Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
Karma Terbalut Cinta

Karma Terbalut Cinta

Joya Janis

5.0
Komentar
1.9K
Penayangan
48
Bab

Airin Zafira pengusaha sukses di bidang perhotelan menyimpan masa lalunya yang kelam dengan rapat. Bertahun pun berlalu dan wanita ini kini mempunyai seorang putri yang cantik dan cerdas menjelang dewasa bernama Sandrina Ayu Dewi. Sayangnya Sandrina tumbuh tanpa kasih sayang ibunya yang hangat, gadis itu diasuh oleh neneknya di luar negeri. Ketika gadis itu kembali ke tanah air di suatu malam dia berjumpa dengan seorang pria dewasa yang merupakan awal malapetaka bagi hidup mereka.

Bab 1 Yang Terenggut

Aku berdiri di atas balkon hotel yang menjulang tinggi bersama gedung pencakar langit lainnya. Aku sudah sampai di posisi pemilik tunggal dengan saham terbanyak, memiliki segalanya dan dihormati serta disegani banyak orang.

Siapa yang akan menduga jika aku nyonya Airin Zafira dulunya hanya seorang gadis kampung lulusan diploma pariwisata perhotelan yang mampu mencapai posisi tertinggi di sini. Aku tersenyum puas mungkin malam ini adalah puncak keberhasilanku dan juga titik kehancuranku. Dendamku sudah usai, kubayar dengan tunai pada seorang laki-laki yang dulu tidak melihatku sebagai manusia.

Laki-laki itu tidak melihatku sebagai manusia, dia hanya menganggap semua wanita hanya permainan dan pemuas nafsunya belaka. Betapa dulu dengan mudahnya dia menginjak harga diriku, merampas kehormatanku dan membuangku begitu saja.

Kamar hotel VIP ini jadi saksinya, saksi atas bejadnya seorang laki-laki memperdaya gadis lugu yang sedang bekerja membiayai keluarganya di kampung. Gadis muda yang hanya bisa menangisi dirinya yang sudah tidak suci lagi, membakar seragam hotelnya dan ingin bunuh diri seketika itu juga.

Tetapi takdir berpihak padaku hingga aku diperkenankan hidup, merangkak, jatuh bangun kerja keras meraih kesuksesan. Lalu di sinilah aku, berdiri tegak di malam laki-laki bernama Ariel sedang menuai karma. Aku tertawa puas … sangat puas … Ariel menggelar pesta di ball room hotelku, pesta yang sangat meriah hingga nyaris pembesar-pembesar dan kaum kalangan atas menghadiri pestanya. Tentu saja aku tidak keberatan untuk membantunya menyiapkan pesta untuknya. Pesta kemeriahan menuju nerakanya

Dua puluh tahun yang silam …

“Rin, dipanggil sama bu Sanjaya di ruangannya.” Kartika salah seorang temanku menghampiriku yang sedang membawa map dan ingin menyerahkan laporan ke menejer hotel.

“Sekarang?” tanyaku ragu, pak Andy menejer hotel ini galaknya minta ampun tapi menunda panggilan pemilik hotel ini pun kurasa tidak etis.

“Baik Tika, aku kesana sekarang, makasih yaa.” Kartika hanya tersenyum dan berlalu. Aku merapikan sejenak pakaian dan sanggul rambutku. Perasaanku cemas tak karuan, apa aku melakukan kesalahan yaa selama aku bekerja di sini? Memang aku baru bekerja beberapa bulan tapi aku bekerja dengan penuh dedikasi bahkan aku rela bekerja melebihi jam kerjaku jika memang ada hal yang belum beres atau belum maksimal.

Aku menarik nafas panjang dan mengatur debaran jantungku, aku tidak boleh gugup dan harus tampak percaya diri. Pintu kuketuk dengan pelan dan suara lembut ibu Sanjaya terdengar menyahutiku dan menyuruhku masuk.

“Duduklah Airin. Jangan tegang begitu gak ada yang salah kok sama kamu.” Nyonya itu tersenyum hangat dan memberi efek tenang.

“Maaf jika mengganggu waktu kerja kamu. Aku ingin bicarakan hal yang penting dan bersifat pribadi.”

“Tidak kok Bu, tidak mengganggu. Hal pribadi apa yaa Bu?”

Ibu Sanjaya mendehem sejenak, tampaknya beliau sedang mempersiapkan diri berbicara denganku.

“Apa kamu sudah punya kekasih atau calon suami Airin?”

Aku cukup terkejut dengan pertanyaan bu Sanjaya ini, apa ada maksud tertentu beliau menanyakan hal itu?

“Saya tidak punya pacar atau calon suami Bu, saya masih ingin fokus pada pekerjaan saya. Saya ingin menerapkan semua pengetahuan yang telah saya pelajari di hotel ini.”

Ibu Sanjaya tampak tersenyum lega, lalu beliau berjalan menuju sofa dan memanggilku untuk duduk di sampingnya.

“Duduk di sini Airin agar kita bisa bicara lebih santai.” Tangannya menepuk sofa yang letaknya di samping beliau, sedikit ragu aku mengikuti keinginannya. Lagi-lagi aku terkejut saat beliau meraih tanganku dan menggenggam jemariku erat.

“Airin, aku ingin minta tolong sama kamu. Aku sudah memperhatikan prestasi kamu sejak kamu magang dan aku akhirnya meminta kamu bekerja di sini. Kamu cerdas, pekerja keras, berdedikasi tinggi dan kamu tipe yang ramah serta baik hati.” Ibu Sanjaya mengatupkan bibirnya ada kesedihan di raut wajahnya lalu mata sendu miliknya memandangiku sayu.

“Aku terkena kanker setengah tahun yang lalu, harapan hidupku tipis Airin, usiaku tidak muda lagi dan aku sepertinya ditakdirkan tidak bisa memiliki keturunan. Aku tidak ingin semua usahaku ini sia-sia, Ariel keponakanku mengincar hotel ini untuk diubah menjadi casino dan tempat hiburan. Aku tidak akan rela Airin, jadi … ku mohon menikahlah dengan suamiku Sanjaya.”

Aku seperti tersengat listrik spontan menarik tanganku dari genggaman hangat ibu Sanjaya. Aku berharap presdir dari hotel megah ini sedang membuat lelucon yang tidak lucu.

“Aku tahu kau pasti terkejut Airin, aku pahami itu. Kau gadis muda yang cantik dan punya masa depan yang cerah, tak mungkin bagimu menikahi seorang lelaki tua yang bahkan seumuran dengan ayahmu. Tapi aku memohon kepadamu.” Air mata ibu Sanjaya menitik jatuh ke pipinya yang mulai tampak kerutan.

“Ta-tapi … kenapa harus saya Bu? Saya hanya gadis miskin yang hanya mengadu nasib di kota besar ini. saya dan Ibu bagai langit dan bumi, tidak mungkin saya menikahi tuan Sanjaya yang sangat terpandang dan dihormati.”

Ibu Sanjaya kembali menarik tanganku dan menggenggamnya lebih erat lagi.

“Aku melihat bayangan diriku ketika muda di dirimu Airin. Penuh semangat, pekerja keras, jujur dan tangguh. Aku dan suamiku sudah membicarakan ini berkali-kali dan hanya dirimu yang tepat untuk menggantikanku menjalankan hotel ini.”

“Sa-saya belum berpengalaman Bu, saya belum tahu apa-apa untuk hotel sebesar ini.” jantungku berdebar tidak karuan, ini seperti mendapat durian runtuh tetapi beserta durinya yang menimpa kepalaku dan membuatku pening.

“Pak sanjaya akan membimbingmu sebaik mungkin, kau akan melanjutkan pendidikanmu di luar negeri setelah menikah dengan pak sanjaya. Kamu anak yang pandai aku yakin dalam waktu singkat kau akan menyelesaikan pendidikanmu dan kembali ke hotel ini.”

Ibu Sanjaya menatapku dengan mata yang basah dan memohon.

“Airin, waktuku sudah tidak banyak, aku yakin kelak kau akan membawa hotel ini jauh lebih besar dan sukses lagi. Jangan biarkan Ariel mengambil alih jerih payahku selama puluhan tahun. Dengan tali pernikahan resmi kepemilikan saham hotel akan bisa kau miliki dan selamatkan hotel ini. ku mohon Airin. Pikirkanlah dan beri aku jawabannya segera.”

Aku melangkah gontai keluar dari ruangan ibu Sanjaya, seperti ada beban berat yang tiba-tiba jatuh di bahuku. Segala kebaikan dan keramahan suami istri Sanjaya itu melintas berulang kali di kepalaku.

Brruuuk … aku terkejut dan hilang keseimbangan hingga tersungkur di lantai hotel. Kertas laporanku berhamburan di lantai. Rupanya aku sudah menabrak seseorang.

“Maaf … Maaf Tuan, saya tidak hati-hati sampai menabrak anda.” Aku segera berlutut dan memunguti kertas itu di lantai, laki-laki itu membantuku memungutinya dan berusaha pula membantuku berdiri.

“Kalau jalan jangan sambil melamun dong Nona Cantik.” Suara laki-laki itu terdengar berat seperti suara di iklan-iklan tivi . Aku mendongak ke arah sumber suara itu, pria dengan pahatan rupa yang sempurna. Mata iris coklat yang tajam, hidung mancung dan alis yang bertaut. Tubuh tegap berisi tercetak hasil dari olah tubuh di gym. Tetapi cara memandang ke arah ku membuatku jengah. Tatapan matanya liar menyusuri setiap lekuk tubuhku seakan ingin menelanjangiku sekejap itu juga.

“Terima kasih, maaf permisi saya harus bekerja lagi.” Aku melewatinya begitu saja dari tatapan matanya aku bisa membaca jika laki-laki ini sekelas buaya berat.

“Hey, tunggu nama kamu siapa Nona ? by the way namaku Ariel!” serunya saat aku mulai menjauh, ‘Huuh tahu namamu saja enggan bagiku Tuan.’ Omelku dalam hati.

Langit sudah mulai malam, jadwal shift ku sudah hampir selesai. Aku ingin masuk ke ruang ganti baju karyawan ketika manajerku memanggilku.

“Rin tolong handle dulu tamu di kamar 1133, dia mau room servis untuk dinner tapi gak tau nih kenapa pesanannya salah mulu dianter dari tadi. Coba cek jangan sampai ada komplain.”

“Baik Pak.” Mau tidak mau aku bergegas menuju kamar yang dimaksud. Aku ingin bicara dengan penyewa kamar dan memahami keinginannya. Pintu lift terbuka dan aku masih menggenggam HT di tanganku untuk kemudahan berkomunikasi. 1133, angkanya tertera di pintu paling ujung dengan pemandangan balkon yang terbaik.

Aku mengetuk pintu dan suara dari dalam sana terdengar familiar. Aku masuk untuk memastikan masalah apa yang terjadi. Tampak di meja telah tersaji aneka rupa hidangan dan dua botol anggur yang mahal.

“Hai Nona Airin, butuh waktu setengah hari untuk mencari informasi tentangmu. Waktu yang sempurna sekarang untuk mengajakmu makan malam.” Laki-laki yang kutabrak tadi pagi ternyata penyewa kamar ini. Ariel … Ariel … aku mencoba mengingat nama ini, apakah dia keponakan ibu Sanjaya?

“Maaf Tuan saya tidak bisa. Jam kerja saya sudah selesai dan saya harus pulang sekarang.” Aku berbalik hendak keluar tapi tiba-tiba Ariel memelukku dari belakang dan berbuat hal yang kurang ajar. Aku berontak sekuat tenaga, sayangnya HT ku terlepas dari tanganku. Aku ingin mengambilnya kembali agar bisa meminta bantuan namun tenaga Ariel jauh lebih kuat, bahkan cakaran, tendangan dan pukulanku tidak mempan baginya.

“Woaahh … singa betina yang tangguh, ayolah jangan melawan… ini pertama kali bagimu yaa?” Ariel semakin bernafsu ingin menjamahku, aku melawan sekuat yang aku bisa, aku tidak akan memohon untuk dilepaskan yang akan membuatku terlihat lemah di matanya. Aku harus keluar dari sini!

Mungkin Ariel memang sudah merencanakannya dari saku celananya dia mengeluarkan sapu tangan dan membekapku beberapa menit. Aroma dari sapu tangan itu menyengat hingga membuat tubuhku lemas, kepalaku pusing berat dan pandangan mataku kabur. Aku masih melakukan perlawanan terakhirku hingga setengah kesadaranku mulai menghilang, yang terakhir ku ingat adalah kancing bajuku yang mulai dibuka oleh laki-laki bajin*an itu. Lalu aku merasakan sakit di bawah sana kemudian semuanya memudar, hilang dan gelap.

Lanjutkan Membaca

Buku serupa

Buku lain oleh Joya Janis

Selebihnya
Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku