Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
Perjodohan Adiratna

Perjodohan Adiratna

nona isung

5.0
Komentar
458
Penayangan
7
Bab

Adiratna dibuat kesal ketika mengetahui perjodohan yang dilakukan oleh ibunya. Ibunya menjodohkannya dengan anak sahabatnya karena janji masa lalu. Adiratna tidak habis pikir dengan jalan pikiran ibunya ini. Please deh, jaman sekarang masih ada yang namanya perjodohan? Hello ... Ini bukan zamannya Siti Nurbaya. Tapi, saat mengetahui siapa pria yang akan dijodohkan dengannya, Adiratna langsung membuang jauh-jauh rasa kesalnya terhadap ibunya. Rasa kesalnya berubah menjadi rasa senang karena ternyata pria yang akan dijodohkan dengannya adalah orang yang ia suka sejak duduk di bangku SMA. Zaidan nama pria itu, menjabat sebagai CEO dari perusahaan ternama. Adiratna sudah menyukainya dari lama. Tetapi, Zaidan membencinya. Akankah pernikahan mereka berjalan lancar seperti yang Adiratna bayangkan? Lalu apa alasan Zaidan membenci Adiratna? "Belajarlah melihat sinar terang di balik setiap awan yang mendung." -Adiratna.

Bab 1 Perjodohan.

"Dengar ini baik-baik Adiratna, saya tidak akan pernah menganggap kamu sebagai istri saya. Pernikahan ini saya setujui hanya karena formalitas," kecam Zaidan sambil menatap nyalang wanita di depannya.

Hatinya tidak akan pernah bisa menerima wanita ini dalam hidupnya. Karena wanita inilah yang menghancurkan mimpinya yang ia perjuangkan setengah mati.

Bukannya takut atau pun sedih, Adiratna malah tersenyum malu-malu. Ia menyelipkan sebagian rambutnya ke belakang dan tersipu malu. "Santai aja kali mas, udah kayak mau nerkam orang aja."

Dahi Zaidan berkerut melihat tingkah Adiratna yang terkesan tidak serius menganggapi ucapannya. Ini sudah kesekian kalinya pria itu memperingatkan Adiratna dan reaksi wanita itu tidak pernah serius sama sekali. Ia kira wanita itu akan menunjukkan raut sedih atau kecewa jika Zaidan merendahkannya. Tapi, yang ia dapatkan malah senyum malu-malu dan berbagai tingkah aneh bin ajaib dari wanita itu.

"Saya pastikan, dalam waktu 1 tahun, saya akan menceraikan kamu. Ingat baik-baik bahwa saya membenci kamu, sampai kapan pun rasa benci ini tidak akan pernah berubah." Setelah mengatakan itu, Zaidan langsung pergi, meninggalkan Adiratna sendirian di halaman depan rumah megah itu.

"Aku juga cinta kamu mas!" teriak Adiratna sambil melihat punggung Zaidan yang sudah terlebih dahulu masuk ke dalam rumah.

Adiratna menatap rumah megah di hadapannya. Untuk kedepannya, rumah ini akan menjadi tempatnya bernaung. Ia baru saja menikah dengan Zaidan Birmantara. Seorang CEO dari sebuah perusahaan ternama yang memproduksi bermacam produk tisu. Sekaligus teman sekelasnya di SMA dulu.

Sejak dulu, Adiratna sangat mengagumi Zaidan. Pria itu punya sikap pantang menyerah dan pekerja keras. Tidak heran jika sekarang ia jadi sesukses itu.

Sekarang Adiratna sudah sah jadi istrinya Zaidan. Biasanya orang-orang akan menganggap bahwa perjodohan itu sesuatu yang mengerikan. Tetapi, untuk Adiratna, perjodohan yang sekarang ia laksanakan bukanlah hal yang menakutkan, bahkan menurutnya ini adalah hal yang patut disyukuri.

