Karma Masalalu
uruk untuk memulai
kalo pelatihan dimulai jam delapan pagi ini. Sepupuku itu masih sempat membela diri, katanya tadi
g bersiap diri. Mengambil pakaian dari keranjang kotor yang untun
panggil
mulai per
Apalagi ada lima cowok disana yang menatapku dengan tatapan intimidasi. Rasanya, ingi
lahan merah karena menahan malu. Salahkan kemalasanku yang kalo mencuci baju menunggu dulu hingga menu
aju warna hijau, dan
ang berinteraksi dengan orang banyak, rasanya canggun
mendadak bobrok saat bersama dengan orang yang kukenal. Kepribadian seperti it
fb ku y
ilaunya matahari siang hari. Kedua alisku bertaut, mengamati sosok ya
etelah menyadari bahwa d
lkan diri, aku terlalu sibuk meredakan detakan ja
empermasalahkan hal itu. Dan nenyerahkan semuanya pada emak-emak yang menjadi mayoritas menjadi pes
cowok yang lain. Mungkin karena tubuhnya yang
g mushola yang terdapat kelas kelas jurusan lain. Paling pojok adalah kelas jurusan mesin, bisa ditebak dari penghuninya yang seluruhnya ada
angguran. Dengan begini, Ibu tidak lagi khawatir karena aku gak lagi rebahan malas-malasan di kamar karena gak ada ke
uh beda. Mbak Kar, dan Mbak Rita. Senang sekali mendapat teman baru di hari pertam
cowok yang berdiri ga
r dan Mbak Rita yang sudah tancap gas duluan, aku masih sibuk berusah
apa motorku jadi yang terdepan. Dengan tubuh seringki
" kataku p
mati sekitar, lalu bertan
uk dimana mot
h nunggu aja sampe
rnyata malah memberi keputusan yang sebenarnya akan
ngat
han di wajahnya, namanya kalo gak salah adalah Tino. Datang paling tela
ku begitu melihat dia gak kunjung tan
gan handphone dita
bnya lalu kembali terp
siapa? Tem
ya terangkat saat seorang co
gkelnya," katanya yang kutebak ditu
i yang menjabat sebagai ketua kelas, memiliki nama yang baru saja kutau. Bisa-bisanya aku gak tau
, lalu berkata, "J
apaan selamat tinggalnya dengan anggukan, aku masih terpaku. Lalu sadar, kalo motorku m
#
inta ai
. Membilas piring terakhir
nya nganggur," responku la
sebelah sudah antri pinjam kompor untu
eperti ini. Kayaknya, jurusan sebelah
lagi ada Andri, salah satu cowok yang mereka kenal menjadi peserta di kelask
minta air panas gak masalah. Kadang, salah satu mereka gak ge
u yang tadinya good, b
ku dengan mata terbel
asyik berghibah dengan emak-emak, mengul
embali dengan aksi per-ghibahan setelah aku menerima pe
mentara aku meratapi sepotong paha ayam goreng
gak tau apa maksud dibalik pemberiannya kepadaku. Dia baik, kar
ang malah satu kelompok sama dia. Tapi kenapa malah aku yang gak a
eh
as depan kelas. Menyaksikan anak-anak kelas lain berbondong-bondong menuju ke mush
sa sekolah dulu bersama Mbak Kar, mengulang memori masa
bak Kar begitu para cowok t
g gak?" kata Ilham yang membuat kami refleks
mendadak dia menepuk bahuku,
meno
nap
yak
atanya seraya menunjuk
Tino. Berjalan dengan bingung, hingga cowok itu mendahuluiku. Dalam