Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
Terjebak Cinta Gus
5.0
Komentar
53
Penayangan
5
Bab

Alea Prameswari Sasmita, muda dan cantik. Masuk ke pesantren bukan hanya belajar ilmu agama, melainkan melanjutkan perjodohan diantara Alea dan putra pemilik pondok pesantren tempat Alea menimba ilmu. Antara sedih, senang atau gembira. Bahwa jodohnya ada di depan matanya sendiri. Apakah Alea menerima perjodohannya atau tidak? Lalu apakah calon suaminya menerima Alea apa adanya. DILARANG MEMBACA CERITA INI JIKA NGGAK MAU BUCIN.

Bab 1 Alea Gadis Nakal.

Happy reading.

"ALEA PRAMESWARI SASMITA."

Teriakan menggelegar di ruangan kerja milik Andra Ramadhan Sasmita, seorang gadis berusia 20 tahun dengan pakaian acak-acakan membuat lelaki berusia 45 tahun itu mengelus dada kesal. Ini bukan pertama kalinya Alea dibawa ke ruang kerjanya, sudah ratusan kali putri pertamanya membuat ulah.

"Mas, bisa nggak jangan teriak gitu, Alea tetap anak kita,"

"Alea anakmu, bukan anakku."

Degh.

Bagai di sambar petir, walaupun Andra mengucapkan ketika sedang kesal seperti saat ini. Namun Alea sangat terpukul dengan ucapan dari ayah kandungnya tersebut.

"Sekarang, kamu mau bilang apa lagi. Sudah cukup kamu buat ayah malu dengan kelakuan nakalmu, Alea."

"Yah, Alea nggak salah. Yang salah tuh Maura, suruh siapa bully temen Alea."

Andra memijit pangkal hidungnya, kali ini ia tidak bisa berbuat apa-apa lagi. Sebagai orang tua mungkin bisa saja Andra meminta agar keputusan mengeluarkan Alea bisa di tangguhkan, namun berbeda dengan sekarang. Andra berdiri sebagai pemilik sekolah ini.

"Kamu bisa kan buat Alea lulus dulu, baru keluar dari univeritas ini. Keluarkan jabatan kamu," ucap bunda.

"Ini bukan masalah jabatan atau apa, aku sudah janji kalau Alea berbuat salah lagi sudah aku pastikan akan mengeluarkannya."

"Hah, kamu ini. Jahat banget jadi ayah," sarkas bunda Alea.

Andra merasakan pusing tujuh keliling, sesuai keputusan hasil rapat yang memutuskan bahwa Alea akan keluar dari sekolahan dengan cara DO atau drop out. Walaupun Andra adalah pemilik dari universitas tersebut.

"Terus kalau aku keluar dari sini, aku kuliah dimana lagi. Aku ingin mau lulus dengan nilai bagus ayah."

"Kamu masuk pesantren milik sahabat ayah jangan menolak, atau kamu ayah bawa ke rumah eyang di Semarang."

"Tambah jauh aja kalau ke Semarang."

***

Dua jam sebelum kejadian.

"Eh, Lo berani banget bully sahabat gue."

"Terus, menurut lo. Gue takut," jawab Maura.

"Shitt, pengen banget tampar pipi nya yang merah itu. Tapi gue pasti kena masalah lagi,"

"Kenapa Lo? Takut sekarang jadi super hero buat sahabat Lo lagi, takut di drop-"

Plak.

Satu tamparan mendarat di pipi kiri Maura, tidak hanya satu saja. Bahkan pipi kanan Maura pun mendapatkan tamparan kembali, sakit tentunya dengan apa yang baru saja dilakukan Alea kepada Maura.

"Gue pastiin kali ini terakhir Lo sekolah, dan gue nggak yakin Ayah Lo bakal bantuin kesalahan kali ini."

Kembali ke masa kini.

Alea menghela nafasnya, memikirkan kembali kejadian yang baru dilakukan pagi tadi. Emosinya tersulut ketika melihat Nanda sahabat karibnya menjadi korban bullyan dari Maura.

"Kenapa harus ke pesantren sih! Kenapa enggak ke sekolahan yang lain," batin Alea.

Rasa takut nya kembali menyeruak ke dalam otaknya, Alea bukan tidak bisa hidup jauh dari orang tuanya. Namun saat ini, ia sedang menikmati masa-masa sekolah putih abu-abu nya.

"No ponsel, no mall, no jalan-jalan. Selamat Alea anda berhasil masuk pesantren dengan cepat,"

Malam hari.

"Sesuai keputusan ayah, kamu mau ayah masukan ke pesantren milik sahabat kecil ayah."

Alea diam membisu, tidak menolak tidak pula menentang. Toh, percuma jika ia menolak keputusan yang sudah dibuat oleh ayah Andra.

"Mas, kamu serius Alea belajar di pesantren. Nanti bagaimana disana, aku nggak bisa bayangin Alea tinggal sendiri."

"Aku yakin, Alea bisa menjadi pribadi yang baik."

Alea mengepalkan kedua tangan nya, kesal semakin menjadi ketika ayah Andra tidak mengubah keinginannya. Padahal sebentar lagi Alea akan mengikuti ulangan semester.

"Yah, Bun. Terus Alea tinggal dimana?" tanya Alea memelas.

"Kamu di pesantren, sudah ada kamarnya buat kamu. Mereka sudah menunggumu besok,"

"HAH? BESOK."

Alea hanya bisa pasrah, dunia nya akan berubah esok pagi. Ketika ia telah berada di pesantren milik sahabat ayahnya.

***

Keesokan harinya.

Satu koper besar sudah siap untuk di bawa ke pesantren, sejak tadi pagi kedua orang tuanya sudah mengurusi semua perlengkapan yang akan dibawa oleh putri pertamanya.

"Kakak mau kemana? Kenapa bawa koper gitu?" tanya adik laki-lakinya.

"Kakak mau tinggal di pesantren, kamu disini sama ayah dan bunda. Jangan nakal kayak kakak, nanti kamu bakal dibawa ke pesantren juga."

"Aku mau ikut kakak aja, disini pasti aku sendiri."

Alea menasehati adik bungsunya yang bernama Amar, mereka berdua terpaut tujuh tahun. Usia yang cukup jauh bagi mereka berdua, namun keduanya sangat kompak ketika sedang bersama.

"Kamu sekolah yang bener, jangan kayak kakak berantem terus. Jadi ayah sama bunda sekolahin di pesantren,"

Entah ucapan Alea yang memang sedikit melankolis atau memang Amar yang memang sedang sedih, adik lelakinya pun menangis terisak. Ia tidak percaya bahwa kakak cantiknya akan pergi meninggalkan dirinya.

"Kakak aku ikut ya, aku mau sama kakak aja." pinta Amar.

Ketika mereka berdua menangis di dalam kamar, bunda Alisah ikut menangis. Memeluk keduanya yang akan terpisah entah sampai kapan.

"Sudah siang Lea, kita jalan yuk!"

Perjalanan menuju pesantren Al Kahfi tampak sepi, di dalam mobil kedua putra putri Andra tidak seperti biasanya. Alea yang memang seorang gadis periang dan selalu membuat suasana ceria, kali ini tampak sepi.

Andra melihat kedua putra putri dari kaca spion, hatinya tampak sedih melihat keduanya. Sejujurnya, Andra tidak ingin memisahkan mereka berdua. Namun ia mempunyai niat untuk membuat Alea lebih baik lagi, dengan jalan memasukannya ke sebuah pesantren.

"Dua jam lagi akan sampai, kalian tidur aja ya."

Ucapan ayah Andra sepertinya didengar oleh kedua putra putrinya, mereka dengan cepat tertidur di bagian belakang kemudi. Dan terbangun ketika mereka telah sampai.

Beberapa jam kemudian.

Setelah menempuh perjalanan yang cukup jauh, akhirnya mereka telah sampai di sebuah pesantren tersebar di Bogor. Pesantren Al Kahfi yang sudah terkenal di daerah tersebut.

"Assalamualaikum, kiayi."

"Waalaikumsalam, Alhamdulillah. Akhirnya datang juga, selamat datang di pesantren Al Kahfi."

Mereka semua disambut dengan ramah, bahkan jamuan telah siap untuk menyambut mereka semua. Sengaja telah mereka kerjakan semuanya sebelum keluarga Alea datang.

"Alea, Salim dulu sama Kiayi Zaidan. Sahabat sekaligus pemilik Pesantren Al Kahfi," pinta Ayah Andra kepada putrinya.

"Assalamualaikum, Om Zaidan."

"ALEA."

Zaidan terkekeh melihat Alea yang menurutnya sangat lucu, putri sahabatnya memang sangat periang dan tentunya.

"Yah, enggak cocok di panggil kiayi. Om Zaidan masih muda, apalagi Tante Dira masih cantik." Mereka semua tertawa, terkecuali Andra yang malu dengan kelakuan Alea saat ini.

"Sorry, anak gue-"

"Enggak masalah, anak lo sangat lucu. Cocok sekali buat anak gue yang diam, dingin."

Degh.

"Iya, semoga Zidan bisa membimbing anak gue nanti jadi wanita saleha."

"Aamiin."

Degh.

Alea mengernyitkan dahinya, tidak mengerti dengan arah pembicaraan kedua orang tuanya saat ini. Apalagi setelah mendengar nama Zidan yang seperti nya sudah akrab di telinga ayah dan bundanya.

"Assalamualaikum Ayah, Bunda. Maaf Zet terlambat,"

Seorang pemuda tampan masuk ke dalam ruang keluarga, dengan memakai baju koko putih dan kopiah di kepalanya. Pemuda tampan tersebuat masuk dan mengucapkan permintaan maaf kepada semuanya.

"Jadi ini Muhammad Zidan Al Kahfi, pemuda yang sejak tadi menjadi perbincangan orang tuaku."

"Zet, sini! Ayah dan bunda mau memperkenalkan putri dari sahabat ayah, namanya Alea."

Zet hanya berdehem, ia sama sekali tidak melihat Alea. Berusaha menjaga pandangannya agar tidak melakukan zina mata kepada Alea.

"Woi, gue disini! Kenapa Lo malah lihatnya ke bawah aja, memangnya lantai di rumah Lo lebih bagus dari gue."

Degh.

Lanjutkan Membaca

Buku lain oleh Tuti Handayani Uty

Selebihnya

Buku serupa

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku