Anita dan Rommy tidak menyangka akan mendapatkan karma dari penghianatan mereka dulu pada Alfons Widjaya. Anita harus dihadapkan pada kenyataan Alea putri semata wayangnya mencintai Alfons kekasihnya dulu.
Alea tidak pernah membayangkan, ia akan berada dalam situasi seperti saat ini, bahkan sekali saja dalam hidupnya. Dimana Ia berada dalam posisi yang tidak kuasa menolak cinta yang begitu saja datang menghampiri nya.
Alea sudah tahu Alfons Widjaya adalah jenis lelaki dewasa yang bisa kapan saja memangsanya, gadis belia yang baru saja mendekati kepala dua.
Tetapi Alea sudah tergelincir, sejak kali pertama mengenal Alfons pria seusia ibunya.
Nasihat Anita ibu yang melahirkannya , berguguran di kakinya saat ia menerima kepercayaan yang begitu besar untuk merawat hati lelaki yang ternyata adalah seorang hartawan yang dermawan.
Kalung hadiah dari Alfons yang tadi langsung Alfons sematkan di lehernya, saat mencoba salah satu gaun panjang putih berbahan jatuh dengan belahan samping setinggi paha yang mengekspos kecantikan tubuhnya.
"Gimana Om?" muncul di hadapan Alfons sambil mengenakan gaun cantik yang membuatnya tampak seperti wanita dewasa melebihi usia nya yang belasan.
"Cantik banget kamu...." Kedua mata Alfons menatap lekat, menyusuri tubuhnya.
"Om itu Tahu banget gimana caranya bikin cewek keliatan anggun." Alea menatap pantulan dirinya di cermin.
Alfons berdiri di belakangnya dan Alea dapat melihat tatapan pria dewasa itu tidak dapat pergi dari wajahnya.
Jemari Alfons bergerak pelan, menyusuri sisi lehernya dan menarik lembut rambutnya yang tergerai ke belakang punggung. Mereka saling menatap melalui cermin. Dadanya berdesir saat jemari Alfons menarik pelan tali gaunnya hingga melewati bahu.
Alea tahu, Alfons menginginkan dirinya. Napasnya tertahan di kerongkongan saat ujung runcing hidung Alfons menghembuskan udara panas di belakang telinganya. Alea ingin melihatnya tetapi kedua kelopak matanya mendadak berat, tak sanggup bertahan lebih lama saat bibir Alfons mendarat pelan di leher dan bahunya.
Tiba-tiba saja dress itu terjatuh di kakinya dan Alea melihat dirinya tampil polos di depan cermin.
Tidak ada yang terucap dari bibir Alfons yang sedikit terbuka.
Tatapan Alfons terpaku menatap cermin, seperti ingin melihat saja yang sanggup jemari nya lakukan terhadap tubuh gadis yang sudah pasrah di pelukannya kali ini.
Saat ini, Alea tengah bergelut melawan rasa malunya. Sedari tadi bibirnya tidak bisa diam, memekik kecil yang baginya sendiri terdengar kurang sopan.
Tetapi untuk apa? Alea bahkan saat ini lupa caranya untuk bersikap sopan di hadapan lelaki yang berjarak dua puluh tahun lebih tua darinya, yang malam ini sudah sepenuhnya menjadi miliknya.
Jadi begini rasanya?
Alea hanya bisa menggigiti bahu kokoh Alfons saat lelaki itu melakukannya dengan perlahan tetapi pasti.
"Sakit?" Alfons berbisik lirih di depan wajahnya dan Alea menemukan tatapan menjerat lelaki itu. Mata mereka kembali bertatapan.
Alea hanya bisa menggeleng, sambil menahan rasanya sedikit. Memang sedikit panas di bawah sana, tetapi tidak sampai membuatnya menangis. Rasanya panas dan kelenjar geli yang aneh Alea rasakan.
Sepertinya, reaksi setiap orang memang berbeda-beda. Alea sering mendengar cerita teman-temannya yang berakhir menangis saat kali pertama melakukannya,katanya sakit luar biasa.
Tentu saja Alea tegang mengingat ini pertama kali untuknya. Tetapi Alfons , perlahan menyurutkan rasa tegang dan takutnya.
Alea mempercayai Alfons sepenuhnya, kekasih beda usia yang tadi tidak ragu memberikan jemari juga bibirnya, demi memberikan banyak gelombang kecil pada tubuhnya.
Alea hanya mampu memejamkan kedua matanya rapat-rapat saat Alfons menjadi semakin dalam dan melakukannya dengan perlahan.
Tidak dipungkiri, Alea takut tidak sanggup menahan sakitnya. Tetapi tatapan mata Alfons menenangkannya.
Jemari Alfons bergerak mengusap kepalanya dengan sepenuh sayang, diiringi kecupan-kecupan lembut di bibir dan wajahnya.
Ujung hidung mereka bersentuhan dan ia dapat mendengar tarikan napas Alfons . Kedua alis tegas Alfons Widjaya menyatu dan Alea melihat Alfons sesekali menggigiti bibirnya sendiri.
"Hhh.... " Napas tertahan Alfins terdengar semakin jelas, sebelum pagutan panas di bibir mengiringi jemarinya menekan lebih kuat punggung lelaki itu ketika guncangan di bawah sana kian mengencang.
Alea memekik pelan, terlalu malu ia untuk sekedar mendesah nikmat.
Namun Alfons membuatnya tidak bisa menahan diri.
Alea mendadak menjadi sangat gelisah, saat rasa tak biasa semakin merambat naik ke permukaan dan membuatnya ingin merengek mengiba bahkan berteriak mengeluarkan semua rasa.
Tapi untuk apa?
Buku lain oleh Dinda sukmadewi
Selebihnya