Di malam yang gelap dan tenang, suasana pesantren itu sepi. Hanya suara desiran angin yang terdengar di antara tembok-temboknya. Di satu sisi pesantren, seorang wanita muda dengan wajah penuh kemarahan dan tekad, melompat ke arah tembok tinggi. Namanya adalah Alina, seorang gadis dari keluarga kaya yang merasa tertekan dengan kehidupan barunya di pesantren.
Di malam yang gelap dan tenang, suasana pesantren itu sepi. Hanya suara desiran angin yang terdengar di antara tembok-temboknya. Di satu sisi pesantren, seorang wanita muda dengan wajah penuh kemarahan dan tekad, melompat ke arah tembok tinggi. Namanya adalah **Maya**, seorang gadis dari keluarga kaya yang merasa tertekan dengan kehidupan barunya di pesantren.
Maya mendaki tembok dengan gesit, mengabaikan segala peringatan dan larangan. Saat ia mencapai puncak tembok, ia melihat ke bawah dengan raut penuh harapan. Namun, keberharapannya pudar ketika seorang pria tampan dan tegap, **Gus Farhan**, muncul di bawahnya. Gus Farhan dikenal sebagai sosok yang tenang dan berwibawa, namun malam ini ia menunjukkan sisi berbeda dari dirinya.
"Maya!" seru Gus Farhan, menatapnya dengan serius. "Turun dari tembok itu sekarang juga!"
Maya menoleh, matanya penuh kemarahan. "Aku tidak mau! Aku tidak ingin terjebak di sini selamanya!"
Gus Farhan menghela napas, mencoba menenangkan situasi. "Turunlah. Aku tidak mau terjadi sesuatu padamu."
Ketika Maya mencoba menuruni tembok, sebuah gerakan ceroboh membuatnya kehilangan keseimbangan. Tubuhnya terjatuh, dan sebelum ia menyentuh tanah, Gus Farhan sudah melompat dan menangkapnya dengan tangan yang kuat. Ia memeluk Maya erat, menjaga agar tidak terjadi hal yang lebih buruk.
Saat Gus Farhan memeluk Maya, penjaga pesantren dan Abi Syaib, kepala pesantren, muncul dengan wajah terkejut.
"Abi Syaib!" teriak salah seorang penjaga pesantren. "Ada apa ini? Gus Farhan memeluk Maya!"
Abi Syaib, dengan wajah tegas dan cemas, menghampiri mereka. "Apa yang terjadi di sini?"
Gus Farhan, masih memeluk Maya, menatap Abi Syaib dengan penuh rasa bersalah. "Maya mencoba melarikan diri dari pesantren. Aku hanya mencoba melindunginya."
Abi Syaib, setelah mendengar penjelasan tersebut, terdiam sejenak sebelum akhirnya berkata dengan keputusan tegas. "Jika mereka berdua sudah terlibat dalam situasi seperti ini, mungkin lebih baik mereka dinikahkan."
Maya, yang masih dalam pelukan Gus Farhan, terkejut mendengar keputusan itu. "Apa? Aku tidak mau menikah dengannya! Aku hanya ingin kabur dari sini!"
Namun, Abi Syaib sudah membuat keputusan. "Tidak ada waktu untuk debat. Kalian berdua harus menikah malam ini juga."
Dengan cepat, mereka dibawa ke masjid pesantren. Gus Farhan dan Maya, meskipun masih bingung dan enggan, mengikuti prosesi pernikahan. Di hadapan para saksi, Gus Farhan mengucapkan ijab kabul dengan tegas.
"Saya nikahkan kamu dengan mahar 200 juta rupiah," ujar Gus Farhan.
Maya terkejut, matanya membesar. "Dari mana kamu mendapatkan uang sebanyak itu?"
Gus Farhan hanya tersenyum misterius. "Itu bukan urusanmu sekarang."
Maya, yang masih tidak percaya, menuduh Gus Farhan. "Kamu pasti melakukan sesuatu yang tidak baik untuk mendapatkan uang sebanyak itu!"
Gus Farhan tidak membalas tuduhan tersebut. Sebagai gantinya, ia hanya memeluk Maya lebih erat, mencoba memberikan rasa aman meskipun Maya masih diliputi kemarahan dan kebingungan. Prosesi pernikahan selesai dengan cepat, meninggalkan mereka berdua di hadapan masa depan yang tidak pasti, di tengah pesantren yang penuh aturan dan harapan.
Ketika malam semakin larut, mereka berdua mulai menyadari bahwa hidup mereka telah berubah drastis, dan perjalanan mereka sebagai pasangan baru saja dimulai.