Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
Karma Masalalu
5.0
Komentar
396
Penayangan
26
Bab

Aku bertemu dengan Barikli yang membuatku jatuh cinta bahkan sampai rela melepas kesucianku untuknya. Menolak lamaran Adza karena percaya dengan janji Barikli yang akan menikahiku setelah tau bahwa aku hamil. Tapi, janji itu palsu. Dengan nggak tau diri, Barikli meninggalkanku tanpa pamit dan ternyata dia pergi untuk mengejar mimpi menjadi TNI. Enam tahun kemudian, aku menikah dengan Yusuf karena wasiat bapakku. Aku ragu karena dia laki-laki yang baru saja kukenal dari Ratna, temanku. Aku akan berusaha mencintainya seperti dia yang mencintaiku. Lalu setelah aku benar-benar jatuh cinta, sifat aslinya keluar. Padahal aku menganggap dia baik dan tulus, tapi ternyata itu palsu. Aku meminta cerai karena nggak tahan dengan kekerasan yang dia lakukan. Laki-laki itu psikopat dengan dua kepribadian. Kadang seperti dajjal, kadang seperti pangeran berkuda putih yang baik hati. Setelah semuanya berlalu, Adza kembali datang menawarkan pernikahan. Ketika lamaran itu kuterima, nyatanya hidupku gak sepenuhnya bahagia karena masih ada sesuatu yang kusembunyikan, yang siapapun nggak ada yang tau. Sebuah rahasia besar, yang lima tahun berhasil kusimpan rapat-rapat. Saat rahasia itu terkuak, aku yakin, aku sudah hilang menuju kematian.

Bab 1 Prolog

Apes. Harusnya aku sudah haha-hihi bersama teman-temanku sekarang, kalo saja aku nggak terbelenggu di tempat kerja berhadapan dengan cowok yang menghancurkan rencanaku.

"Kamu bodoh apa gila sih Sa," cercaku pada Irsa atas semua pengakuannya yang sama sekali nggak masuk akal.

"Dua-duanya Mbak. Aku bodoh dan gila karena dia. Dia satu-satunya penawar dari kebodohan dan kegilaanku Mbak,"

Menghela nafas berat, aku mencoba menahan amarahku agar nggak meledak. Sejak kedatangannya tadi, moodku sudah nggak baik karena dia berhasil menghentikanku untuk have fun dengan temanku. Ditambah lagi setelah mendengar alasannya datang menemuiku, membuat darahku mendidih.

"Kamu edan. Kamu kena guna-guna. Besok ikut Mbak pergi ke dukun," Memilih mengakhiri pembicaraan tanpa ada penyelesaian, seenggaknya bisa menyumbat kekesalanku. Meraih tasku di meja, aku bersiap untuk pergi.

"Aku gak kena guna-guna Mbak. Ini normal. Cinta bisa tumbuh kapan saja dan pada siapa saja. Ini anugerah, bukan musibah. Besok aku pulang dan ngomongin ini sama Ibu dan Bapak,"

Gerakanku terhenti, menatap Irsa yang menatapku serius aku kembali terduduk. "Jangan berani bilang ini ke Ibu, atau kamu bakal menyesal seumur hidup."

"Aku gak peduli Mbak,"

Brak. Satu gebrakan di meja sebagai pelampiasan amarahku, membuat Irsa terkejut. Mataku berpendar tajam, menghunus matanya yang menyiratkan kegelisahan.

"Ibu bakalan terkena serangan jantung kalo kamu berani ngomong ini,"

Usai mengucapkan itu, aku pergi. Ada rasa sesak di dada mengingat bahwa dia adalah adikku sendiri. Yang berhasil mengecewakan setelah orangtua kami berjuang mati-matian demi bisa membesarkannya sampai sekarang.

Tentang semua pengakuannya, itu nggak salah. Hanya saja menjadi kesalahan terbesar saat pengakuan itu diucapkannya diwaktu sekarang. Ini bukan saat yang tepat untuk dia melakukan keinginannya itu. Keinginan yang bahkan belum bisa kulakukan juga sampai detik ini.

"Aku ingin nikah Mbak,"

Terkejut setengah mati saat mendengar kalimat itu dari seorang anak SMA kelas sebelas. Bagaimana bisa dia mengucapkan kalimat itu dengan tanpa beban? Ya Allah, apa dia fikir menikah itu enak?

"Dia butuh kejelasan Mbak, dan kejelasan itu adalah dengan menikahinya. Aku cinta sama dia, aku gak mau kehilangan dia gara-gara aku terlambat melangkah,"

Keputusan yang baik kalo dia memutuskan itu nanti sepuluh tahun lagi setelah dia sukses membangun bisnisnya sendiri. Sangat gila seorang anak berusia tujuh belas tahun ingin menikahi gadis pujaannya.

Semakin kuat keinginanku untuk membawa dia ke dukun. Atau kalo enggak ke psikiater karena sepertinya psikisnya terganggu. Bukannya belajar dengan sungguh-sungguh agar bisa membahagiakan keluarga, malah ingin membangun keluarga sendiri. Dasar anak zaman milenial. Dia disekolahkan agar pintar, bukan untuk mencari pacar.

"Mbak Ca, ada customer komplain Mbak,"

Berhasil menginjakkan kaki di lantai bawah, aku disambut dengan laporan Yuli yang nggak mengenakkan hati. Ada apa dengan hari ini? Satu masalah datang, satu masalah lagi menghampiri.

"Cust yang minggu lalu ," Penjelasan Yuli membuat alisku bertaut.

"Loh, bukannya orderannya udah kita kirim ya?" tanyaku.

"Iya Mbak. Produknya udah nyampe, cuma katanya datang dengan keadaan rusak."

Menelaah kalimat Yuli, aku berkata lagi, "Produk nyampe dengan keadaan rusak bukan kesalahan dari kita. Produk dari kita sempurna, gak bakal ngirim barang riject. Kalopun rusak itu kesalahan ekspedisi, kita juga udah packing dengan aman,"

"Gak tau Mbak. Orangnya tetap komplain, dia minta ketemu sama Mbak,"

Aku menghela nafas. "Dimana orangnya?" Tanyaku. Percuma menjelaskan panjang lebar kalo nggak di depan orangnya sendiri.

"Dia di ruang tamu Mbak," info Yuli lagi. Aku bergegas melangkah ke ruang tamu.

Berkali-kali menarik hembuskan nafas, menyiapkan mentalku untuk menghadapi customer yang sudah sempat meluangkan waktunya mampir ke outlet untuk komplain.

Setelah melongokkan kepalaku ke ruang tamu, aku hanya menemukan seorang laki-laki yang duduk membelakangi pintu. Nggak kutemukan customer wanita seperti yang kulihat waktu video call minggu lalu saat merundingkan souvernir jenis apa yang diinginkannya.

"Orang yang katanya mau komplain dimana Yan?" tanyaku pada Iyan yang kebetulan lewat di depanku.

"Itu Mbak, di ruang tamu," jawab Iyan sembari menunjuk ke sosok laki-laki tadi.

Melangkah dengan berwibawa aku memasuki ruang tamu, menyapa dengan ucapan selamat malam, sebelum akhirnya duduk di kursi berhadapan dengan laki-laki yang kini bisa kulihat keseluruhan wajahnya.

Sepersekian detik aku terdiam memaku tatapan padanya, mataku panas. Mengalihkan pandang dengan cepat, secepat juga dentuman jantungku berpacu di dalam sana.

Ini gila.

Lanjutkan Membaca

Buku lain oleh ratu_rebahan

Selebihnya

Buku serupa

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku