Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
Menantu Terhina Ternyata Nona Pewaris

Menantu Terhina Ternyata Nona Pewaris

Merry Heafy Ltf

5.0
Komentar
167
Penayangan
3
Bab

"Makan teross! Badan udah kayak gentong gitu, gimana bisa hamil coba! Kamu aja makannya serampangan!" Nirmala Sari Devi besar di panti asuhan. Ia selalu dihina mandul karena tubuh gemuknya oleh Bu Retno, sang mertua. Sakit hati, marah, dan benci dia telan sendiri selama 5 tahun lamanya berumah tangga dengan Andra.  Saat Nirma dinyatakan hamil, wanita itu justru memergoki Andra sedang melakukan hal tak senonoh dengan seorang wanita di kamarnya! Nirma ditalak, dia diusir dari rumah dan mengalami kecelakaan yang membuat hidup Nirma berubah. Sebuah rahasia besar tentang Nirma terungkap! Keluarga asli Nirma bukanlah orang sembarangan. Bagaimana reaksi Andra dan Bu Retno ketika mengetahui fakta mencengangkan tersebut?

Bab 1 Dihina Gendut dan Mandul

#1

"Makan teross! Badan udah kayak gentong gitu, gimana bisa hamil coba! Kamu aja makannya serampangan!" hardik Bu Retno sembari berkacak pinggang.

"Sayang nasi dan lauknya kalau dibuang, Bu." Nirma membela dirinya.

"Cih, alasan! Bilang aja kalau kamu itu rakus!" ketusnya sambil melengoskan wajah.

Sakit hati? Tentu saja. Siapa yang tidak sakit hati saat menerima seluruh kata-kata menyakitkan setiap hari selama bertahun-tahun. Sudah kebal rasanya, dan Nirma sudah tak tahu lagi bagaimana sakitnya dihina seperti itu oleh ibu mertuanya.

***

"Mbak Nirma, tolong ambilin sayur-mayur di belakang, ya?"

"Mbak Nirma, jangan lupa periksa nasinya!"

"Mbak Nirma, bawang gorengnya ditaruh di mana?"

Nirma mengusap peluh yang bercucuran di dahinya. Wanita itu terus berjalan ke sana ke mari sejak tadi tanpa henti. Nirma benar-benar lelah. Wanita bertubuh gempal itu makin kesulitan bergerak karena ukuran tubuhnya yang terlalu besar.

"Aku istirahat dulu ya, Mbak?" pinta Nirma pada teman-temannya yang bekerja di tempat catering.

Nirma meraih gelas, kemudian meneguk habis air yang berada dalam wadah tersebut. wanita itu tetap bekerja dengan rajin di tempat catering, meskipun wajahnya terlihat pucat.

"Mbak, ayo makan dulu. Mbak belum makan dari tadi, kan?" tegur salah satu teman Nirma.

"Aku belum lapar, Mbak. Aku makan nanti aja," tolak Nirma.

"Jangan gitu, Mbak! Sini makan dulu! Muka Mbak udah pucat banget, loh!"

Nirma memegang perutnya yang sudah keroncongan. Perut buncitnya yang sudah terisi banyak lemak itu membuatnya teringat kembali dengan hinaan yang kerap dilontarkan oleh ibu mertuanya. Ibu mertua Nirma selalu mengatainya dengan sebutan gentong, gerobak, hingga kuda nil setiap hari karena berat badannya yang berlebihan. Ia bahkan tampak lebih tua dari usianya yang baru 28 tahun karena bobot tubuhnya yang mencapai 85 kilogram.

"Duluan aja, Mbak. Aku makan nanti aja habis motong sayuran," sahut Nirma membuat-buat alasan.

"Kalau gitu, Mbak duduk aja dulu. Dari tadi Mbak mondar-mandir terus. Pasti Mbak capek."

Nirma hanya tersenyum. Wanita itu memang bekerja terlalu keras. Padahal Nirma mempunyai suami yang bekerja di perusahaan besar. Suaminya juga mempunyai jabatan yang cukup tinggi. Tanpa bekerja pun, Nirma bisa hidup makmur dengan gaji suaminya.

Namun, Nirma bukan tipe wanita pemalas yang hanya bisa duduk seharian di rumah. Meskipun suaminya mempunyai penghasilan tinggi, Nirma tetap bekerja keras mencari uang untuk memenuhi kebutuhannya sendiri.

Hal ini ia lakukan juga karena tuntutan ibu mertua. Nirma tidak ingin menjadi istri benalu dan makin dibenci oleh ibu mertuanya. Oleh sebab itu, apa pun yang terjadi Nirma harus tetap bekerja.

"Suaminya Mbak kerja di perusahaan besar, kan? Kenapa Mbak nggak berhenti kerja aja?"

"Aku nggak mau duduk di rumah terus, Mbak. Aku belum punya anak juga, jadi aku masih pengen manfaatin waktu buat kerja," sahut Nirma.

"Mbak udah nikah berapa lama sih?"

"Lima tahun, Mbak," jawab Nirma dengan senyum kecut.

"Udah lama juga ya, Mbak? Sayang banget Mbak belum ada anak."

Nirma menundukkan kepala. Lima tahun sudah wanita itu membina rumah tangga bersama dengan Andra. Namun, sampai sekarang Nirma belum dipercaya untuk mempunyai momongan.

Tidak hanya dihina karena bertubuh gemuk, Nirma juga harus menerima hinaan dan tuduhan mandul dari ibu mertuanya yang tidak menyukai dirinya. Bu Retno selalu saja memandang rendah Nirma karena wanita itu tak bisa memenuhi harapannya.

"Minta doanya aja, Mbak. Saya juga pengen cepat hamil," ucap Nirma dengan senyum dipaksakan.

Wajah Nirma makin pucat. Matanya juga mulai berkunang-kunang.

"Mbak Nirma? Mbak baik-baik aja, kan?"

"Mbak?"

Pandangan Nirma kabur, kemudian wanita itu ambruk. Nirma jatuh pingsan dan membuat teman-temannya panik.

"Mbak Nirma? Mbak Nirma kenapa?"

"Tolong? Tolongin Mbak Nirma!"

"Panggil Bu Widi sekarang!"

Semua orang yang ada di tempat catering tersebut nampak heboh karena Nirma yang mendadak pingsan. Bu Widi sebagai pemilik tempat catering bergegas menghampiri untuk melihat kondisi Nirma.

"Nirma kenapa?" tanya Bu Widi.

"Kami juga kurang tahu, Bu. Tiba-tiba Mbak Nirma pingsan," sahut teman-teman Nirma yang melihat wanita gempal itu tumbang.

"Muka Mbak Nirma udah pucat dari tadi, Bu. Kayaknya Mbak Nirma emang lagi nggak sehat."

Bu Widi pun segera menyiapkan mobil untuk membawa Nirma menuju ke rumah sakit terdekat. "Tolong bantu saya bawa Nirma ke mobil. Saya mau bawa dia ke rumah sakit," ujar Bu Widi.

Nirmala langsung mendapatkan penanganan setelah tiba di rumah sakit. Tak lama kemudian, Nirma pun akhirnya sadarkan diri usai diperiksa oleh dokter.

"Syukurlah kamu udah sadar, Nirma," ucap Bu Widi benar-benar lega melihat karyawannya yang sudah siuman.

"Saya di mana, Bu?"

"Kamu di rumah sakit, Nirma."

"Rumah sakit?" tanya Nirma dengan dahi berkerut. "Kenapa saya dibawa ke sini, Bu?"

"Tadi kamu pingsan, Nirma. Muka kamu juga pucat banget. Kamu baik-baik aja, kan?"

Nirma memijat kepalanya yang terasa pening. Wanita itu tidak terlalu ingat apa yang terjadi padanya sebelum ia dibawa ke rumah sakit.

"Gimana kondisi Nirma, Dok? Nirma nggak sakit parah, kan?"

"Sebentar lagi hasil labnya keluar, Bu. Mohon ditunggu, ya," ucap dokter pada Nirma dan Bu Widi.

"Hasil lab apa ya, Bu?" tanya Nirma bingung.

"Cuma tes darah biasa buat mastiin penyakit kamu, Nir," sahut Bu Widi.

"Oh ya, sebelum itu, silakan ikut suster Lina untuk tes urine ya, Mbak," ucap Dokter lagi.

"Hasil lab? Tes urine?" Nirma mengulangi perkataan sang dokter. Wanita itu masih bingung dengan apa yang sedang terjadi secara mendadak ini.

"Benar, Mbak Nirma. Mari ikut saya," ajak suster Lina sembari menuntun Nirma menuju ke kamar mandi. Nirma segera bangkit dari brankar. Wanita itu nampak sungkan karena sudah merepotkan banyak orang, termasuk bosnya sendiri.

Suster Lina lantas memberikan sebuah testpack dan satu cup kecil untuk menampung urine Nirma.

Tak berapa lama Nirma sudah kembali ke ruangannya dan tengah mengobrol dengan Bu Widi.

"Maaf, Bu, saya udah nyusahin Ibu," ucap Nirma.

"Kalau kamu sakit, harusnya kamu bilang, Nir. Jangan maksain diri begitu," tegur Bu Widi.

Nirma mengangguk. Perbincangan antara karyawan dan bos itu pun terhenti karena kedatangan dokter yang sudah membawa hasil laboratorium dan tes urine.

"Hasil lab dan tes urine-nya sudah keluar, Mbak Nirma," ujar dokter.

"Saya sakit apa, Dok?" tanya Nirma dengan wajah muram.

Perkataan dokter membuat Nirma mulai gugup. Nirma takut, wanita itu mempunyai penyakit parah karena obesitas yang dideritanya.

"Kondisi Mbak Nirma sangat sehat. Silakan dilihat hasilnya Mbak. Alhamdulillahnya, Mbak tidak sakit, tetapi Mbak Nirma sedang hamil," ungkap dokter.

Nirma membelalakkan mata. Wanita itu sama sekali tidak menduga kalau ternyata ia tengah mengandung buah hati yang selama ini sudah ia tunggu-tunggu.

"Saya beneran hamil, Dok?" tanya Nirma tak percaya.

"Selamat ya, Nirma! Ibu ikut senang dengernya," ucap Bu Widi dengan wajah sumringah.

Nirma benar-benar syok. Setelah pemeriksaan selesai, Bu Widi pun meminta Nirma untuk pulang dan beristirahat.

"Kamu nggak perlu kerja dulu, Nir. Kamu pulihkan dulu aja tubuhmu," ujar Bu Widi pada Nirma.

"Terima kasih banyak, Bu. Saya nggak akan izin lama-lama," timpal Nirma.

Nirma tak henti-hentinya tersenyum setelah wanita itu keluar dari rumah sakit. Wanita itu sudah tidak sabar ingin segera membagi kabar gembira ini pada suami dan ibu mertuanya.

"Ternyata aku nggak mandul. Aku bisa punya anak. Akhirnya aku bisa kasih keturunan buat Mas Andra," gumam Nirma dengan manik mata berkaca-kaca. Wanita itu tak mampu menahan tangis bahagianya.

"Kita sapa papa kamu ya, Nak? Papa sama Nenek kamu pasti senang kalau tahu kamu sedang tumbuh di perut Mama," oceh Nirma seraya mengusap lembut perutnya yang saat ini berisi calon buah hatinya.

Nirma membuka pintu rumah suamiku dengan wajah sumringah. Nirma bergegas melangkah menuju ke kamar, namun langkah Nirma terhenti begitu Nirma mendengar suara mencurigakan dari dalam kamarnya.

"Ada orang ya di kamar?" gumam Nirma.

Nirma mendengar dengan jelas suara de-sahan dari dalam sana. Karena penasaran, wanita itu pun segera mendorong pintu kamar untuk memeriksa ruangan tersebut.

Nirma mematung. Mata wanita itu menyorot ta-jam ke arah laki-laki dan perempuan yang saat ini tengah bergumul di ranjang kamarnya.

Tubuh Nirma gemetaran. Gigi Nirma bergemeletuk. Sorot mata wanita itu sudah dipenuhi oleh amarah yang membara.

"Bina-tang! Kalian sungguh bina-tang! Ba-jingan!" pekik Nirma nyaring.

***

Lanjutkan Membaca

Buku serupa

Kesempatan Kedua dengan Sang Miliarder

Kesempatan Kedua dengan Sang Miliarder

Romantis

5.0

Raina terlibat dengan seorang tokoh besar ketika dia mabuk suatu malam. Dia membutuhkan bantuan Felix sementara pria itu tertarik pada kecantikan mudanya. Dengan demikian, apa yang seharusnya menjadi hubungan satu malam berkembang menjadi sesuatu yang serius. Semuanya baik-baik saja sampai Raina menemukan bahwa hati Felix adalah milik wanita lain. Ketika cinta pertama Felix kembali, pria itu berhenti pulang, meninggalkan Raina sendirian selama beberapa malam. Dia bertahan dengan itu sampai dia menerima cek dan catatan perpisahan suatu hari. Bertentangan dengan bagaimana Felix mengharapkan dia bereaksi, Raina memiliki senyum di wajahnya saat dia mengucapkan selamat tinggal padanya. "Hubungan kita menyenangkan selama berlangsung, Felix. Semoga kita tidak pernah bertemu lagi. Semoga hidupmu menyenangkan." Namun, seperti sudah ditakdirkan, mereka bertemu lagi. Kali ini, Raina memiliki pria lain di sisinya. Mata Felix terbakar cemburu. Dia berkata, "Bagaimana kamu bisa melanjutkan? Kukira kamu hanya mencintaiku!" "Kata kunci, kukira!" Rena mengibaskan rambut ke belakang dan membalas, "Ada banyak pria di dunia ini, Felix. Selain itu, kamulah yang meminta putus. Sekarang, jika kamu ingin berkencan denganku, kamu harus mengantri." Keesokan harinya, Raina menerima peringatan dana masuk dalam jumlah yang besar dan sebuah cincin berlian. Felix muncul lagi, berlutut dengan satu kaki, dan berkata, "Bolehkah aku memotong antrean, Raina? Aku masih menginginkanmu."

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku