Cinta yang Tersulut Kembali
Mantan Istriku yang Penurut Adalah Seorang Bos Rahasia?!
Gairah Membara: Cinta Tak Pernah Mati
Permainan Cinta: Topeng-Topeng Kekasih
Kembalilah, Cintaku: Merayu Mantan Istriku yang Terabaikan
Kesempatan Kedua dengan Sang Miliarder
Cinta Setelah Perceraian: Mantan Suami Ingin Aku Kembali
Cinta, Pengkhianatan dan Dendam: Godaan Mantan Istri yang Tak Tertahankan
Kecemerlangan Tak Terbelenggu: Menangkap Mata Sang CEO
Sang Pemuas
Candu cinta itu seperti alkohol yang memabukan bagi siapa saja yang meminumnya dalam jumlah banyak, sehingga mampu membuat seseorang tak sadar akan kebodohan yang sedang ia jalankan. Menunggu pagi untuk menyambut hari yang baru, seakan hal yang wajib menjadi harapan bagi setiap manusia. Indahnya sebuah romansa juga diharapkan dapat terasa disetiap harinya.
Wanita cantik itu menatap suaminya yang masih terlelap saat jam sudah menunjukan pukul enam pagi. Aira, ia selalu senang menatap wajah Awan yang sedang tidur. Membuat debaran jantungnya menguat berpacu layaknya seseorang yang terus jatuh cinta berulang kali, namun, ini dengan pria yang sama, selama tujuh tahun—empat tahun masa pacaran dan tiga tahun masa pernikahan. Awan selalu bisa membuat seorang Aira merasakan jatuh cinta berkali-kali lipat setiap hari kepada dirinya.
Sebelah mata Awan terbuka sedikit, ia melirik lalu tersenyum dan menarik tubuh istrinya hingga terjatuh di atas dada bidangnya yang tertutup kaos berwarna putih polos. Dengan gemas ia memeluk Aira dan terus menciumi pipi istrinya itu tanpa henti. Membuat Aira bergidik geli dengan perlakuan suaminya yang suka gemas dengan dirinya.
"Udah Mas, buruan bangun, mandi, kerja. Aku juga mau ke kantor," ucap Aira berusaha melepaskan diri dari pelukan Awan.
"Ntar dulu dong, sini, dan gini dulu.” Awan terus memeluk Aira dan menghirup aroma istrinya itu yang sudah mandi dan wangi. Hanya tinggal berganti baju kerja, karena setelah membersihkan diri, ia hanya mengenakan daster.
"Kesiangan nanti, Mas Awan," ucap Aira yang tak bisa bergerak di dalam dekapan Awan.
"Mmghhh, enggak, sebentar doang." Awan lalu mengusap punggung Aira. Membuat Aira relax hingga sedikit mengantuk.
"Bolos aja yok, Ra," bisik Awan. Aira menggeleng.
"Aku ada kerjaan Mas, belum bikin laporan bulanan."
Awan menghela napas panjang dan melepas pelukannya. Aira bangun, lalu duduk menatap suaminya itu. "Mau apa ci emangnya, udah pagi tuh, lihat mataharinya udah naik?" Aira menangkup wajah suaminya.
"Ok. Yaudah aku mandi dulu, sarapan di mobil aja, takut macet." Awan beranjak dan mengecup sekilas bibir Aira, membuatnya tersipu malu. Selalu seperti itu. Aira selalu bisa tersipu malu dengan perlakuan manis Awan.
"Mas Awan!" panggil Aira. Awan menoleh dari pintu kamar mandi menatap Aira.
"Aku telat datang bulan, nih." Aira senyum-senyum. Awan terbelalak dan berlari menghampiri Aira.
"Serius kamu, Ra!" Awan semangat. Aira mengangguk.
"Tapi aku belum cek, Mas, nanti pulang kerja aku beli alat testnya ya, kita lihat sama-sama." Aira menyisir rambut Awan dengan lima jarinya. Mencium kening suaminya dan tersenyum.
"Mudah-mudahan jadi ya kali ini, kalau enggak, aku minta kamu sabar lagi ya, Mas." Aira menatap Awan. Awan mengangguk.
Anak, menjadi kunci lain dalam kebahagian sebuah mahligai pernikahan. Kehadiran anak mampu membuat sebuah rumah tangga menjadi lengkap. Hal itu juga yang menjadi harapan Awan. Menikahi kekasih yang ia kenal begitu cepat, merasakan jatuh cinta dan nyaman satu sama lain, hingga memutuskan untuk menikah, menjadi harapan terbesarnya untuk memiliki seorang anak. Tiga tahun menikah, belum terdengar suara tangis di dalam rumah yang mereka tempati. Berkali-kali Aira berharap jika saat datang bulannya terlambat, maka calon bayi sudah menempati rahimnya, namun itu belum terwujud. Awan selalu meyakinkan Aira jika suatu saat mereka akan punya anak. Pria itu selalu bisa membuat Aira tersenyum dan yakin akan hal itu.
Keromantisan mereka juga dinilai baik di mata keluarga, juga para sahabat yang tau mereka berdua. Tak pernah ribut apalagi cekcok di hadapan banyak orang. Aira begitu mencintai suaminya, ia rela seluruh hidupnya dihabiskan untuk mencintai seorang Awan.
Sikap Awan yang suka memberikan kejutan kecil, atau tiba-tiba memberikan hadiah kecil saat pulang bekerja, membuat Aira merasa sangat dicintai suaminya itu.
***
"Nanti pulang kerja tunggu aku ya, aku nggak lembur kok, cuma rapat penjualan doang sampe jam tiga terus pulang." Awan menoleh, menatap istrinya lekat.
"Kamu nggak kelamaan nunggu aku di parkiran, Mas, kalau jam segitu nanti sore udah jemput?" Aira melepaskan seatbelt nya saat mobil yang dikendarai Awan sudah sampai di parkiran gedung kantor Aira.
"Nggak, kayak nggak biasanya aja. Ra, sini dulu." Awan menarik jemari Aira dan mengecupnya berkali-kali lalu menarik Aira dan mereka sedikit menghabiskan waktu beberapa menit untuk saling meluapkan rasa cinta dengan cumbuan panas. Mereka saling melemparkan senyum saat hal tersebut usai.
"Kabarin aku kalau udah sampe kantor ya Mas"
"Iya, Ra," Awan mengusap kepala Aira. Mereka melemparkan senyuman.
Pintu Mobil tertutup. Aira berjalan menjauh masuk ke lobby kantor lewat pintu dekat parkiran. Awan mengambil ponsel dan mengirim sebuah pesan kepada seseorang. Lalu senyum merekah dari wajahnya. Ia menginjak pedal gas dan menuju ke arah kantornya.
Keesokan paginya, di rumah, Keduanya menatap pada garis yang muncul di alat tes kehamilan. Lalu mereka saling menatap dan tersenyum. "Belum saatnya," ucap Awan sambil merangkul dan mengusap bahu Aira. Testpack dibuang ke tempat sampah oleh Aira. Ia memeluk suaminya yang kemudian mengecup kepala Aira berkali-kali.
"Kita harus sabar lagi." Ucap Awan. Aira mengangguk, masih di dalam pelukan suaminya yang hangat dan nyaman.
"Jangan dipikirin. Kita nonton tv yuk sambil tiduran, episode terbarunya malam ini 'kan?" Awan mengalihkan pembicaraan. Aira mengendurkan pelukannya dan menatap lekat Awan.
"Mas nggak kecewa?" Aira mencoba mencari jawaban jujur dari kedua tatapan mata Awan.
"Enggak. Ini urusan rejeki aja, sabar," Awan lalu membawa Aira keluar dari kamar mandi yang ada di dalam kamar mereka dan menuju ke arah tempat tidur. Keduanya tenggelam dalam kehangatan didalam satu selimut. Saling memeluk dan menguatkan.