Si bungsu dari keluarga Darendra, bernama Davian Darendra. Dengan kisah cinta cukup rumitnya bersama seorang gadis yaitu, Belva Safaniora. Gadis berwajah imut namun, selalu bersikap keras kepala jika berhadapan dengan Davian.
...
" Udah gue bilang, ga ada hubungan apa-apa gue sama tuh mahluk!" Ucapnya kesal.
" Masa sih? Serius lo ga mau beneran punya hubungan gitu, sama Davian Darendra. Putra bungsu keluarga Darendra, keluarga kaya raya yang kekayaanya ga bakalan habis. Mau sampai lo punya anak selusin juga, ga bakalan bisa buat habisin kekayaan mereka itu." Cerocos Dania kembali.
" Haahh!" Berulang kali Belva menghembuskan nafas kasar mendengar ucapan temanya, yang menurutnya sama sekali tak penting itu.
" Dania Lalita, lo ga bosen apa? Setiap hari pertanyaan lo itu - itu terus?!" Belva memutar bola matanya malas, jengah sekali.
Terlebih ini bukan kali pertama atau kedua, temanya itu mempertanyakan pertanyaan yang selalu saja sama. Tentang Davian dan Davian.
" Ckk! Lo mah, gimana gue ga nanyain terus tiap hari." Decak Dania malah ikutan kesal juga, " Orang nyatanya lo berteman sama kakak dan kenal deket juga sama keluarga besarnya."
" Ya gue emang deket dan kenal sama mereka, tapi bukan berarti harus menjalin hubungan juga dong sama mahluk satu itu."
" Padahal enak loh, Va. Kalau lo beneran pacaran sama Davian. Hidup lo bakalan terjamin dan di permudahkan dalam segala hal."
" Udah ah, bosen gue bahas itu terus. Gue mau ke toilet dulu."
Belva beranjak dari duduknya pergi ke toilet. Dia memang tengah makan siang di sebuah Cafe yang cukup terkenal bagi kalangan muda - mudi sepertinya. Apalagi harga varian makanan dan minumanya relatif murah baginya yang hanya kaum mendang - mending dan seorang mahasiswi, masih mengandalkan uang saku dari kedua orang tua.
" Heran gue punya temen satu ga ada bosen - bosenya bahas Davian - Davian itu!" Ocehnya di dalam bilik toilet.
" Gue akui dia cowok emang ganteng. Kalau masalah tajir? Ga usah di tanya lagi. Dia udah sultan dari belum lahir. Nah, masalahnya tuh cowok nyebelinya amit-amit jabang bayi! Hiiih ... "
Belva segera menyelesaikan urusanya di dalam sana. Keluar dari toilet menuju wastafel untuk mencuci tanganya sembari bercermin melihat penampilanya saat ini.
" Buset! Ini muka udah kusem aja. Keliatan banget minim perwatan, anjir!" Ujarnya misuh - misuh sendiri seperti orang gila.
Dari balik pantulan kaca terlihat seseorang keluar dari bilik toilet paling ujung. Tanpa di duga, kedua mata mereka saling besibobrok bertemu melihat satu sama lainya.
" AAAGGHHH!!!
Belva sontak berteriak kencang membuat orang tersebut di buat panik. Buru-buru mendekat dan langsung membekap mulut Belva yang berteriak kencang. Takut - takut akan mengundang orang-orang yang tak sengaja mendengar teriakan gadis itu berakhir datang ke sini.
" Diam!" Desisnya pelan di telinga Belva.
Belva sekuat tenaga melepaskan bekapan tangan orang itu dari mulutnya.
" Sialan! Lo ngapain di sini? Dasar mesum!" Maki Belva menatap tajam orang tersebut.
" Lo pasti sengajakan? Mau berbuat hal yang enggak - enggak di toilet cewek? Ngaku lo?!" Tudingnya berapi-api.
Bagaimana Belva tak berpikir demikian, jika ada mahluk berjenis kelamin laki - laki masuk ke dalam toilet perempuan, kalau tujuan dia tak ingin berbuat hal mesum dan aneh lainya.
" Diamlah! Suaramu itu sangat mengganggu."
" Apa lo bilang?!" Belva tak terima di katai seperti itu. Bisa - bisanya suaranya yang indah dan merdu ini di hina oleh cowok yang begitu dia benci.
Yah, siapa lagi cowok yang di maksud Belva kalau bukan sosok Davian Darendra. Entah dosa apa yang sudah Belva perbuat dahulu, sehingga di manapun dan kapanpun itu dia berada selalu saja bertemu dengan Davi.
Davi menatap malas pada Belva. Dalam hatinya merutuki pertemuan ini. Kenapa Tuhan senang sekali selalu saja mempertemukanya dalam satu tempat dengan gadis cempreng dan menyebalkan. Belum lagi setiap pertemuan mereka, ada saja hal yang menjadi perdebatan pada akhirnya dan membuat Davi harus mengeluarkan tenaga berharganya meladeni Belva.
" Heh! Ngapain kalian berdua - duaan di toilet? Mau mesum yah?!"
Tiba-tiba saja ada sosok Ibu-ibu masuk ke toilet, membuat keduanya berjengit kaget. Sontak saja ucapan Ibu tersebut langsung di bantah Belva.
" Eh, mana ada Bu. Justru saya yang mergokin d - ... "
Buru - buru Davian kembali membekap mulut Belva sebelum berkata macam-macam tentangnya. Bisa saja akan menimbulkan masalah lebih rumit nantinya.
" Maaf Bu! Ini pacar saya ga sengaja tadi habis kepeleset di dalam. Makanya saya menyusul ke sini dan ingin membawanya pulang, kalau begitu saya permisi!" Ucap Davian dengan raut wajah datar dan malas. Sungguh membuang-buang waktu berharganya hanya gara - gara ulah gadis menyebalkan seperti Belva.
Dia sengaja menarik cepat tangan Belva agar mengikuti langkahnya keluar dari dalam Cafe tersebut. Belva yang di tarik kencang pun, mau tak mau mengikuti langkah lebar Davian itu.
" Gila ya, lo! Udah lo yang salah, malah main narik kasar gue gitu aja!" Protesnya tak terima. " Mana sakit tahu!"
Belva mengusap pergelangan tanganya terlihat memerah akibat ulah Davian tadi.
Alasan Davian menggunakan toilet perempuan tadi, karena saat dia masuk ke dalam toilet pria ternyata harus antri lebih dulu. Sedangkan dirinya sudah tak tahan ingin buang air kecil. Jadi pilihan terakhir mau tak mau Davian menumpang di toilet perempuan. Sialnya, malah bertemu Belva gadis yang sangat - sangat dia hindari sejak dulu.
" Apa tidak lelah, sedari mulutmu terus berbicara?!" Ketus Davian jengah sekali menghadapi gadis cerewet seperti Belva ini.
" Oh ya, ampun! Gue yakin kalau lo itu emang anak pungutnya Mommy Ara sama Daddy Denis."
Ucapan Belva barusan membuat Davian menatap tajam gadis itu. Namun, yang di tatap malah sibuk mengelus-elus lenganya yang masih memerah.
" Padahal Bang Dafa sama Kak Rara otu baik hati, kalau ngomong juga ga kasar." Gumamnya lirih, tapi masih di dengar oleh Davian. " Yakin seribu persen gue, kalau nih cowok emang anak pungut. Makanya beda sendiri, judes kalau ngomong nyakitin hati, hikss ... " Belva malah terisak pelan.
Setiap cekcok dengan Davian selalu saja mampu membuat moodnya jadi sangat-sangat buruk. Contohnya sekarang ini, hati mungilnya yang bersih dan putih seakan tersayat ribuan pisau. Berujung dia terisak layaknya anak kecil yang baru saja di marahi oleh orang tuanya.
" Berhentilah berdrama!" Sindir Davian muak.
Bahkan sudah seperti ini saja tak mampu membuatnya merasa kasihan apa lagi memiliki rasa simpati sedikit saja pada Belva. Bisa di katakan Davian sudah hafal betul tabiat Belva seperti apa. Alih - alih menyelesaikan perdebatan, gadis itu malah akan sibuk menangis sampai wajahnya memerah dengan mata yanh sembab.
" Mas, itu pacarnya kok malah di buat nangis sih?" Tegur seorang wanita kebetulan melewati keduanya. Wanita itu bahkan menatap sinis Davian, seakan pria itu baru saja melakukan kejahatan pada Belva, yang mereka sangka kekasih Davian.
" Astaga!" Davian memijat keningnya pelan.
" DAVI!" Teriakan seseorang menghentikan perdebatan keduanya.
.....
Buku lain oleh Viie_96
Selebihnya