TERJEBAK CINTA SEORANG MAFIA KEJAM

TERJEBAK CINTA SEORANG MAFIA KEJAM

sihaarshaka

5.0
Komentar
4.6K
Penayangan
78
Bab

Riana adalah seorang gadis yang tinggal bersama dengan kakak angkatnya. Pada suatu hari, kakaknya tengah terlilit hutang pada seorang rentenir. Untuk melunasi hutang hutangnya, dia terpaksa harus menjual Riana pada seorang mafia kejam. Akankah kehidupan Riana membaik saat berada di rumah sang mafia? Atau mungkin malah sebaliknya? Ikuti kisah keseruan mereka yuk...

Bab 1 Penculikan

"Riana!

Cepat cuci piringnya" Mang Udin berteriak memanggilku dibelakang.

" Iya Mang, bentar lagi selesai" jawabku sambil menata piring untuk ku bawa ke gerobak didepan warung mang Udin.

Ya, karena aku bekerja di warung bakso Mang Udin.

Kedua orang tua ku sudah meninggal setahun yang lalu karena kecelakaan saat pulang dari sawah.

Kami memang tinggal di daerah perkampungan yang sebagian besar penduduknya bertani.

Aku mempunyai seorang kakak lelaki Bang Fajar namanya.

Dia bekerja serabutan, tapi seringnya nganggur karena memang susah susah gampang kerja di kampung.

" Riana, kamu sudah makan belum?" Tanya mang Udin padaku.

"Belum mang" jawab ku sambil mengelap piring yang tadi ku cuci.

" Ya udah sini nih tak buatin bakso spesial buat Riana" kata Mang Udin sambil tersenyum padaku.

"Makasih Mang, tau aja aku lapar" aku langsung menyantap bakso itu sampai habis.

Bakso Mang Udin memang terkenal enak dan murah dikampung ku, makanya warungnya rame terus dan bisa mempekerjakan ku.

Aku bekerja di warung Mang Udin dari jam 15.00 sampai bakso habis biasanya jam 20.00-21.00.

Lumayanlah dpt 50.000.

" Riana, kamu nggak bawa makanan? Laper nih!" Kata Bang fajar sambil tiduran di sofa ruang tamu saat aku baru sampai rumah.

" Ya abang masaklah apa yang ada di dapur, aku capek mau tidur.

Makanya Bang Fajar cari kerja sana dikota jangan ngandelin aku aja" ucapku sambil masuk rumah melewati Bang Fajar tanpa menolehnya.

Dia terlihat kesal padaku tanpa menjawab ucapanku.

Aku terkadang suka kesal dengannya, dia terlihat genit dan aneh padaku.

Pernah waktu itu aku sedang mencuci piring di dapur dan tiba tiba saja dia memeluk dari belakang.

Sekarang ini aku jadi agak takut dengannya.

Saat tidur pun pintu kamar harus aku kunci.

Takutnya dia berbuat macam-macam, karena kami sudah sama-sama dewasa. Ya, kami memang bukan saudara kandung aku cuma anak angkat yang diasuh oleh ibunya.

Kata ibu orang tua ku meninggal sebab kecelakaan, karena nggak punya saudara makanya aku diasuh oleh ibu.

Tapi aku sangat menyayangi ibu seperti layaknya seorang ibu yang sudah melahirkan ku.

Ibu wanita yang cantik dan baik, beliau sangat sabar dengan anak anaknya dan tidak membeda bedakan antara aku dan Bang Fajar.

Tapi sayang, beliau meninggal saat usia ku 20 tahun. Lebih tepatnya 3 tahun yang lalu, karena sekarang usiaku 23 tahun.

Seperti biasa aktivitasku bangun tidur jam 04.00 lalu membuat sarapan.

Menu kali ini aku masak sayur sop, sambal terasi dan tempe goreng ditemani segelas teh hangat.

Dulu sih aku sering minum kopi di cangkir ibu selalu aku yang habiskan hehehe ...

Tapi sekarang aku terkena asam lambung, jadi say no kopi deh!

Setelah selesei nyuci baju, beberes, mandi, sarapan dan otw kerja deh.

