Nayla, harus berjuang melawan kekejaman istri pertama yang selalu menyakitinya dan juga anak yang dikandungnya. Raina, istri pertamanya suaminya itu bahkan menyewa seorang pembunuh bayaran untuk menghabisinya.
"Ya Tuhan, kenapa Mas Aldo tega melakukan ini padaku? Apa salah dan dosaku hingga Mas Aldo memilih untuk menduakanku?" tangisnya saat melihat video suaminya yang menikah lagi.
Raina berkali kali mengulang video kiriman dari salah satu temannya yang bekerja di sebuah rumah sakit di daerah Y. "Benar, ini adalah Mas Aldo. Dan siapa wanita yang dia nikahi? Kenapa mereka menikah di rumah sakit?" Batin Raina bertanya tanya.
Raina pun menghubungi sahabatnya yang bernama Lena. Dia akan memastikan dengan siapa suaminya itu menikah lagi.
"Lena, darimana kamu bisa mendapatkan video itu?" tanya Raina.
"Wanita itu adalah rekan kerjaku. Dia juga seorang perawat disini," jawab Lena.
"Siapa namanya?" tanya Raina kembali.
"Namanya Nayla, dia adalah gadis yang pendiam, selama dia bekerja disini, aku hampir tidak pernah melihatnya diantar jemput oleh seorang lelaki. Makanya saat aku diberitahu olehnya bahwa dia akan menikah, aku kaget, dan aku tidak menyangka kalau calon suaminya adalah suami kamu," jawab Lena.
"Baiklah, terima kasih atas informasinya, aku akan mencari tahu semuanya," kata Raina.
"Maaf sebelumnya, kalau aku lihat dari ekspresi keduanya, sepertinya mereka saling mencintai," ujar Lena.
"Darimana kamu bisa menyimpulkan hal seperti itu? Mas Aldo itu sangat mencintaiku, aku yakin, dia memiliki alasan untuk melakukannya," ujar Raina dengan pedenya.
Setelah menutup teleponnya, Lena menghela nafas panjang, dia tidak mungkin salah melihat, bahkan suami sahabatnya itu berkali kali mencium Nayla saat mereka selesai bertukar cincin, seolah mereka adalah sepasang kekasih yang lama tak bertemu. Dan dia tidak buta, dia bisa melihat cinta yang begitu besar di mata suami sahabatnya itu.
Raina lalu menelepon suaminya berkali kali, tapi tak jua terjawab. Dia sudah berpikiran buruk saat ini. Dia membayangkan kalau sang suami saat ini tengah berbagi peluh dengan wanita itu. Raina tak ingin putus asa. Paling tidak, dia harus menggagalkan malam pertama suaminya kali ini.
"Sayang, kamu dimana?" tanya Raina saat panggilan videonya terjawab.
"Di hotel, memangnya kenapa?" tanya Aldo balik.
"Coba arahkan kameranya ke arah belakang," titah Raina.
Aldo pun mulai mengarahkan kameranya ke semua sudut ruangan. Dia berharap, istrinya tidak memintanya membawa kameranya ke kamar mandi, karena Nayla ada disana saat ini.
"Kenapa sih?" Aldo mulai kesal dengan sifat Raina.
"Tidak sayang, aku hanya ingin tahu kamarmu saja," bohong Raina.
"Sayang, bisakah aku menyusul kesana? Aku sangat merindukanmu," sambungnya.
"Maaf sayang, tidak bisa, karena jadwalku sangat padat beberapa hari ke depan. Lusa aku sudah pulang kok, tunggu aku di rumah ya. I Love You," ujarnya lalu menutup panggilan teleponnya.
Aldo lalu mematikan ponselnya supaya istri pertamanya tidak mengganggu malam pertamanya. Aldo lalu menunggu istri keduanya itu di ranjang. Wangi sabun yang tercium membuat hasrat Aldo meningkat. Apalagi melihat sang istri hanya menggunakan bathrobe. Namun Aldo berusaha menahannya, dia tidak ingin membuat sang istri ketakutan dengan langsung menyerangnya.
"Kemarilah," tepuknya disisi ranjang.
Nayla pun duduk di sebelah suaminya. Jantungnya sudah berdetak kencang. Gadis itu menundukkan wajahnya karena takut diajak malam pertama.
"Kenapa kamu mau menjadi istri keduaku? Apa karena aku kaya?" tanya Aldo yang ingin membuat sang istri nyaman terlebih dahulu.
"Sekarang aku balik, kenapa Mas mau menikahiku? Apa hanya karena Mas ingin meminjam rahimku?" tanya Nayla.
Aldo menggelengkan kepalanya. Dia lalu menggenggam kedua tangan sang istri. Dia ciumi tangan itu penuh kasih sayang. "Aku menikahimu karena aku mencintaimu sejak pertama kali aku melihatmu," jujur Aldo.
"Gombal, memangnya kapan kita pernah bertemu?" tanya Nayla dengan wajah tersipu malu.
Aldo gemas sekali melihat tingkah istri mudanya ini, rasanya dia ingin segera menerkamnya. "Sabar Aldo," batinnya.
"Kamu ingat nggak punya sahabat yang bernama Mayra?" tanya Aldo.
"Ingat, dia itu kan sahabatku waktu SMA," jawab Nayla.
"Dulu, waktu kamu datang ke ulang tahunnya Mayra, disitulah aku melihatmu, bahkan aku ingin sekali mengenalmu. Sayangnya, kedua orang tuaku keburu menjodohkanku dengan Raina. Hingga aku kehilanganmu. Maka dari itu, waktu aku melihatmu di rumah sakit X, aku segera menikahimu," kata Aldo.
"Kalau kamu kenapa?" tanyanya.
Wajah Nayla bersemu merah, dia kembali mengingat pertemuannya dengan Dokter Aldo saat dia menjadi penerima tamu seminar yang diadakan oleh kepala rumah sakit.
"Kenapa senyum senyum?" goda Aldo.
"Waktu kamu menjadi pengisi acara seminar waktu itu, aku tidak berhenti menatap wajah tampan kamu. Bahkan aku berkhayal suatu saat aku menjadi istrimu, hingga aku sadar kalau aku sudah jatuh cinta sama Mas," aku Nayla sambil menundukkan wajahnya.
Aldo pun memeluk tubuh istri keduanya. Dia menarik dagu sang istri, sesaat pandangan mereka beradu. "Kamu siap?" tanyanya.
Nayla pun mengangguk malu malu. Hingga akhirnya, Aldo dan Nayla pun melakukan kewajiban mereka sebagai suami istri.
Harus Aldo akui, bertempur dengan Nayla jauh berkali kali lebih nikmat dibandingkan dengan istrinya. Tubuh Nayla seolah candu buat Aldo membuat lelaki tampan itu ingin melakukannya lagi dan lagi. Aldo mengajak istrinya bertempur hingga pagi menjelang.
Sementara itu di tempat lain. Seorang wanita tengah meraung raung sambil meneteskan air matanya. Dia bahkan menghancurkan seluruh isi kamarnya karena tak bisa menghubungi nomor suaminya. Hatinya sakit membayangkan suaminya sedang berbagi peluh dengan wanita lain.
"Kenapa kamu kejam sekali Mas? Kamu bahkan tidak memberi tahuku kalau kamu menikah lagi. Kalau saja temanku tidak mengirimkan video pernikahan kalian, aku pasti tidak tahu apa apa saat ini. Apa kurangnya aku saat ini? Apa karena aku belum bisa memberimu anak hingga kamu menikah lagi tanpa ijin dariku? Kamu jahat Mas, kamu jahat," teriaknya sambil menjambak rambutnya.
"Awas kamu Mas! Tunggu pembalasanku, jangan kamu pikir kamu bisa hidup bersama dia dengan tenang."
Buku lain oleh Meria Rembulan
Selebihnya