Karma Masalalu
andar gak sekalipun mengucapkan kata mengeluh. Satu kata 'lelah' atau mungkin 'capek' gak pernah terd
banget. Dud
mes. Ma
s. Beli m
n. Pinjam
menyumpal kedua telingaku, agar gak mendengar semua keluhan itu.
a. Memejamkan mata sejenak, menikmat
dari dua belas jam. Barikli yang mengajakku kesana, ke Kampung Coklat. Membelikanku banyak coklat, sampai aku mabuk
anak sekolah studytour. Kami disana banya
Makam Bu
awal kami akan pulang sore tadi, tapi
telat pulang. Padahal setau Ibu, aku kerja
ja langsung ke
Ibu. Semoga Ibu percaya kar
rumahnya. Tempat pelarian terakhir kalo kamarku sudah ga
nya adalah pesantren. Tapi aku nggak, hanya num
eru Barikli langsung m
g berkendara. Terlalu nyaman bersandar di punggung Barikli
ma ya Ki?
harus sampai rumah sebelum pukul sepuluh. Agar, waktu tidurku nggak berkurang, de
Belum keluar lho ini. K
melihat gelenganku sebagai jawaban, karena
sampe rumah, terus tidur," lagi d
ja cari tempat t
"Enggak-enggak. Lanjut
pinggang Barikli, aku kemb
dah kukatakan, kalo mantanku entah berapa lusin.
ya sebatas itu. Meskipun aku tau dan faham betul, karena aku lulusan pesantren, tidak. Jangan baha
kan berboncengan dengan cowok bukan mahram sekalipun ad
dengan bangga melakukannya, sekalipun Allah sudah
njut aja sampe rumah," protesku saat
Barikli menyuruhku turu
ban motor, dan hasilnya memang
t pinjaman dari Barikli. Mengabaikan Barikli yang seharusnya sang
ujung sana. Jarak lampu satu dengan yang lainnya terbilang cukup jauh. Dan jal
jalan tikus, agar cepat sampai ke rumah. Kalo saja tau keadaannya
emas. Malam akan semakin larut. Ak
ya lalu menuntun motor. Aku mengangguk, lal
disusul seorang pria bertubuh ringki
r tiga pria lain yang bertubuh kekar, penuh otot, juga t
pada Barikli. Orang-orang itu menghampiri kami, tampak bengis dari raut wajahnya yang berminy
ang berbadan kekar seperti preman yang kulihat di TV. Bukan seperti,
os," kata
erat, saat preman kurus itu mendekat ke arahku. Jantungku jumpalitan gak k
bakalan nyerang, ka
kan aksi apapun. Dia hanya diam di tempat, seperti memang men
. Aku takut."
i aku berada di samping seorang pendekar pencak silat. Hampir lupa, kalo Barik
ng yang dipanggil 'bos' menggetarkanku. Menambahi rasa ketakutanku
iperkosa Ki,
kehilangan keperawanan. Para preman beringas itu, sangat menakutkan. Satu air mataku yang g
adi Sab. Aku bakal
li untuk pria kurus yang tangannya hend
ti. Aku mau m
bergetar menahan isak tangis, aku me
. Itu gak adil. Bahkan gak ada yang namanya pertandingan satu bandin
kan, aku hanya terus menyaksikan perke
ertolongan. Tapi nihil, disini sepi. Hanya suara gedebuk dar
kulihat. Tapi, itu nyata, aku menyaksikan perke
yang kulihat? Kagum dengan sosoknya yang semakin memp
r, juga otot di rahangnya yang mengeras, didukung dengan matanya y
bisa menunjukkan sorot matanya yang sayu. Itu menakutka
h. Terbujur kesakitan di aspal rusa
preman itu dengan kilat menghampiriku, menceka
engan yang tersaji pisau menghunus
riakku memint
ampiriku, tubuhnya langsung limbung saat seorang preman yang terbaring di sebelahnya
maafkan aku kalo ini karma dari kebohon
#
uar batas kemampuan. Fahamkan kalo dari setiap musib
saat aku mengeluarkan uang yang
h," kataku
rmasuk handphone milik Barikli, tapi untungnya motor masih aman. Aku lupa bersyuku
ajahnya penuh kebiruan, bekas tonjokan
ang segini apa kita bisa
dinya berupa seratus ribuan, lalu kubelikan minum saat di Candi P
anganku dengan Ratna dulu saat para pre
ak-ngacak dalaman juga," jawabku setelah Ratna melontarkan pertanyaan ten
alam bra. Hanya handphone, karena dompetku gak ada uangnya, hanya berisi k
up buat sampai rumah. Cuma, kayakn
nep gimana? Dimana? Ter
an nyenyak nanti. Masalah kebohonganku tentang tidur di rumah Lala, harusnya bisa apik tertutupi. A
angannya yang gatal untuk gak mengusik memar di wajahnya. "Bengkel j
hanya ragaku saja yang lelah, tapi ji
ban, terus pulang. Tujuh puluh ribu cukup
ak. Segera aku menutup mulut, karena gak so
ku bisa tidur di
lurkan tangan, mengaja
a saat tanganku meraih uluran tangannya. Tangann
rcerita mengapa dia hafal daerah sini, karena tempat psg nya dulu gak jauh dari sin
ngan dibuka kecuali aku. Kalo aku kesini, aku bakal bilang kalo itu aku," pe
idur di luar?"
a yang dingin. Berada di kota orang yang aku gak tau seberapa kejamnya kota
an kok. Aku cowok, a
aja. Tanpa berkata lagi, dia melangkah meninggalkanku, hingga bibirku denga
rikli bahwa kami hanya akan tidur berjarak, dan gak akan
esuai dengan harganya yang murah, kami bersepakat untuk gak ber
et. Aku minta selim
putih yang gak terlalu tebal ke arah Ba
ergandengan tangan, berdua di satu ruangan terkunci di kota ora
g kutakutkan itu, bukannya takut dengan Barikli yang bisa saja gelap mata, dan mendadak menyerangku. Memperkosaku, lalu memutilasiku
kan itu, meyakinkan kalo Barikli adalah cowok yang b
mutari neuronku, membuatku berfikir lagi, apakah ini adalah ke
gan terus menimbang, aku mengan
amu gak akan jahat selama aku tidur k
rat kelelahan hadir di wajahnya yang
utan setan, terus memperkosaku," Terangku
isa-bisanya kamu be
buruk yang terlintas, maka aku akan bisa
limut, dengan tas sebagai bantal, cowok itu sudah t
g pertama kali kudengar sete
Aku terbangun karena meracau dan tubuhku kelonjotan dengan se
posisi tidur. Barikli bangkit, denga
atanya, lalu menghenyakkan pantat
cau Ki."
ku tidur di rumah. Ibu akan membangunkanku dan mem
acau karena kelelahan. Rasanya kakiku linu banget, terus
yak?" tanyanya. Aku diam, mengabaik
kiku, lalu tekanan mengenakkan kurasakan di
ran negatif yang ada di otakku sudah kuhilangkan. Aku p
a yang mengejutkanku karena
atapku sayu penuh kagum, lalu tangannya memasukkan rambutku yang keluar dari hijab yang kupakai. Perla
intim ini. Meskipun ketampanannya tertutup luka kebiruan, pesonanya masih tetap bisa kulihat. Uj
ng mancung miliknya. Gelagapan, aku langsun
lucu banget. Boleh ya," pintany
ng akal, dan malah terbuai dengan se