Kania Bekerja Sebagai Direktur di perusahaan Komsmetik ternama, dengan gaji perbulannya sebesar dua puluh lima juta rupiah. Sedangkan, sang suami Riki hanya bekerja sebagai security di pabrik dengan gaji tujuh juta rupiah perbulan. Riki yang mendapatkan gaji lebih kecil, memanfaatkan Kania untuk menyokong kebutuhan bulanan dirinya dan keluarganya. Lambat laun Kania muak, dengan kelakuan sang suami dan keluarga suaminya, akankah dia menyerah dalam biduk rumah tangganya atau bertahan dalam keluarga toxic tersebut?
BAB1 : TAK TAHU MALU.
"Bagaimana istriku sayang....?" Tanya Riki dengan menatap sang istri."Apa kamu sudah menstransfer uang sekolah untuk Radit dan Jani bulan ini?" tanyanya dengan menatap wajah sang istri lekat-lekat.
"Hmm...., sudah Mas, tetapi, aku hanya menstransfer untuk mereka sebesar dua juta rupiah saja," jawab Kania.
"What....??!! Mengapa hanya segitu? Kamu tahu kan, kalau seharusnya kamu transfer uang tiga juta rupiah untuk mereka berdua?" tanya Riki dengan membentak sang istri.
Kania hanya terdiam mematung, bukannya seminggu yang lalu. Dia baru saja menstransfer uang untuk Ayah dan Ibu mertuanya sebesar lima juta rupiah. Belum lagi, transfer kedua adik iparnya sebesar empat juta rupiah. Untuk mereka berdua bayar cicilan motor mereka berdua. Seharusnya jika kurang, seharusnya Riki yang menstransfer sisanya. Bukannya, malahan marah kepada dirinya.
"Kamu kan, juga bekerja Mas? Seharusnya, jika uangnya kurang kamu yang tambahin. Bulan ini aku udah transfer uang untuk keluarga kamu sebanyak Sebelas juta rupiah. Jika kurang, kamu tinggal menambahkan," cicit Kania.
"Tetapi kan...., masalahnya gaji aku kecil Kania. Aku hanya seorang security di pabrik. Bahkan gajiku, hanya tujuh juta perbulan. Nggak kaya gaji kamu, yang besar dan membeludak."
"Kamu kan, ada Ayah dan Ibu. Setidaknya mereka harusnya bekerja dengan giat. Untuk biaya sekolah kedua adik kamu. Bukan hanya memanfaatkan aku saja."
"Kamu kok tega, kenapa kamu berbicara seperti itu....? Mereka kan bukan orang lain? Mereka berdua itu mertua kamu?"
"Aku tahu kok, jika mereka mertua aku. Aku memang gajinya besar, tetapi kan, aku butuh untuk diri aku. Untuk keluarga kecil kita. Memangnya aku nggak boleh transfer untuk Mama dan Papa aku juga. Walau pun mereka orang berada, kan aku juga mau memberikan uang hasil keringatku."
Riki yang kesal, akhirnya menampar wajah cantik sang istri. Karena menurutnya, bulan ini Kania sangat pelit dan perhitungan.
"Kamu menamparku Mas?" tanya Kania menatap nanar wajah sang suami yang terlihat sangat emosi.
"Aku harap kamu sadar Kania....!"
Riki akhirnya masuk ke dalam kamar mereka, Riki merapikan beberapa pakaiannya. Memasukan ke dalam koper. Kania yang melihat tingkah laku suaminya hanya dapat menggelengkan kepalanya saja.
Kania nggak menyangka, jika suaminya akan meledak-ledak seperti itu.
Biasanya Riki marah hanya diam, tanpa marah-marah apa lagi hingga menampar wajahnya.
Riki dan Kania sudah menikah dua tahun, tetapi mereka belum kunjung di berikan momongan oleh sang pencipta.
Kania sebenarnya dulu, sudah sempat hamil dua kali. Mungkin karena dirinya stress, sehingga mengakibatkan dirinya keguguran.
Wajar jika dia keguguran, karena dia selalu mendapatkan tekanan batin ketika dirinya tinggal di rumah kedua mertuanya.
Dia juga capek hati dan badan, bayangkan saja dia selain harus sibuk bekerja di perusahaan. Dia juga harus beres-beres rumah kedua mertuanya. Sudah seperti pembantu gratis saja.
Padahal dia memiliki adik ipar perempuan, tetapi sang adik ipar tak mau membantu dan hanya okang-okang kaki saja. Mama mertua juga, bukannya membantu malahan memperbanyak pekerjaan rumahnya saja.
Sekarang Kania dan Riki sudah tinggal di rumah milik Kania, rumah pemberian kedua orang tua Kania. Kedua orang tua Kania sangat sedih, karena mereka berdua harus dua kali kehilangan sang cucuk. Akhirnya memberikan salah satu rumahnya untuk ditinggali Kania dan suaminya.
Riki dengan tampang murung, akhirnya tiba di rumah keluarganya.
"Kamu menginap di sini nak?" tanya Ibu dengan menatap keheranan.
"Iya Bu, aku akan menginap di sini iya selama tiga hari."
Ayah melihat ke luar, karena sang anak hanya sendiri saja tanpa membawa menantunya Kania.
"Kamu hanya sendiri nak? Tumben, kok Kania istrimu nggak ikut?" tanya Bapak dengan raut wajah penasaran.
"Kania nggak ikut, kami sedang bertengkar. Aku nggak pulang tiga hari, karena aku mau memberikan dia pelajaran."
Riki yang terlihat sangat lelah, akhirnya berpamitan kepada kedua orang tuanya untuk segera tertidur di dalam kamar miliknya.
Dengan langkah gontai, akhirnya Riki langsung merebahkan tubuhnya di atas tempat tidurnya.
***&****
Kania yang sudah terpejam, akhirnya terbangun karena sang Mama menghubunginya.
"Nak maaf iya, jika Mama menggangu kamu malam-malam begini. Mama ada perlu sama kamu Nak," ucap sang Mama yang terdengar sangat sedih sekali.
"Mama kenapa Mama? Apakah ada masalah?" tanyanya.
"Papa kamu sakit nak, Papa sekarang ada di rumah sakit nak. Mama harap kamu bisa datang sekarang nak," jawab sang Mama dengan nada sendu.
Tanpa pikir panjang, Kania langsung menghubungi suaminya Riki. Lama sekali, Riki mau mengangkat telephone darinya.
"Ada apa Kania? Kenapa kamu menggangu tidurku?" tanya Riki dengan nada ketus.
"Mas...., tolong aku Mas. Kamu bisa antarkan aku ke rumah sakit sekarang. Papa aku masuk ke rumah sakit," pinta Kania dengan memohon.
"Aku bisa saja pulang sekarang, untuk mengantarkan kamu ke rumah sakit. Tetapi, ada syaratnya. Kamu harus transfer satu juta lagi untuk kedua adikku. Sebanyak satu juta uang yang kurang itu," ucap Riki dengan tak tahu malunya.
Riki benar-benar sangat keterlaluan sekali, seharusnya kan dalam suasana genting seperti ini. Dia harusnya nggak mengedepankan egonya. Kania nggak habis pikir, suaminya sangat egois seperti itu. Lamban laun, dirinya sangat muak sekali akan kelakuan suaminya.
"Yasudah jika kamu nggak bisa mengantarkan aku, aku akan berangkat sendiri saja. Lagi pula kamu itu orang yang picik Mas. Jatah bulanan untukku saja hanya dua juta perbulan. Sedangkan aku perbulan memberikan keluarga kamu lebih dari dua juta," ucap Kania dengan penuh emosi.
Kania akhirnya mematikan teleponnya, kini dia membawa beberapa pakaiannya. Dia memasukkan ke dalam tas, tak lupa dia juga membawakan makanan dan buah-buahan untuk kedua orang tuanya.
Kania kini mengendarai mobilnya, menuju ke rumah sakit yang sudah Mamanya sharelock. Kurang lebih perjalanan selama dua jam. Akhirnya dirinya tiba, Kania langsung masuk ke kamar VIP tempat Papanya menginap.
Kania langsung salim kepada Mama dan Papanya, dengan beruraian air mata dia mengecup kedua pipi orang tuanya.
"Sudah jangan menangis nak," ucap Mama dengan menghapus air matanya.
"Iya Mah," ucapnya dengan tersenyum.
Kania membereskan pakaiannya, dia menyediakan makanan untuk sang Mama. Buah-buahan juga sudah dia potong dan tata dengan rapih. Supaya nanti, ketika sang Papa lapar tinggal dirinya suapin saja.
"Kamu nggak sama suami kamu Nak? Padahal kan, sudah malam banget sayang. Seharusnya kamu di antarkan oleh suami kamu?" tanya Mama dengan menatap lekat wajah sang putri.
"Iya Mah, aku sendiri saja. Mas Riki sibuk. Dia jaga malam," jawab Kania berbohong.
Karena nggak mungkin, jika dirinya jujur tentang pertikaiannya dengan sang suami.
Bersambung.
Bab 1 Tak Tahu Malu
26/04/2024
Bab 2 Semakin Nggak Tahu Malu
26/04/2024
Buku lain oleh Kim Yoora
Selebihnya