Cinta di Tepi: Tetaplah Bersamaku
Cinta yang Tersulut Kembali
Rahasia Istri yang Terlantar
Kembalinya Istri yang Tak Diinginkan
Pernikahan Tak Disengaja: Suamiku Sangat Kaya
Kesempatan Kedua dengan Sang Miliarder
Gairah Liar Pembantu Lugu
Dimanjakan oleh Taipan yang Menyendiri
Cinta yang Tak Bisa Dipatahkan
Sang Pemuas
"Saya terima nikah dan kawinnya Merrisa Amalia binti Adan dengan mas kawin cincin emas seberat lima gram dan uang tunai sebesar lima puluh juta rupiah dibayar tunai."
Adinandya Kharisma Putra mengucapkan kalimat kabulnya dengan hanya satu tarikan napas saja, tentu saja hal itu membuat sang mempelai wanita benar-benar merasa bangga dan juga bahagia.
"Bagaiaman para saksi?" tanya pak penghulu.
SAH! "
Kata itu seakan mengalun indah di gendang telinga Merrisa Amalia. Dia begitu senang, karena akhirnya dia bisa menikah dengan lelaki yang melamarnya secara baik-baik ke rumahnya.
Lelaki dewasa yang terpaut usia tiga belas tahun dengannya. Lelaki dewasa yang sudah berhasil menaklukan hati seorang Merrisa Amalia.
Lelaki itu, memang baru saja dikenalnya selama 3 bulan. Akan tetapi, lelaki itu sangat baik dan dia begitu perhatian terhadap Merrisa.
Lelaki itu juga sangat baik terhadap pak Adan, bapaknya Merrisa. Lelaki itu juga sangat baik terhadap Johan, adiknya Merrisa.
Merrisa pun langsung jatuh hati terhadap kebaikan lelaki itu, Merrisa menyukai sifat lelaki itu yang dia rasa sangat lembut dan berwibawa.
"Akhirnya, Sayang. Kamu sudah sah menjadi istriku, bersiaplah." Bisik Adinandya tepat di telinga Merrisa.
Merrisa terlihat tersipu malu, dia jadi membayangkan hal yang tidak-tidak gara-gara ucapan Adi. Adi yang melihat akan hal itu langsung terkekeh, dia merasa begitu gemas ketika wanita yang kini baru saja sah menjadi istrinya itu tersipu malu karena ulahnya.
Pernikahan sederhana yang Adinandya rencanakan dengan matang pun telah terlaksana, dia memang sengaja tak mengundang banyak orang.
Dia beralasan, bahwa dia tidak ingin melakukan pernikahan secara besar, karena ingin melaksanakan acara pernikahannya dengan khidmat yang hanya dihadiri oleh pihak keluarga inti saja.
Merrisa pun setuju, kerena dia memang tidak terlalu suka akan keramaian. Lagi pula, menurut Merrisa uang untuk acara resepsi mending ditabung saja buat masa depan daripada dihamburkan secara sia-sia.
Toh yang terpenting masa setelah mereka menikah nanti seperti apa. Bukan tentang pernikahannya semewah apa.
Semua rangkaian acara dilaksanakan dengan khidmat. Walaupun tak banyak tamu yang datang, seakan tak mengurangi kebahagiaan dari Merrisa dan juga Adinandya.
Bahkan, sepanjang acara berlangsung Merrisa dan Adinandya terlihat sangat senang, begitupun dengan pak Adan dan juga Johan, adik dari Merrisa.
"Kamu senang, Mer?" tanya Adi.
"Tentu," jawab Mer tersipu-sipu.
Sepanjang acara resepsi pernikahan yang digelar secara sederhana berlangsung, Adi dan juga Mer terus saja tersenyum dengan begitu bahagia.
Mer terlihat begitu lengket kepada pria yang baru saja mengesahkan dirinya sebagai istrinya, Adi juga memperlakukan Mer dengan penuh cinta selama acara berlangsung.
Tentu saja hal itu membuat keduanya terlihat merasakan kebahagiaan yang tiada tara, hingga tidak lama kemudian acara resepsi pernikahan sudah berakhir. Adi menghampiri pak Adan dan juga Johan, dia ingin berpamitan dan meminta izin untuk memulai rumah tangga mereka.
"Pak, izinkan saya membawa Mer ke rumah saya. Saya ingin berumah tangga secara mandiri dengan Mer," ucap Adi.
Mer merasa terharu mendengar ucapan dari Adi, ternyata Adi begitu sopan saat meminta izin kepada bapaknya.
Pak Adan tersenyum, lalu menepuk pelan pundak lelaki yang baru saja menjadi menantunya. Pria yang dia rasa bisa menuntun putrinya menjadi istri yang sholeha.
"Silakan, Nak. Bawalah istrimu pergi ke rumahmu. Akan tetapi, bapak minta tolong jaga anak Bapak dengan baik. Bahagiakan dia, buatlah dia menjadi istri yang patuh terhadap suaminya."
Pak Adan berpesan kepada lelaki yang baru saja menjadi menantunya, tentunya dia meminta menantunya tersebut untuk membahagiakan putri tersayangnya.