Eit... tapi bukan di warung mang udin ya! Tiap pagi aku selalu pergi menawarkan jasa cuci dan setrika baju.

Jadi ya door to door karena kan nyuci nggak tiap hari, dua hari sekali lah.

Pagi ini aku dapat job nyuci di rumah Bu RT.

Sebenarnya aku paling malas ke rumah beliau.

Karena anaknya itu lo bandel banget, mana iseng lagi kan ngeselin.

Anaknya masih kecil usia 5 tahun, Farel namanya.

Bu Rt saja sampai pusing dan kewalahan ngurusnya.

Hobinya mancing ikan, ya kali ikan di kolam di pancing.

Mana ikan mahal lagi, hadehhhh ada ada aja ni bocah.

" Mah Farel mau mancing!" Tu bocil udah nangkring di tepi kolam aja.

" Jangan Nak, itu ikan mahal!" Teriak Bu Rt sambil berlari menuju ke kolam samping rumah di mana biasanya aku jemur cucian.

Aku cuma tersenyum lucu melihat mereka.

Bu Rt ngomel ngomel panjang lebar tapi tu bocil cuek aja dan terus memancing ikan di kolam.

Sepertinya Bu Rt sudah capek ngomel, akhirnya nyerah dan membiarkan kegiatan si Farel.

Pernah nih ya seminggu yang lalu waktu itu aku lagi jemur pakaian.

Nah, tu bocil lagi mancing sambil mengayun ayunkan pancingannya. Saking semangatnya tu kail nyangkut di pinggang celanaku!

Haduh Farel... ya kali aku di kira ikan duyung apa!

" Mah dapat ikan besar!" Dia tertawa girang sambil menarik narik pancingnya.

" Farel nanti celanaku robek!" Aku berusaha melepaskan kail yang nyangkut di celanaku.

" Farel cukup! Kasian Mbak Riana!" Seru Bu Rt sambil menahan tawanya.

Setelah aku berhasil melepas kailnya aku buru - buru masuk menghindari kejahilan Farel.

Setelah semua pekerjaanku selesai, aku segera berpamitan.

Hari ini tidak ada job nyuci lagi, biasanya dari satu rumah ke rumah selanjutnya.

Daripada di rumah nganggur tidak ada kerjaan dan malas ketemu bang Fajar, mending ke rumah mang Udin bantuin istrinya buat bakso kan lumayan.

30 menit kemudian, aku sudah sampai di warung bakso Mang Udin.

" Lho kok jam segini udah datang Riana?" Tanya Bu Lastri sambil menatapku, lalu melirik jam dinding di warungnya sambil mengupas bawang di kursi panjang depan warung.

" Iya Bu lagi nganggur di rumah" aku meraih sapu di samping warung dan langsung menyapu halaman.

" Oiya Rin, Fajar sekarang kerja apa?" Tanya Bu Lastri menoleh ke arahku sesaat," ibu lihat dia tiap hari nongkrong di warung kopi sebelah".

" Nganggur Bu, saya sudah bosan nasihatinya.

Lagian dia juga bukan anak kecil lagi yang harus tiap hari di nasihati" jawab ku.

" Iya juga sih Rin!

Habis nyapu, bantuin ibu bikin bakso ya Rin" kata Bu Lastri sembari masuk sambil membawa nampan yang berisi bawang kupasan.

" Iya Bu, sebentar lagi selesai " aku mempercepat membersihkan daun mangga yang berserakan di halaman.

Maklumlah halaman warung tidak begitu luas jadi sebentar saja sudah selesai.

Tak berapa lama kemudian bakso sudah siap untuk di jual.

Aku membantu menata dagangan dan mengelap meja meja untuk pelanggan yang makan di tempat.

Setelah selesai, aku mandi dan duduk santai di depan sambil menunggu pelanggan.

Hari ini pembeli seperti biasa selalu ramai dan aku pulang lebih awal dari biasanya.

" Tumben Bang Fajar belum pulang " sesampainya di rumah pintu masih terkunci.

" Ah palingan ke warung kopi sebelah " gumamku dalam hati.

Bang Fajar memang begitu suka keluyuran dan tak tahu waktu.

Setelah membersihkan diri aku merebahkan tubuh di kasur.

Hari ini sangat melelahkan dan mata ini terasa sangat mengantuk.

" Riana!......

Buka pintunya" baru saja terlelap sebentar sudah terdengar suara orang berteriak teriak.

Aku buru-buru berlari menuju pintu depan dan membukanya.

" Astaghfirullah Bang!

Abang kenapa?"

Aku kaget melihat Bang Fajar sempoyongan sambil ndleming tak karuan.

Aku langsung memapah dan membawa ke kamarnya.

" Pasti mabuk!" Pikirku, sambil berlalu meninggalkan kamarnya.

Bang Fajar kalau ada masalah mesti larinya ya kesitu tuh. Mabok!

Aku sudah hafal kebiasaan buruknya.

Keesokan paginya, Bang Fajar sudah bisa di ajak ngobrol.

Tapi dari raut wajahnya masih kelihatan lesu seperti sedang mempunyai masalah besar.

Sering melamun sambil sesekali menghisap sebatang rokoknya.

Setelah selesai masak, aku menghampirinya di kursi meja makan.

" Abang ada masalah apa?" Aku memperhatikan wajahnya dengan lekat.

" Utang" jawabnya singkat.

" Hah ! Abang punya utang? Berapa?" Cecarku.

Tentu saja aku sangat kaget mendengarnya, baru pertama kali ini dia punya utang.

" 10 juta" jawabnya dengan wajah datar.

" Apa!!" Lagi dan lagi aku di buat kaget.

Hampir pingsan rasanya, dapat dari mana uang sebanyak itu?

" Buat apa Abang berhutang sebanyak itu?" Tanya ku.

Seingat Ku selama ini dia tidak pernah memberi ku sejumlah uang.

" Judi" enteng sekali jawabannya, di kira gampang balikinya.

" Astaghfirullah Bang. .....

Terus Abang menang?" tanya ku.

Dia tidak bisa menjawab hanya menggelengkan kepalanya.

Benar - benar keterlaluan bang Fajar.

Hari ini aku dan bang Fajar bertengkar hebat.

Aku sudah tidak tahan lagi dengannya.

Seperti biasanya aku langsung berangkat kerja di warung mang Udin.

Kali ini aku tidak semangat seperti biasanya.

Yang ada hanyalah melamun dan melamun.

Pusing gimana caranya bayar utang Bang Fajar, karena dia tidak mungkin bisa membayarnya.

Uang darimana coba, dia aja nggak kerja.

Mau hutang Mang Udin juga tidak mungkin, kan sama aja gali lubang tutup lubang.

Akhirnya habis juga dagangan hari ini dan saatnya untuk pulang.

Dengan langkah malas aku menyusuri jalan yang tampak sepi.

Tiba-tiba ada sebuah mobil berhenti di belakangku.

Jangan - jangan.....

"Aaa.......... Tolong..."

Terlihat beberapa orang laki - laki menarik tanganku dan memasukkan ku ke dalam mobil.

" Tolong.... tolong....

Kalian siapa, kenapa menculik ku?" Aku berteriak dan meronta sekuat tenaga. Salah satu dari mereka membekapku dengan sapu tangan dan tiba - tiba pandangan gelap.......

Ada apa ini Tuhan?......

Lanjutkan Membaca

Buku serupa

Dilema Cinta Penuh Nikmat

Dilema Cinta Penuh Nikmat

Juliana
5.0

21+ Dia lupa siapa dirinya, dia lupa siapa pria ini dan bahkan statusnya sebagai calon istri pria lain, yang dia tahu ialah inilah momen yang paling dia tunggu dan idamkan selama ini, bisa berduaan dan bercinta dengan pria yang sangat dia kagumi dan sayangi. Matanya semakin tenggelam saat lidah nakal itu bermain di lembah basah dan bukit berhutam rimba hitam, yang bau khasnya selalu membuat pria mabuk dan lupa diri, seperti yang dirasakan oleh Aslan saat lidahnya bermain di parit kemerahan yang kontras sekali dengan kulit putihnya, dan rambut hitammnya yang menghiasi keseluruhan bukit indah vagina sang gadis. Tekanan ke kepalanya Aslan diiringi rintihan kencang memenuhi kamar, menandakan orgasme pertama dirinya tanpa dia bisa tahan, akibat nakalnya lidah sang predator yang dari tadi bukan hanya menjilat puncak dadanya, tapi juga perut mulusnya dan bahkan pangkal pahanya yang indah dan sangat rentan jika disentuh oleh lidah pria itu. Remasan dan sentuhan lembut tangan Endah ke urat kejantanan sang pria yang sudah kencang dan siap untuk beradu, diiringi ciuman dan kecupan bibir mereka yang turun dan naik saling menyapa, seakan tidak ingin terlepaskan dari bibir pasangannya. Paha yang putih mulus dan ada bulu-bulu halus indah menghiasi membuat siapapun pria yang melihat sulit untuk tidak memlingkan wajah memandang keindahan itu. Ciuman dan cumbuan ke sang pejantan seperti isyarat darinya untuk segera melanjutkan pertandingan ini. Kini kedua pahanya terbuka lebar, gairahnya yang sempat dihempaskan ke pulau kenikmatan oleh sapuan lidah Aslan, kini kembali berkobar, dan seakan meminta untuk segera dituntaskan dengan sebuah ritual indah yang dia pasrahkan hari ini untuk sang pujaan hatinya. Pejaman mata, rintihan kecil serta pekikan tanda kaget membuat Aslan sangat berhati hati dalam bermanuver diatas tubuh Endah yang sudah pasrah. Dia tahu menghadapi wanita tanpa pengalaman ini, haruslah sedikit lebih sabar. "sakit....???"

Penipuan Lima Tahun, Pembalasan Seumur Hidup

Penipuan Lima Tahun, Pembalasan Seumur Hidup

Gavin
5.0

Aku adalah Alina Wijaya, pewaris tunggal keluarga Wijaya yang telah lama hilang, akhirnya kembali ke rumah setelah masa kecilku kuhabiskan di panti asuhan. Orang tuaku memujaku, suamiku menyayangiku, dan wanita yang mencoba menghancurkan hidupku, Kiara Anindita, dikurung di fasilitas rehabilitasi mental. Aku aman. Aku dicintai. Di hari ulang tahunku, aku memutuskan untuk memberi kejutan pada suamiku, Bram, di kantornya. Tapi dia tidak ada di sana. Aku menemukannya di sebuah galeri seni pribadi di seberang kota. Dia bersama Kiara. Dia tidak berada di fasilitas rehabilitasi. Dia tampak bersinar, tertawa saat berdiri di samping suamiku dan putra mereka yang berusia lima tahun. Aku mengintip dari balik kaca saat Bram menciumnya, sebuah gestur mesra yang familier, yang baru pagi tadi ia lakukan padaku. Aku merayap mendekat dan tak sengaja mendengar percakapan mereka. Permintaan ulang tahunku untuk pergi ke Dunia Fantasi ditolak karena dia sudah menjanjikan seluruh taman hiburan itu untuk putra mereka—yang hari ulang tahunnya sama denganku. "Dia begitu bersyukur punya keluarga, dia akan percaya apa pun yang kita katakan," kata Bram, suaranya dipenuhi kekejaman yang membuat napasku tercekat. "Hampir menyedihkan." Seluruh realitasku—orang tua penyayang yang mendanai kehidupan rahasia ini, suamiku yang setia—ternyata adalah kebohongan selama lima tahun. Aku hanyalah orang bodoh yang mereka pajang di atas panggung. Ponselku bergetar. Sebuah pesan dari Bram, dikirim saat dia sedang berdiri bersama keluarga aslinya. "Baru selesai rapat. Capek banget. Aku kangen kamu." Kebohongan santai itu adalah pukulan telak terakhir. Mereka pikir aku adalah anak yatim piatu menyedihkan dan penurut yang bisa mereka kendalikan. Mereka akan segera tahu betapa salahnya mereka.

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku