Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
5.0
Komentar
4
Penayangan
25
Bab

Merasa asing dengan keluarganya sendiri, bahkan di kucilkan setiap hari dan dianggap layaknya seorang pembantu. Ini bukanlah tentang cinderela yang hidup bersama ibu dan saudara tirinya, melainkan ini tentang Maudy, seorang gadis berhati malaikat. Kematian adiknya membuat Maudy merasakan kehidupan seperti di neraka, bagaimana dia harus menerima kebencian dari keluarganya sendiri. Maudy hampir dibuat menyerah oleh semesta yang tak pernah berpihak adil kepadanya, sampai kedatangan Devian yang mampu mewarnai kegalapan dalam hidupnya. Namun, semesta kembali tak berpihak kepadanya. Di mana dirinya harus merelakan Devian dengan saudara kembarnya, Maura. Maudy harus bertahan sendirian dengan penyakit mematikan di tubuhnya, ada harapan di hati kecilnya Maudy ingin kembali merasakan kasih sayang dari orang tuanya. Yang sekian lama tidak dapat dia rasakan, Maudy berharap di akhir hidupnya dia dapat merasakan itu semua.

Bab 1 Pertengkaran Pagi Hari

Pagi ini seperti pagi biasanya, pagi yang sangat engan untuk dia terbangun. Maudy segera masuk kamar mandi sebelum dia di marahi.

Tok Tok Tok

Ketukan yang tidak biasa mulai dia dengar membuat Maudy memutar bola mata malas. "Masih mandi nanti juga Maudy bersihin!" teriaknya dari dalam.

Maudy terdiam setelah tak lagi mendengar suara dari luar, dia memejamkan matanya membiarkan bulir-bulir air mulai membasahi tubuhnya.

Dia lelah dengan ini semua, tapi dia tetap bertahan entah sampai kapan mereka memperlakukan dirinya dengan seenaknya.

"Gue anaknya atau babunya sih!" kekehnya miris. Maudy mengusap kasar air matanya, dia tidak sudi membuang air matanya begitu saja.

Maudy menyudahi acara mandinya segera berganti, dan mulai membersihkan kamarnya setelah itu dia turun.

Tanpa melihat ke arah mereka yang tengah tertawa, layaknya keluarga harmonis tidak dengan dirinya yang menjadi babu untuk membersihkan rumah sendiri.

"Maudy, sini makan dulu!" Itu adalah suara dari papanya, mungkin di antara mereka papanya masih sedikit perduli dengannya.

"Nggak usah pa, nanti Maudy makan di sekolah aja. Lagian belum selesai bersih-bersihnya nanti Maudy telat kalau harus makan dulu!" ucapnya dengan tersenyum tipis.

Bagas, papa Maudy hanya mengangguk dan kembali melanjutkan acara makannya. Secepat mungkin Maudy melakukan tugasnya. "Akhirnya selesai juga!"

"Maudy berangkat dulu!" ucap Maudy akan menyalami mereka, hanya Bagas yang menerima uluran tangannya sedangkan mamanya menghempasnya begitu saja.

"Gak usah sentuh tangan saya! kalau kamu mau berangkat yaudah berangkat aja lagian nggak ada yang perduli sama kamu!" sinis mamanya.

Maudy mengangguk singkat dia langsung pergi namun sebelumnya dia sempat berbalik lagi menatap ke arah mamanya.

"Pasti nanti mama perduli, dan Maudy akan nunggu hari itu tiba!" Maudy tersenyum tipis sebelum melanjutkan langkahnya pergi.

****

Maudy berjalan santai menuju kelasnya, mengulas senyum untuk menyapa orang-orang yang dia kenal.

Namun begitu matanya menatap segerombolan anak laki-laki di depan kelasnya membuat Maudy memutar bola mata malas.

"Minggir lo, halangin jalan gue aja!" cetusnya. Mendorong bahu lekaki itu kasar, yang didorong bukannya kesal malah terkekeh geli.

"Galak amat sih, lo. Perasaan gue gak pernah buat salah apa-apa sama lo, tapi lo setiap kali ketemu gue bawaannya sensi mulu, lagi dapet lo!" kekeh Devian dan teman-temannya.

Maudy tersenyum sinis, menatap tajam ke arah mereka semua. "Lo sendiri, nggak bosen gangguin gue mulu. Suka lo sama gue!" ujarnya tak santai.

"Ngarep banget lo, haha!" Mereka semua tertawa terbahak seakan puas membuat kesal Maudy.

Maudy membuang nafas kasar, masih dia tahan keinginannya untuk menabok muka menyebalkan Devian.

"Maudy!" Gadis itu berbalik kala melihat dua gadis yang tengah melambai ke arahnya, syukurlah kedua temannya telah datang.

"Ngapain gak masuk?" tanya Valen, sembari merangkul bahu Maudy.

"Gara-gara dia gue gak masuk!" ucap Maudy, sembari melirik Devian kesal.

"Oh, tenang gue bantu!" ucap Valen dengan tertawa kecil, dia berbalik menatap satu persatu teman-teman Devian yang tengah duduk di sana.

Dan berhenti pada satu lelaki yang tengah tersenyum manis ke arahnya. "Mantan, bantuin gue dong!" ucapnya pada Angga.

"Gue bantuin asal lo mau balikan sama gue!" balas Angga santai, lelaki tengil itu menaik turunkan alisnya menggoda Valen.

"Oke!"

"H-hah? serius? lo mau balikan sama gue?" Angga tergagap, dia tentu saja tak percaya. Berbulan-bulan Angga mengejar untuk mengajaknya balikan namun Valen terus menolaknya mentah-mentah.

Dan sekarang?!!

"Iya buruan!" sahut Valen kesal.

Layaknya orang bodoh, Angga mengangguk cepat segera menghampiri Devian dan menatap garang ke arahnya.

"Woi, lo!" sentaknya.

"Apa!" Devian menatapnya tajam.

"Bantuin gue lah anying! minggir lo, biar gue bisa balikan sama my baby Valen!" ucapnya memohon, dengan wajah seperti orang kebelet boker.

Mereka semua meledakkan tawanya melihat wajah Angga. Sedangkan satu teman Maudy lagi sudah bergelayut manja di lengan pacarnya.

"Sayang, aku mau masuk. Belum kerjain pr tadi!" ucap gadis itu manja.

Satu teman Devian yang paling bucin itu bernama Kevin, dia tersenyum mengusap kepala gadis itu gemas. "Ayo!" ajaknya.

Angga melongo kala melihat Devian membiarkan kedua orang itu masuk begitu saja lalu menghalanginya lagi saat Maudy akan ikut masuk.

"Maudy aku duluan!" ucap gadis itu merasa tak enak, Maudy mengangguk singkat.

Tatapannya menajam menatap ke arah Devian garang. "Gak usah buat gue main kasar sama lo ya, Dev!" ujar Maudy garang.

"Gue lebih suka yang kasar, enak aja!" ucapnya ambigu.

"Ck, lo mau kita balikan atau enggak!" Valen menyahut menatap Angga kesal.

"Ya ini lagi usaha, by!" Angga menarik-narik seragam Devian layaknya seorang anak yang ingin sesuatu.

"Dev, biarin mereka masuk elah! bantuin gue balikan kek." Devian bergumam singkat.

"Lo, masuk aja! biar dia sama gue." Tunjuknya pada Maudy.

Valen menggeleng tegas. "Gue masuk, Maudy juga harus masuk. Lagian lo siapa sih, hah! ngelarang kita buat masuk!"

"Gue? lo gak tau siapa gue?" ucap Devian sombong. Sembari menyugar rambutnya ke belakang.

"Jelasin, Gar!" ujarnya.

"Dia? ck, masa lo gak tau siapa dia? dia itu BEBAN KELUARGA. Haha!" Mereka semua kembali meledakkan tawanya.

Membuat Devian kesal, matanya menatap lekat ke arah Maudy yang sudah ancang-ancang akan memukulnya.

"Kalau lo mau masuk, syaratnya gampang. Lo tinggal jadi pacar gue aja!"

"Pacar lo? oke. Gue mau jadi pacar lo, kalau lo bisa nggak bernafas satu jam!" ucapnya santai.

Maudy maju, mengikis jarak diantara mereka, tangannya terulur menepuk pipi Devian lumayan kenceng.

"Gak usah ngimpi buat jadi pacar gue, karena sampai kapan pun gue gak akan sudi punya pacar modelan kayak lo!"

"Lo kayak tau aja kalau lo gak bakal jadi pacar gue. Nggak ada yang nggak mungkin di dunia ini, kalau lo sampai jadi pacar gue gimana, hm?"

"Kalau sampai itu terjadi, itu artinya gue bodoh! karena cuma cewek tolol aja yang mau sama lo, minggir!" Maudy mendorong kasar bahu Devian sampai dia berhasil masuk ke dalam kelas.

"Eh, by!" Angga menahan tangan Valen membuat gadis itu menatapnya kesal, menyentak tangannya pelan.

"Apa!"

"Kita jadi balikan kan?" tanya Angga dengan binar di matanya.

"Iya, dalam mimpi lo!" cetusnya lalu masuk ke dalam kelas.

Haha

Mereka semua menertawakan nasib Angga, membuat lelaki itu mendengus kesal.

"Aelah mantan masih aja lo perjuangin, cari lain kek!" sahut Edgar.

"Gak. Gue udah terlanjur cinta sama dia, dan gue bakal perjuangin sampai dia terima gue lagi!" ucapnya serius.

"Berjuang apa lo? sok-sokan berjuang tapi tiap hari ngajakin jalan cewek lain. Lawak lo!" sahut Edgar kembali menertawakan Angga.

"Ya, ya itu kan pelampiasan aj--"

"Oh, jadi selama ini kamu jadiin aku pelampiasan!" Ucapan Angga terpotong kala mendengar suara gadis di belakanganya.

"Eh, e-enggak gitu!"

Plak!

"Kita putus!"

Setelah memberi tamparan kepada Angga gadis itu pergi begitu saja, meninggalkan tawa yang kembali datang menertawakan Angga.

"Haha, goblok!"

Lanjutkan Membaca

Buku serupa

Buku lain oleh NabilaPutrii

Selebihnya
Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku