/0/14428/coverorgin.jpg?v=e673db163036ee391c656ce0b40786ba&imageMogr2/format/webp)
Yui melangkah masuk ke sebuah pub di sudut kota Tokyo. Riasan tebal dengan gincu menyala terang, menjelaskan apa yang tengah ia cari. Uang dan laki-laki.
Ini bukan kali pertama. Biasanya ia akan memakai setelan seragam anak SMA. Kepunyaan sendiri dan belum dicuci. Tapi, hari ini berbeda. Ia butuh uang banyak. Menuangkan minuman sambil membiarkan tubuhnya diraba-raba tidak akan cukup. Ibunya butuh lebih untuk kemoterapi.
"Bersihkan makeup mu!" teriak seorang wanita yang sepertinya mucikari. Ia menyeret lengan ketat Yui tepat ketika gadis itu berencana duduk, menemani laki-laki tua berperut buncit.
"Kenapa? Aku akan mengikuti aturannya. Berapa pembagiannya?" Yui mengeluh, sedikit geram, ia mengeluarkan isi tas. Seingatnya, ada dua lembar dollar terakhir.
"Dasar! Kau bodoh? Idiot? Bagaimana bisa kau datang dengan dandanan kacau? Kalau niat cari uang banyak, katakan dulu padaku!" Mae, si wanita mucikari menampar tangan Yui emosi. Di bagian belakang, para bartender pura-pura tidak mendengar. Di pub miliknya, ada aturan dari pihak kepolisian tentang prostitusi.
Menjual virginitas itu kejahatan. Sedang, yang lain tidak. Anak di bawah umur juga dipastikan mendapat perlindungan. Tapi itu hanya prosedur omong kosong. Buktinya selama sepuluh tahun terakhir, Mae menjalankan bisnisnya tanpa ada kendala apapun. Para remaja penggila barang bermerk, banyak yang secara sukarela menukar virginitasnya senilai gaji setahun ayah mereka. hal itu tentu saja menjadi ladang uang untuk Mae. Semakin banyak remaja putus asa, ia semakin kaya raya.
"Kau bisa menemukan pelanggan pertamamu besok minggu. Ini tentu saja akan menjadi penawaran terbaik dariku. Kau masih perawan, kan?" bisik Mae menekan pertanyaannya dengan tatapan serius dan mengancam.
Yui terdiam. Untuk sesaat ia ingat tidak pernah punya pacar sepanjang hidupnya. Bahkan membayangkan berciuman dengan orang asing sering berujung mual. Tapi itu adalah pekerjaan part time yang sudah ia pilih. Ibunya telah lama lumpuh karena stroke. Sedang ayah Yui sudah meninggal sepuluh tahun silam. Keadaannya cukup menyedihkan hingga ia tidak perlu alasan lain untuk bertahan hidup.
"Kalau ragu, aku siap dites." Yui menghela napasnya, kasar. Selama ini Mae cukup baik. Ia sering diberi kelonggaran hutang saat masih membutuhkan uang. Karena itu Yui tahu benar resiko apa yang harus Mae ambil kalau ia ketahuan berbohong.
Mae menatapnya cukup lama. Wanita paruh baya itu kemudian mengambil foto Yui dalam beberapa sudut lalu menyuruh pulang agar bisa beristirahat.
"Besok pagi, datanglah ke apartementku. Ada sesuatu yang harus aku berikan." Mae mengibaskan jemarinya yang dipenuhi kutek warna hitam. Mengarahkan pandangan Yui ke pintu ke luar.
Sebelum kalimat protes keluar dari mulutnya, sepuluh lembar dollar dikibaskan oleh Mae, tepat di depan wajah Yui. Ia tahu benar saat akhir bulan seperti sekarang, Yui pasti kehabisan uang untuk biaya rumah sakit dan tagihan rumah sewa.
"Pastikan juga, tamu pertamaku sehat. Aku tidak mau terkena AIDS di usia produktif," kata Yui menyambar uang itu sembari berlalu. Deretan hiasan pintu berbunyi saat ia menarik mereka dengan gerakan kasar.
Mae menghela napas pelan. Waktu ini akhirnya datang. Miura Yui gadis yang awalnya polos dan malu-malu kini mulai terbiasa memperlakukan tubuhnya dengan murahan. Mae berjalan tenang menuju ruangannya yang jauh dari hingar bingar. Di sebuah lorong menuju ruangan VIP, beberapa gadis menyapa, namun berakhir tidak peduli ketika ia menghilang dari pandangan mata mereka.
---
Yui pulang dengan sebungkus panekuk daging sapi. Ia masuk begitu saja dan mendapati ibunya tengah menyiram bunga mawar malam-malam.
Kursi roda yang dibelikan Yui sangat membantunya beraktivitas. Jika awalnya ny. Miura hanya duduk saja, sekarang ia bisa melakukan banyak hal.
/0/19691/coverorgin.jpg?v=697aadf68d41fe77dac4fb9909e70655&imageMogr2/format/webp)
/0/12236/coverorgin.jpg?v=7871fe7a3d64f52a503783eeea777dee&imageMogr2/format/webp)
/0/3968/coverorgin.jpg?v=ceb6ecf5c18b901dd17f817d8465961f&imageMogr2/format/webp)
/0/6728/coverorgin.jpg?v=b1f211c73d7187593123f56790072536&imageMogr2/format/webp)
/0/18144/coverorgin.jpg?v=15b1340d5ddc298759b5c0fc43f49d98&imageMogr2/format/webp)
/0/3309/coverorgin.jpg?v=eb5ce0a9771a754e568292f0485f6416&imageMogr2/format/webp)
/0/2739/coverorgin.jpg?v=f336405a9c3b092bff4586314cd9ff0a&imageMogr2/format/webp)
/0/17793/coverorgin.jpg?v=19b7910aa91f26057a6eb35324491ccc&imageMogr2/format/webp)
/0/16861/coverorgin.jpg?v=1d79d5c8d1067177e47366859cdb07d3&imageMogr2/format/webp)
/0/2655/coverorgin.jpg?v=f41c6b802ee18a718228e0b4961c7d35&imageMogr2/format/webp)
/0/5303/coverorgin.jpg?v=7c1954314689bdb036e4e251462ebf04&imageMogr2/format/webp)
/0/7432/coverorgin.jpg?v=cdad065e9d03d2602fa89d649f5f3d93&imageMogr2/format/webp)
/0/13499/coverorgin.jpg?v=0eec749d773f606260336124ca19a547&imageMogr2/format/webp)
/0/9067/coverorgin.jpg?v=c97c160b1f7e5de936fe89beed03c9f0&imageMogr2/format/webp)
/0/24179/coverorgin.jpg?v=e00f98169063678a1b684ffacd95da09&imageMogr2/format/webp)
/0/6488/coverorgin.jpg?v=68fb57334c996bf8bec4b64d8c6c0a41&imageMogr2/format/webp)
/0/22002/coverorgin.jpg?v=20aae04726b1eeebc847af65d7f6f52f&imageMogr2/format/webp)
/0/16724/coverorgin.jpg?v=5fb38b63b4c120ac74d1d6de5fb0ff3c&imageMogr2/format/webp)