Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
Sang Menantu Terkaya

Sang Menantu Terkaya

Pipi Kiri

5.0
Komentar
60
Penayangan
36
Bab

Adrian Varro Nata terpaksa menjadi tukang kebun keluarga Baron. Dia melarikan diri karena nyawanya terancam. Sampai suatu hari, Adrian dipaksa menikah dengan putri majikannya menggantikan calon suaminya yang kabur, demi menyelamatkan nama baik keluarga mereka. Tapi mertuanya itu memberi syarat hanya dua tahun, setelah itu dia harus bercerai. Selama menikah Adrian selalu dihina, dianggap suami tak berguna. Adrian berusaha mempertahankan Clara Bellova - istrinya karena tulus mencintainya. Sampai suatu hari Asisten pribadinya menemukannya dan memintanya kembali menjalankan perusahaan mobil mewah miliknya.

Bab 1 Dasar Tukang Kebun!

Adrian sedang memangkas tanaman pucuk merah di halaman belakang kediaman Keluarga Baron, ketika ibu mertuanya memanggilnya dengan suara nyaring.

"Adrian!!! Dimana kamu?!"

Adrian pun menoleh ke arah sumber suara itu lalu menghentikan aktivitasnya. Dia meletakkan alat penyemprot dengan kapasitas delapan liter itu ke tanah.

"Iya, Ma. Adrian di sini!" jawab pemuda berusia 27 tahun itu setengah berteriak agar wanita bernama Cindy itu mendengar suaranya.

"Dari tadi apa kerjaan kamu, hah! Itu kenapa bunga-bungaku belum disiram?!" ucapnya ketus setelah mendekat.

"Maaf, Ma. Tadi Adrian sedang memberi pupuk, sebentar lagi selesai dan Adrian akan menyiram bunga yang di depan," jawabnya tetap sopan dan tersenyum.

Cindy memanyunkan bibirnya mendengar itu.

"Alah! Alasan saja kamu! Memang kerjamu itu selalu tidak becus!" cibirnya dengan bibir maju.

"Maaf, Ma."

Hanya kalimat itu yang mampu dia katakan. Adrian harus banyak bersabar menghadapi Cindy yang selalu cerewet dan kurang puas dengan semua yang dikerjakannya.

"Dasar pemalas kamu! Oh, ya satu lagi. Jangan panggil aku Mama! Aku tidak sudi punya menantu seperti kamu! Kalau bukan karena putriku sudah aku tendang kamu dari rumah ini! Huh!" ucapnya ketus.

"Baik, Nyonya!" jawabnya tertunduk lesu.

"Kamu itu harus sadar diri dong! Sudah menumpang hidup dan makan gratis di rumah ini! Dasar tidak berguna!"

Setelah puas memaki, wanita itu berlalu pergi begitu saja meninggalkan Adrian.

Cindy selalu saja mengatakan hal itu kalau sudah memarahi Adrian. Dia selalu mengingatkan status Adrian yang berbeda dan bertolak belakang di rumah ini.

Menantu, suami dan juga tukang kebun keluarga ini.

Karena sudah selesai, Adrian segera membereskan peralatannya dan bergegas menuju halaman depan untuk menyiram tanaman yang lain.

Dia melihat istrinya yang tak lain sekaligus putri dari majikannya sedang membaca buku di teras.

Diam-diam Adrian mencuri pandang ke arah gadis cantik itu. Dia hanya bisa mengagumi istrinya itu dari jauh.

Adrian kembali teringat saat baru beberapa bulan bekerja di rumah ini.

Saat itu Tuannya sedang kalut dan berusaha menenangkan putrinya yang menangis karena tidak jadi menikah lantaran calon suaminya telah menghamili selingkuhannya.

Adrian yang kebetulan ada di sana tiba-tiba ditunjuk oleh Tuannya, pria bernama Baron Belova untuk menggantikan calon menantunya dan menikahi anak satu-satunya.

Baron merasa Adrian cocok, karena memiliki wajah yang tampan dengan tubuh tinggi meskipun tidak terlalu berisi dan dia pikir orang-orang juga tidak akan terlalu curiga kalau putrinya menikah dengan orang lain. Mereka akan membuat alasan sedemikian rupa nantinya.

Clara Freya Belova, gadis 25 tahun itu hanya diam saja, tidak menolak dan juga mengiyakan. Baron melakukan itu untuk menutupi malu dari tamu undangan karena pernikahan itu tinggal seminggu lagi.

Adrian dan Clara sudah menikah selama setahun tapi gadis itu masih saja dingin dan cuek padanya. Meskipun tidak sekejam Cindy saat berkata-kata, tapi Clara selalu menjaga jarak dengannya.

Tapi Adrian tetap sabar dan berharap suatu hari nanti hatinya bisa terbuka untuk menerimanya dengan tulus. Seperti Adrian yang sudah menyukai gadis itu sejak pertama kali bertemu.

Merasa diperhatikan, Clara pun menoleh.

"Kenapa? Apa ada yang aneh denganku?" Clara bertanya dengan kening berkerut pada Adrian.

Membuat pria itu salah tingkah karena tertangkap basah.

"Tidak, Clara. Aku hanya ingin melihatmu saja," jelas Adrian dengan wajah memerah.

"Lakukan saja tugasmu, Adrian. Nanti Mama mengomel. Aku pusing mendengarnya," ucapnya mengingatkan.

Terkesan dingin memang, tapi Adrian cukup senang karena Clara mengizinkan mereka memanggil nama satu sama lain. Setidaknya gadis itu masih menghargainya sebagai suami sahnya.

"Oke, Clara. Terima kasih!" jawab Adrian tersenyum.

"Jangan senang dulu, pekerjaanmu masih banyak!" ucapnya tetap dingin.

Setelah itu Clara menutup buku itu dan bangkit dari duduknya lalu masuk ke dalam rumah.

Melihat sikap Clara yang selalu seperti itu, Adrian hanya bisa menghembuskan napasnya dengan kasar.

Pak Mario, security rumah keluarga itu menjadi iba melihat keluarga ini selalu memperlakukan Adrian dengan buruk, padahal dia tahu kalau Adrian adalah pemuda yang baik.

"Sabar ya, Nak. Mudah-mudahan Nona Clara cepat sadar dan bisa menerima kamu sebagai suami seutuhnya," ucapnya menghibur.

"Iya, Pak. Tidak apa-apa. Aku akan menunggu sampai waktu itu tiba," jawabnya dengan mendesah pelan.

"Oh, ya. Apa kamu masih diberi gaji?" tanya pria 38 tahun itu tiba-tiba.

Adrian hanya tersenyum lalu menjawab, "Tidak, Pak. Aku sudah cukup bersyukur sudah bisa makan dan tinggal di sini," jelasnya.

Pria itu hanya menggelengkan kepalanya. Dia juga tidak bisa membantu Adrian dalam hal ini.

Cindy sudah melarang Baron memberikan uang gaji dari pekerjaan Adrian sebagai tukang kebun mereka, walaupun hanya separuhnya saja.

Semenjak menikah dengan Clara, Cindy merasa makan dan tempat tinggal di rumah ini sudah cukup sebagai ganti dari gaji Adrian yang tidak seberapa.

Adrian hanya bisa menerima dengan pasrah, yang penting dia masih bisa melihat Clara, istrinya yang sudah dia cintai secara diam-diam. Itu saja sudah lebih dari cukup.

Sorenya…

Baron baru saja pulang dari kantor. Dia terlihat senang hari ini, terbukti dengan wajahnya yang terlihat sumringah.

Setelah selesai makan malam, dia mulai memberitahukan hal itu pada istrinya.

"Ma, besok papa bisa membeli mobil baru incaran kita!" ucapnya bangga.

"Benarkah? Wah, akhirnya aku bisa naik mobil baru!" jawab istrinya itu dengan rona wajah bahagia.

"Iya, dong!"

Baron pun melihat Adrian yang kebetulan lewat hendak naik ke tangga menuju kamarnya, lalu memanggilnya.

"Adrian!"

"Iya, Tuan!" jawab Adrian sopan.

"Apa kamu bisa menyetir?" tanya Baron tiba-tiba.

"Hmm. Bisa, Tuan!" jawabnya canggung.

"Bagus! Besok pagi kamu temani saya pergi membeli mobil baru. Kamu bisa jadi supir pribadiku! Mengerti?" ucapnya dengan tatapan tajam.

"Mengerti, Tuan," jawab Adrian patuh.

"Sekarang pergilah!"

Baron mengibaskan tangannya sebagai isyarat menyuruh Adrian untuk pergi dari hadapan mereka.

Adrian pun kembali melanjutkan langkahnya menuju kamarnya.

Setelah sampai di depan pintu, tangannya jadi terhenti untuk membuka knop. Dia menoleh ke arah pintu sebelah kamarnya.

Ya, itu adalah kamar Clara.

Bahkan mereka tidur terpisah semenjak dari hari pertama menikah. Clara tidak mau sekamar dengannya.

Adrian mencoba ikhlas menerima keputusan itu dengan lapang dada. Tidak mudah bagi gadis itu menerima pemuda biasa seperti dirinya, karena calon suaminya seorang pemuda yang mempunyai pekerjaan bagus, tidak seperti dia.

Adrian pun memutuskan untuk istirahat, tubuhnya terasa pegal semua.

Besoknya…

Baron sedang antusias melihat deretan mobil yang ada di showroom itu. Matanya berbinar takjub.

"Tuan, kenapa tidak mengambil yang ini saja. Ini keluaran terbaru loh! Meskipun bentuknya klasik tapi ini sangat cocok untuk Tuan!" ujar Adrian memberikan pendapatnya.

Baron merasa tidak senang karena tukang kebunnya malah menasehati dia tentang mobil.

"Diam! Tau apa kamu tentang mobil mahal! Sudah jangan banyak bicara!" cibirnya ketus.

Adrian pun akhirnya memilih bungkam. Padahal dengan melihat sekilas saja dia sudah tahu tipe, jenis dan harga dari mobil-mobil ini.

Seperti beberapa tahun lalu, saat dia masih berstatus sebagai orang berpunya. Dia terpaksa meninggalkan keluarga dan perusahaannya karena harus melarikan diri dari orang yang mengincar nyawanya.

Tapi Adrian menyembunyikan hal itu pada semua orang di sini, terutama keluarga Baron.

Setelah berkeliling, ternyata Baron hanya mampu membeli mobil biasa saja dan standar. Bukan mobil mewah yang tadi mereka lihat. Uangnya tentu tidak cukup untuk membeli mobil mewah itu.

Adrian hanya bisa menggelengkan kepalanya melihat tingkah mertua sekaligus majikannya ini.

Hanya bisa bicara tapi kenyataan nol besar.

Saat menunggu Baron menyelesaikan transaksi, tiba-tiba ada suara yang seperti familiar di telinga Adrian.

"Tuan Nata?" sapa seorang pemuda tampan dengan setelan jas rapi.

Adrian terlonjak kaget melihat orang yang berdiri di depannya saat ini.

Dia adalah Joseph, Asisten pribadi sekaligus orang kepercayaannya yang sudah lama bekerja untuknya.

Perusahaan dengan penjualan mobil mewah di seluruh dunia.

"Tuan Nata! Akhirnya aku menemukan Tuan di sini. Ayo, kita pulang, Tuan! Perusahaan Car's Nata sudah lama menunggu!"

Lanjutkan Membaca

Buku serupa

Buku lain oleh Pipi Kiri

Selebihnya
Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku