lagi saat merasakan dinding kewanitaan Geyana menekan dengan erat.

"Haaah...!"

Erangan Geyana meledak dari tenggorokannya, terstimulasi oleh puncak sensasi. Rasanya seperti ada kilatan cahaya di depan matanya.

"Geyana."

Dengan suara kasar, Eden memanggil namanya lagi. Dia mendorong pinggulnya ke depan, seolah-olah mencoba mengukir nama Geyana ke dalam pikirannya. Otot-otot pinggul pria yang terangkat dengan baik itu menegang, dan Eden mendorong dengan segenap kekuatannya.

Eden mengangkat kedua kaki Geyana yang telah terbuka lebar dan dengan rapi mengumpulkannya di kedua tangannya. Saat Geyana menggerakkan kakinya, hal itu mengubah titik kontak di dalam dirinya, menciptakan sensasi yang menggetarkan. Pergelangan kaki Geyana yang terkumpul bertumpu pada salah satu bahu Eden yang lebar.

Kemudian, Eden perlahan-lahan menarik pinggulnya. Saat batang penisnya yang tebal dan ereksi perlahan-lahan keluar, menciptakan gesekan pada dinding kewanitaan Geyana yang sensitif, sensasi yang jelas terasa seolah-olah bisa digenggam. Geyana tanpa sadar mengepalkan tangan di sampingnya seolah-olah mencoba untuk menahan pria yang sedang menarik mundur.

"Ughhh..."

Eden mengeluarkan erangan yang tertahan. Setiap kali Eden mengeluarkan erangannya, pria itu seolah-olah sulit untuk menahannya, Geyana diselimuti oleh nafsu. Ada sensualitas yang kental dalam erangan seorang pria yang bergairah.

Benda besar dan keras yang perlahan-lahan menarik diri itu sekarang diposisikan hanya dengan ujung kepala penis di dalamnya. Tanpa pengaman, Geyana bisa melihat penis Eden yang diselimuti oleh cairan-cairannya. Eden mengusap penisnya seolah ingin menunjukkan sesuatu pada Geyana.

"Lihat ini? Ini semua perbuatanmu."

Wajah Geyana semakin memerah, tapi dia tidak mengalihkan pandangannya dari Eden. Geyana menatapnya dengan intens saat Eden menghisap tangannya yang berlumuran cairan lengket.

Apa yang Eden masukkan ke dalam mulutnya adalah jari-jarinya sendiri, tetapi Geyana memiliki ilusi seolah-olah itu adalah kewanitaannya yang sedang menghisap dengan penuh semangat. Geyana menggeliat dalam hasrat, merindukan penetrasi. Sekarang Geyana tahu. Dia paham arti dari kerinduan ini.

Eden dengan penuh semangat menikmati rasa dari cairan itu, hampir terlihat marah karna perbuatannya.

"Eden..."

"Ada apa?"

"Lebih cepat... Dorong lebih keras."

Saat Geyana berhenti berbicara, pada saat itu juga Eden dengan kedua kaki Geyana yang terangkat terangkat di bahu kirinya, mulai memasukkan penisnya seolah-olah dia telah menunggu. Batang penisnya bergerak perlahan, hampir seperti siput. Mungkin karena cara kedua kakinya dirapatkan, menyebabkan otot-otot kewanitaan semakin menegang,Eden menghembuskan nafas panas.

"Haah... Geyana, ini... kencang. Oh... ya Tuhan... ini tidak bisa dipercaya..."

Sensasi yang luar biasa itu membuatnya merasa seperti kehilangan akal sehatnya. Perlahan-lahan, Eden menyelami tubuh Geyana, dan meskipun dindingnya yang sudah nyaman dan elastis mencengkeram penisnya dengan erat, milik wanita itu seolah menelannya dengan rakus.

Eden berjuang untuk menahan keinginan untuk menyelesaikannya dan memasukinya lebih dalam. Dinding kewanitaan Geyana bergetar, menempel pada anggota tubuhnya yang kokoh seolah-olah menyerapnya. Itu adalah sebuah ekstasi yang terasa seperti otaknya meleleh.

Eden mengulangi penarikan perlahan sekali lagi. Kecepatan sodokannya sengaja dibuat lambat, sangat lambat, membuat Geyana terbakar oleh hasrat. Bahkan dengan gerakan pinggulnya yang lambat dan disengaja, kenikmatannya sangat luar biasa. Ketika anggota tubuhnya mendorong masuk sepenuhnya dan menyentuh bagian terdalam dari tubuhnya, kenikmatannya begitu kuat sehingga beresonansi ke seluruh tubuhnya, membuatnya merintih.

Gerakan Eden yang seperti piston yang tadinya dimulai dengan lambat, mulai berangsur-angsur bertambah cepat. Saat kecepatannya meningkat, payudara Geyana yang besar juga mulai bergoyang sebagai respon.

"Haah! Ahhhh! Haaah!"

Jeritan yang seolah-olah terdengar seperti erangan dari Eden yang terjebak dalam keinginan untuk menembus lipatan yang ketat, tiba-tiba menyadari bahwa pinggul Geyana terpelintir. Tubuhnya, yang tidak mampu menahan kenikmatan, telah meliuk-liuk.

Tubuh Geyana membungkuk ke samping seolah-olah mencoba menghindari penis milik Eden yang terus mendorong masuk. Tubuh Anna bergetar karena keringat yang menetes dari tubuhnya. Eden dengan mudah menggulingkan tubuh Geyana ke samping, dengan penisnya yang masih tertanam kuat di dalam tubuhnya.

"Haah!"

Saat tubuh mereka berbalik, penisnya terus menstimulasi seluruh dinding kewanitaan Geyana. Penisnya yang tebal dan panjang itu tampak tetap berada di tempatnya, tidak peduli bagaimana mereka berganti posisi.

Lengan Geyana, yang menopangnya saat dia berbaring telentang, kehilangan kekuatannya. Dirinya hampir ambruk. Tangan dan lengannya terasa mati rasa, sehingga tidak mungkin baginya untuk menopang tubuhnya. Seolah-olah tangan dan lengannya lumpuh karena kenikmatan itu. Geyana sesekali gemetar wajahnya menoleh ke samping, menunggu gerakan Eden selanjutnya.

Posisi ini memalukan sekaligus menyenangkan. Posisi rear-entry mungkin terasa canggung, tapi Geyana yang tahu kenikmatan luar biasa yang bisa didapat, tidak bisa menolaknya. Terlebih lagi, benda panjang milik Eden yang besar masuk begitu dalam hingga membuatnya berteriak penuh gairah.

Mulut Eden berair melihat pemandangan yang terbentang di hadapannya.

Lekukan yang tercipta dari pinggul Geyana yang terangkat sangat menggoda. Pinggang wanita itu seolah menonjolkan kepenuhan bokongnya, membuatnya tampak bergairah, seolah-olah memberi isyarat pada dirinya untuk menembusnya dari belakang.

Seks dengan Geyana sangat menyenangkan dalam posisi apa pun, tetapi Eden tahu bahwa menembusnya dari belakang membuat Geyana berada dalam kondisi ekstasi. Tubuhnya yang sensitif, yang cepat mengalami orgasme, tampaknya merespons secara berbeda ketika dia memasukinya dari belakang.

Eden mulai membelai pinggang ramping Geyana, yang melengkungkan punggung bawahnya. Ujung jarinya mengusap lembut tulang belakangn wanita itu hingga menciptakan sensasi kesemutan bagi Geyana yang sepertinya menggetarkan seluruh punggungnya. Liang kewanitaan Geyana yang basah tertutup rapat di sekelilingnya, seolah-olah telah disumbat seperti botol.

"Uhm..., ya!"

Mengharapkan gerakan seperti piston yang intens, Geyana terkejut ketika Eden mulai memasukkan dan menariknya perlahan. Wajah cantiknya berkerut kesal.

"Heung, ugh."

Geyana mengangkat pinggulnya lebih jauh, tetapi sia-sia. Eden melanjutkan dorongan yang lambat dan disengaja, membuatnya merasa seolah-olah Eden mendorong dan menariknya secara bertahap. Kecepatan yang lambat itu menjengkelkan, saat penis Eden akhirnya menembus sampai ke dalam, menghantam bagian depan kewanitaannya dengan kuat, tetapi kecepatan yang lambat itu membuatnya hampir gila. Tubuh Geyana tanpa sadar berkontraksi.

Rasanya seolah-olah penis Eden yang bersudut sempurna untuk penetrasi sedang menggali wilayah terlarang, masuk lebih dalam dan lebih dalam lagi ke bagian dalam tubuhnya. Dengan setiap dorongan, penis Eden terasa seperti mencapai organ dalamnya. Geyana gemetar seolah-olah dia akan kehilangan kesadaran, tubuhnya kepanasan sampai-sampai dia tidak bisa bernapas.

Kemudian, tangan Eden turun ke bawah dan meraih payudara Geyana, meremasnya dengan gerakan yang lambat namun kuat. Eden membelai payudara Geyana yang besar dengan ahli, jari-jarinya meluncur di atas putingnya yang tegak. Tubuh Geyana yang ramping sempurna dilengkapi dengan payudaranya yang besar sungguh tidak seimbang.

"Haaahhhh....!"

Manipulasi Eden pada putingnya yang sensitif, bersama dengan tekanan yang diberikannya, membuat Geyana merasa pusing. Dia mulai mengerang pelan.

"Ugh... Geyana, apa kamu selalu bereaksi seperti ini setiap kali Saya menyentuh putingmu? Apa kamu sangat menyukainya?"

Nada bicara Eden dipenuhi dengan nafsu, dan meskipun terdengar penuh kasih sayang, itu tidak dapat disangkal secara sensual.

"Ah.... eh....!"

Setiap sensasi di tubuhnya sekarang terfokus pada titik masuk dimana Eden perlahan-lahan melakukan penetrasi dan menarik diri, bergerak dengan kecepatan yang sama dengan penisnya. Bersamaan dengan itu, pria itu terus mencumbui putingnya dengan kejam.

Pupil mata Geyana membesar karena rangsangan dari ujung sarafnya yang sangat sensitif.

"Cep, ahh! Lebih cepat... hnn, ah, ahh!"

Geyana ingin memohon agar pria itu mendorongnya lebih cepat, tapi entah bagaimana, kata-kata itu tidak akan keluar. Erangannya yang terus menerus membuatnya tidak dapat berbicara dengan baik. Geyana sangat ingin melakukan sesuatu, tetapi posisinya yang merangkak membuatnya tidak memiliki banyak pilihan.

"Kamu bilang apa?" tanya Eden menggoda. Suaranya diwarnai dengan rasa geli, yang hanya menambah rasa frustasi Geyana.

"T-Tolonglah..."

"Tolong apa?"

"Ha, eh, ah, ahh!"

"Geyana, Ma chérie. Kamu harus bicara yang jelas supaya saya bisa mengerti."

Dengan wajah yang terlihat hampir menangis, Geyana akhirnya berhasil mengulurkan tangan. Jari-jarinya yang gemetar nyaris tidak menyentuh klitorisnya sendiri. Titik paling sensitifnya, yang ditemukan melalui usaha Eden digoda dengan lembut oleh jari-jarinya sendiri.

"Haaa... Ahhhh...!"

"Ugh...!"

Gelombang kenikmatan yang sangat besar melonjak ke seluruh tubuh mereka seperti disambar petir. Geyana merasa seperti ada api yang menyala di bawahnya, gairahnya semakin meningkat. Pada saat yang sama, dinding kewanitaannya menjepit penis Eden dengan kuat, mencengkeramnya dengan erat seolah-olah dia sedang menghisap dengan mulutnya.

"Geyana."

Wajah Eden berkerut karena marah saat dia memanggil namanya. Sejak saat itu, Eden mulai mendorong dengan liar, suara daging menampar daging semakin keras di setiap doronga. Pinggulnya menghantam kewanitaan Geyana dengan cepat, dan Bokong Geyana yang berada di ujung meja bertabrakan dengan kuat dengan panggul Eden. Tangannya, yang dengan terampil telah menggoda putingnya, sekarang ditumpuk di atas tangannya, merangsang klitorisnya.

"Ahhh... Hnnnn...!"

"Lagi... Kamu mau lagi?"

"Oh.... Edeeeennn...!"

Tangan Geyana yang lain meremas tumpukkan kertas di atas meja dengan sangat kuat hingga beberapa darinya hancur dan sobek. Bagian dalam tubuhnya juga mencengkeram anggota tubuhnya dengan cengkeraman besi. Erangan parau seperti binatang keluar dari bibir Geyana yang terkatup rapat.

Dengan setiap dorongan yang dalam, bagian dalam kewanitaan Geyana mengepal erat di sekitar ujung bulat milik Eden. Entah karena sudut penetrasi atau sensasi yang luar biasa, tubuhnya merespons tanpa sadar. Setiap kali batang yang kaku itu dengan kuat mendorong masuk dan keluar, tubuh Geyana menggigil. Air mata membanjiri matanya karena kondisi gairahnya yang meningkat. Mulutnya menganga, air liurnya menetes, tapi Geyana tidak bisa menahan diri untuk menghapusnya.

Seluruh tubuhnya diliputi oleh panasnya gairah yang meningkat, sementara pikirannya perlahan-lahan memudar menjadi kabut yang kabur. Dengan kenikmatan yang dimulai dari lubang bawahnya, seluruh keberadaannya termakan oleh intensitas tersebut.

"Kumohon...sedikit lagi... sedikit... laagiiihhhh..."

Dengan setiap dorongan, tubuh Geyana berguncang ke depan. Tiba-tiba, Eden memulai gerakan seperti piston dengan kecepatan yang hingar bingar. Pandangan Geyana berubah menjadi putih seluruhnya, dan meskipun matanya terbuka, dia tidak melihat apapun kecuali sensasi Eden yang sedang menembusnya. Geyana berteriak seperti orang yang kesakitan, tubuhnya mengejang.

Itu adalah sebuah orgasme.

Terengah-engah, daerah panggulnya mencengkeram penis Eden yang sedang menancap dalam-dalam, melepaskan dan mencengkeram berulang kali. Pahanya bergetar seolah-olah dia mencoba mendorongnya menjauh. Namun, tubuh Eden malah ambruk di atasnya dan memeluknya dengan erat, Geyana tidak bisa melakukan apapun kecuali meremas dan melepaskan penis yang telah memasuki tubuhnya.

"Ugh...!"

Melalui erangan kasar yang bergema di telinganya dan gerakan Eden yang semakin cepat, Geyana menyadari bahwa pria itu juga telah mencapai klimaks. Terpesona oleh dorongan pria itu yang tanpa henti dan kuat, dia diliputi oleh kegembiraan yang unik.

Sensasi penis di dalam dirinya menggeliat-geliat. Akhirnya, Eden menyodorkan penisnya dalam-dalam sekali lagi, membuat tubuhGeyana bergetar seperti terkena gempa susulan. Bahkan setelah ejakulasi, ukuran penis Eden tetap tidak berkurang.

Perlahan-lahan, Eden menarik diri. Tubuh Geyana bergetar saat ia merasakan batang penis yang tebal itu menyapu dinding kewanitaannya yang bergetar saat keluar.

Eden dengan lembut menggendong Geyana lalu pria itu mendudukkan dirinya di sofa dengan lembut sambil membiarkan Geyana tetap berada di pangkuannya. Eden memeluknya, mencium bibirnya dengan lembut, lalu menggerakkan bibirnya yang lembut dari pipinya ke lehernya, menelusuri tulang selangkanya, dan menyusuri lengannya dari cekungan siku ke ujung jarinya.

Akhirnya, napas mereka menjadi tenang, dan kembali normal. Geyana menyandarkan dirinya di tubuh kekar Eden merasakan belaian lembut Eden seolah-olah dia terjepit di sana, setelah mengeluarkan semua energinya. Dia tidak dapat memikirkan apapun.

"Geyana."

"Hmm?"

Eden, yang telah membelai punggungnya dengan lembut, memanggilnya. Geyana menarik tubuhnya yang sejak tadi bersandar pada Eden. Sekarang, mereka berdua duduk saling berhadapan tanpa sehelai pakaian pun.

Eden tidak dapat menyembunyikan keraguannya. Pria itu menatapnya dengan intens, seolah mengintip jauh ke dalam hatinya. Mata zamrudnya berkilau seperti sinar matahari di lautan biru.

Saat Eden menatapnya seperti itu, Geyana merasa pikirannya menjadi kabur. "Ada yang ingin Saya bicarakan."

"Soal apa?"

Alisnya, yang telah terangkat, bergerak naik turun. Eden berdeham dan tidak bisa berbicara dengan mudah. Ekspresi ragu-ragunya tidak biasa.

Geyana juga menegang melihat ekspresi tegang Eden. Apa yang ingin dibicarakan Eden? Tidak peduli seberapa banyak Geyana berpikir, dia tidak bisa menebaknya.

Geyana tampak gelisah seolah-olah dia gugup. Tapi karena Eden sudah mengaku bahwa pria itu menyukainya, apa yang ingin akan Eden bicarakan tidak tampak seperti pengakuan.

Geyana mengingat perilakunya, makalahnya sudah selesai. Tidak ada catatan tambahan apapun dari Eden tentang tugas kuliahnya. Mungkinkah itu terkait dengan perilakunya yang aneh sepanjang hari? Mengapa Eden berusaha keras untuk mengatakan sesuatu?

"Geyana."

Eden memanggil namanya lagi. Kemudian, Kedua tangan Eden menangkup pipinya dengan lembut dengan tangannya, membelai dengan penuh kasih seperti bulu. Jantungnya berdebar-debar karena sentuhan penuh kasih sayang itu. Geyana menunggu dengan tenang sampai Eden berbicara.

Akhirnya, Eden membuka bibirnya dan mulai berbicara.

Lanjutkan Membaca

Buku lain oleh blancspace

Selebihnya

Buku serupa

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku
Pelan-pelan Pak Dosen! [21+]
1

Bab 1 Prolog

27/08/2024