Walaupun ujaran kebencian tak henti-hentinya pria itu lontarkan padanya. Rasa kagum yang bersarang di hati Adiratna tidak akan pernah luntur. Lagipula, ini merupakan kesempatan baginya untuk bisa memperbaiki hubungannya dengan Zaidan yang telah pupus sejak mereka duduk di bangku SMA.

Ia bertekad untuk memperbaiki semuanya lewat pernikahan ini. Dengan begitu, Adiratna akan lebih mampu menjalani hidupnya dengan aman dan damai, tanpa dihantui oleh bayang-bayang masa lalu.

Adiratna dengan semangat menyeret kopernya dan masuk ke rumah megah itu.

•••

Beberapa minggu yang lalu.

"Perjodohan buk? Adiratna tidak salah dengar, kan?" pekik Adiratna sambil menatap ibunya dengan ekspresi terkejut.

Adiratna mengorek telinganya untuk memastikan bahwa telinganya masih berfungsi dengan normal. Baru saja ia mendengar ibunya mengatakan tentang perjodohan dan itu berhasil membuat Adiratna menatap ibunya tidak percaya.

"Kalo kamu salah dengar berarti telinga kamu perlu diperiksa ke dokter," jawab Ratna santai.

"Tidak bisa gitu dong buk." Adiratna lalu duduk di sebelah ibunya dan menatap ibunya serius. "Adiratna tidak mau."

"Kenapa?" tanya Ratna.

Adiratna memegang pinggiran kursi roda ibunya itu dan memelas. "Gini loh buk, sekarang zamannya sudah modern, bukan lagi zaman jodoh-jodohan. Sekarang Adiratna sudah besar, sudah punya penghasilan sendiri, sudah bisa nyenengin diri sendiri, nyenengin ibuk juga. Kalo masalah suami nanti juga datang sendiri kok, jangan main jodoh-jodohan gini ih. Pokoknya Adiratna tidak mau."

Ratna meletakkan jarum dan kain yang sejak tadi ia pegang. Wanita itu mengatur kursi rodanya untuk berhadapan langsung dengan Adiratna. Ratna punya masalah dengan kakinya karena sebuah insiden kecelakaan, yang membuatnya tidak bisa berjalan seperti orang lain. Sehari-harinya ia hanya menghabiskan waktu di atas kursi roda.

Ratna menatap anak gadis semata wayangnya itu. "Sebelum kamu bertemu calon suami kamu, kamu tidak boleh menolak perjodohan ini."

Adiratna mencoba memahami ucapan ibunya itu dan tiba-tiba ia sadar. "Kalo gitu, abis ketemu calon suami, Adiratna bisa menolak perjodohan ini dong berarti."

Ratna hanya tersenyum kecil sambil menggeleng-gelengkan kepalanya. "Bisa jadi ya, bisa jadi tidak."

Singkatnya, beberapa hari setelah perbincangan tentang perjodohan itu. Adiratna dibawa oleh ibunya untuk bertemu keluarga calon suaminya. Adiratna mendorong kursi roda ibunya untuk masuk ke dalam sebuah restaurant.

Ketika pertama kali Adiratna melihat pria yang duduk di salah satu meja restaurant, matanya langsung berbinar senang.

Pria itu adalah Zaidan.

Sudah lama sekali Adiratna tidak bertemu dengan pria itu. Ketika melihatnya hari itu, senyum sumringah langsung terpatri di wajah Adiratna.

Lebih kagetnya lagi, ternyata calon suami yang akan dijodohkan dengannya itu adalah Zaidan. Tentu saja Adiratna langsung menerima perjodohan itu. Siapa sih yang menolak jika dijodohkan dengan pria tampan yang ia suka sejak lama? Apalagi dia kaya raya. Wanita mana yang tidak terpesona.

Hari itu Adiratna tak henti-hentinya memandang wajah Zaidan. Walaupun wajah pria itu tidak menunjukkan sedikit pun rasa senang, Adiratna tetap suka melihatnya.

Ia yang awalnya bersikeras untuk menolak perjodohan ini tiba-tiba menerima perjodohan ini dengan lapang dada. Setidaknya dia adalah wanita yang jujur dengan perasaannya.

Pada akhirnya mereka melakukan pernikahan atas nama perjodohan ini dan beginilah sekarang, Adiratna ikut pindah ke rumah suaminya.

Adiratna sudah masuk ke rumah besar itu dan kini ia sedang berada di ruang tamu. Ia menatap sekeliling ruangan, dalamnya tidak kalah besar dengan luarnya.

Adiratna melihat Zaidan yang hendak melepaskan jasnya. Sebagai istri yang baik, ia ingin membantu Zaidan. Tetapi, Zaidan langsung menepis kasar tangan Adiratna.

"Jangan sentuh saya," sergah Zaidan dengan wajah masam.

Adiratna menarik kembali tangannya dan hanya berdiri diam menatap Zaidan.

Zaidan yang ditatap oleh wanita itu merasa tidak nyaman. Ia lalu melipat jasnya dan menatap Adiratna. "Jangan lihat saya seperti itu. Saya bukan film yang bisa ditonton sesukamu."

Adiratna memutar bola matanya. "Yaelah mas, cuma lihat doang padahal."

Adiratna hanya ingin bersikap seperti istri yang baik. Memangnya tidak boleh jika dia ingin melayani suaminya? Padahal ia yakin bahwa semua suami di luar sana pasti menginginkan pelayanan yang baik dari istrinya. Tapi Zaidan ini malah kebalikannya, ia tidak membiarkan Adiratna menyentuhnya bahkan sedikit.

"Bi Sumi!" teriak Zaidan, memanggil asisten rumah tangganya.

Bi Sumi datang sambil tergopoh-gopoh. "Iya Tuan?"

"Antar dia ke kamarnya," ucap Zaidan, memberi perintah.

Mendengar ucapan Zaidan, Adiratna tersenyum senang, ia akan satu kamar dengan suaminya mulai dari sekarang. Ia membayangkan bagaimana hari-hari mereka nantinya dalam kamar yang sama. Dimulai dari malam ini, mungkin mereka akan menghabiskan waktu bersama, tidur di kasur yang sama, lalu-

Adiratna menutupi wajahnya menggunakan kedua tangannya. Ia salah tingkah sendiri membayangkan apa yang akan terjadi seterusnya.

Zaidan memasang wajah heran saat melihat tingkah aneh wanita yang baru saja menjabat sebagai istrinya itu. Ia menggeleng-gelengkan kepalanya dan memutuskan untuk masuk ke kamarnya. Kepalanya tidak kuat membayangkan bahwa hari-hari selanjutnya ia akan menghabiskan waktu serumah dengan wanita ini.

Pada awalnya Zaidan juga menentang keras perjodohan ini. Ayah dan ibunya ingin menjodohkannya dengan anak dari sahabat mereka hanya karena perjanjian di masa lalu. Memangnya ini zaman apa?

Tetapi, Zaidan dengan terpaksa harus menerima perjodohan ini saat ayahnya mengancam bahwa posisinya akan diturunkan dari jabatan CEO dan digantikan oleh adiknya. Memang perusahaan yang sekarang ia pimpin dulunya adalah milik ayahnya dan sampai sekarang ayahnya pun masih punya andil besar dalam perusahaannya. Jadi, dengan kata lain ayahnya bisa saja melengserkan jabatannya dan menggantikannya dengan sang adik.

Tentu saja Zaidan tidak mau, ia sudah susah payah naik ke jabatan ini. Perlu diketahui bahwa tidak mudah bagi Zaidan untuk menduduki jabatan ini. Ayahnya bukan tipe orang yang dengan senang hati menyerahkan sesuatu yang berharga kepada orang lain, termasuk anaknya sendiri.

Pada akhirnya, Zaidan menyetujui perjodohan ini. Dalam pikirannya, ia hanya akan menjalani pernikahan selama 1 tahun lalu bercerai, dalam jangka waktu itu, ia bisa bekerja dengan santai, istrinya mungkin tidak akan mengganggunya. Namun, harapannya pupus saat mengetahui siapa yang akan menjadi calon istrinya.

Adiratna.

Wanita ini adalah bencana, begitu pikiran Zaidan.

"Mari nyonya," ucap Bi Sumi sambil memberi jalan untuk Adiratna.

Adiratna menyeret kopernya dan berjalan mengikuti arahan Bi Sumi. Akhirnya mereka sampai ke kamar yang akan Adiratna tempati.

Tetapi, Adiratna melihat Zaidan masuk ke kamar lain.

"Loh? Kita tidak satu kamar?" tanya Adiratna heran.

"Tidak," jawab Zaidan singkat dan langsung masuk ke kamarnya.

•••

Malamnya Zaidan menghampiri Adiratna yang tengah duduk di depan TV. Bukan di sofa ataupun di tempat empuk lainnya, wanita itu duduk di atas lantai yang hanya beralaskan karpet.

"Eh pak suami," ucap Adiratna saat melihat Zaidan menghampirinya. Ia berdiri dan menyambut kedatangan Zaidan. "mau biskuit?"

"Tidak perlu, saya mau memberi tau sesuatu ke kamu," ucap Zaidan sambil menunjukkan beberapa lembar kertas yang dijilid secara rapi di tangannya.

"Apa itu?" tanya Adiratna antusias.

Mungkinkah Zaidan ingin mereka berdua satu kamar? Atau mungkinkah Zaidan ingin mengajaknya honeymoon?

"Perjanjian." Zaidan menyerahkan kertas-kertas itu kepada Adiratna. "perjanjian itu isinya tentang banyak hal yang tidak boleh dilakukan. Pertama, kita tidak boleh tidur seranjang. Kedua, tidak ada sentuhan fisik apa pun itu. Tiga, tidak boleh makan satu meja. Empat, kamu tidak boleh masuk ke kamar saya, begitu juga saya, saya tidak akan masuk ke kamar kamu. Lima, tidak boleh memakai barang pribadi orang lain. Enam, ketika di depan orang tua kita, kita harus bersikap seperti suami istri biasa. Setelah 1 tahun pernikahan, kita berdua akan bercerai. Kita akan memberikan alasan kepada orang tua kita untuk bercerai nantinya."

Dahi Adiratna berkerut dalam. "Alasan yang seperti apa?"

"Mungkin karena tidak cocok satu sama lain? Atau kamu selingkuh misalnya? Terserah, yang penting alasannya bagus biar orang tua kita setuju kita bercerai."

Setelah mengatakan itu, Zaidan kembali ke kamarnya.

Adiratna menatap kertas-kertas di tangannya. Ia lalu duduk kembali ke tempat semula dan mulai membaca isi dari kertas-kertas itu. Lembar per lembar ia buka, membaca kalimat demi kalimat yang tersusun rapi di sana.

Semakin banyak ia membaca, semakin dalam pula kerutan di dahinya. "Seriusan? Sebanyak ini perjanjiannya? Padahal tadi yang dibilang dia cuma 6."

Adiratna menutup kertas-kertas itu dengan kasar dan menatap tajam pintu kamar Zaidan. "Liat aja ya! Aku pasti bisa mendapatkan hati kamu! Kamu tidak akan membenci aku lagi! Aku akan perbaiki hubungan kita!"

Selesai berteriak, Adiratna menjatuhkan kepalanya ke meja kaca di depannya. Sambil menatap kertas-kertas di tangannya, ia menggeram. "Liat aja nanti."

Dan seperti inilah kisah mereka dimulai, yang satu cinta dan yang satu benci, yang satu mengejar dan yang satu berlari.

Entah sampai kapan mereka akan seperti itu. Siapa yang tahu?

Lanjutkan Membaca

Buku serupa

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku