Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
Dosen Tampan Itu Ayah Dari Anaku

Dosen Tampan Itu Ayah Dari Anaku

Kqylq321

5.0
Komentar
340
Penayangan
3
Bab

"Papah." Teriak Nala Gadis kecil berambut panjang itu berlari memeluk laki-laki yang tak jauh dari hadapannya. Gibran terkejut merasakan kakinya di peluk gadis manis itu. Gadis cantik bernama itu memeluk kakinya erat seolah tak ingin lepas. "Nama kamu siapa?" "Nama aku Nala." jawab gadis itu terlihat menggemaskan di mata Gibran "Kenapa kamu memanggilku papah?" "Karena om mirip sama Nara. Jadi om pasti papahku." jawab Nala santai "Siapa Nara?" tanya Gibran mengerutkan keningnya "Nara itu saudara kembarku." jawab gadis itu lagi Pantas saja Nala memanggilnya ayah. Ternyata Gibran mirip dengan saudara kembar Nala. Tapi Entah kenapa kali ini Gibran tidak marah mendengar mahluk kecil ini memanggilnya papah. Sebenarnya ini anak siapa? Mengapa anak ini bisa menemuinya di tempat ini? Gibran memandang Nala yang dari tadi terus-terusan menatapnya. Jantung Gibran berdetak cepat menatap gadis ini, entah kenapa Gibran merasakan jika dirinya merasa dekat sekali dengan Nala. Gibran juga merasa bahagia saat dirinya di panggil papah tadi. Seolah Gibran merasa bangga menjadi ayah dari gadis kecil ini. Hingga akhirnya suara teriakan seorang perempuan memecah keheningan di antara Gibran dan Nala. "Nala, Nala kamu di sini?" Teriak Andin Andin melihat Nala yang tengah duduk bersama dosennya.  "Nala, Mama cari ternyata kamu di sini. Ayo pulang nak, ini sudah hampir sore." ajak Andin "Tidak mau. Nala mau sama papah di sini!" Jawab Nala seraya memeluk Gibran. Apa katanya tadi? Papah? Nala menganggap Dosennya ini adalah ayahnya? Tidak, Andin bisa malu jika seperti ini, Gibran bukan ayah Nala. "Nala, ini bukan papah Nala." Andin menjelaskan siapa Gibran yang sedang di peluknya. "Setiap Nala tanya Mama dimana papah, Mama gak pernah jawab. Nala pengen punya papah kayak teman-teman Nala." jawab Nala sedih Gibran terenyuh mendengarnya, dalam hati Gibran bertanya-tanya dimana ayah Nala sebenarnya. Sampai Nala menganggap ayahnya?

Bab 1 1. Positif

"Huek..Huek" Andin berlari ke kamar mandi seraya menutup mulutnya menahan mual.

'Ya ampun kenapa mual sekali' batin Andin

"Huek"

Andin memuntahkan semua makanan yang tadi malam dia makan. Rasanya tak enak, Andin merasa perutnya di kocok hingga menimbulkan rasa mual tak tertahan. Wajahnya pucat dan bibirnya bergetar biru, Andin terlihat mengenaskan.

Andin kembali duduk di atas kasurnya. Tubuhnya terasa lemah tak bertulang.

Klek

"Andin, kamu kenapa?" tanya Sri cemas melihat keadaan anaknya yang lemas.

"Andin lemes banget mah," jawabnya dengan suara parau.

Tiba-tiba Andin merasa perutnya kembali mual. Andin kembali berlari ke kamar mandi untuk memuntahkan cairan yang berada di mulutnya.

Tak lama kemudian Andin merasa kepalanya pusing dan berat. Hingga akhirnya pandangan Andin gelap dan wanita itu ambruk di kamar mandi.

Beruntung saat itu Sri masih berada di kamar Andin, Sri menyusul Andin yang tak kunjung keluar dari kamar mandi.

"Ya Allah, Andin!" jerit Sri setelah melihat anaknya tak sadarkan diri.

"Pah, papah!" Sri memanggil suaminya.

"Kenapa mah? Astagfirullah, Andin kenapa mah?" tanya Andre panik.

"Tadi pagi mama liat Andin lemes banget, terus dia muntah di kamar mandi. Tapi setelah mama tunggu Andin gak keluar-keluar, sampe akhirnya mama susul dia dan Andin sudah pingsan," jawab Sri seraya memangku dan memeluk Andin.

"Kalo begitu, ayo kita bawa Andin ke rumah sakit. Papah gak mau sampai ada sesuatu terjadi pada anak kita." Andre dengan cepat mengeluarkan mobilnya yang semula masih berada di dalam garasi.

Tak lama kemudian Andre kembali ke kamar Andin untuk menggendong anaknya di susul oleh Sri dari belakang.

***

Mereka sampai di rumah sakit dan Andin segera di tangani oleh pihak rumah sakit. Sementara Andre dan Sri menunggu di luar ruangan dengan cemas, khawatir terjadi sesuatu pada anak mereka.

"Mah, coba ingat-ingat. Semalam kamu masak apa sampe Andin muntah dan pingsan seperti ini?" tanya Andre di sela-sela keheningan.

"Mama masak seperti biasa pah. Bahkan Mama masak makana kesukaan Andin, dan setelah makan pun Andin gak kenapa-kenapa," jawab Sri.

Andre kembali di buat bingung sampai akhirnya salah satu dokter keluar dari ruangan.

"Bagaimana keadaan anak saya dok?" tanya Andre cemas.

Dokter berjenis kelamin perempuan itu menatap Andre dan Sri bergantian.

"Bapak dan Ibu bisa ikut ke ruangan saya? Biar saya bisa menjelaskan di sana saja," jawab dokter itu.

"Baiklah, ayo mah." Andre mengajak istrinya menuju ruangan dokter.

"Apa suami pasien ada?" Pertanyaan dokter ini membuat kedua orang di depannya saling menatap bingung. Pasalnya Andin belum menikah.

"Sudah dok, tapi suaminya masih kerja," jawab Sri berbohong.

Sebelumnya Sri sudah menduga hal apa yang akan terjadi pada Andin, tapi Sri menepis dugaan itu berharap semua itu tidak terjadi.

"Begini, saat ini pasien sedang hamil. Dan di perkirakan kandungannya memasuki Minggu ke delapan, untuk menghindari rasa mual dan pusing saya akan resepkan obat untuk pasien," tutur dokter membuat kedua orang tua Andin tercengang.

Deg!

Apa? Andin hamil? Bahkan Andin belum menikah!

Diam-diam Andre mengepalkan tangannya marah, kenapa anaknya bisa hamil di luar nikah, siapa yang melakukan ini pada Andin?

"Baik dok, kalau begitu kami permisi." Sri memutuskan untuk keluar dari ruangan dokter untuk menghindari kecurigaan dokter itu.

Sampai di luar mereka masih shock, anak yang selama ini mereka jaga dengan baik bisa hamil di luar nikah!

Sebelumnya mereka pernah melarang Andin untuk berpacaran, dan selama ini Andin pun tak pernah menunjukan kalau dirinya sedang dekat dengan laki-laki.

Namun takdir Tuhan tetap tidak ada yang tahu. Sri dan Andre sungguh sedih mendengarnya, mau marahpun percuma. Janin itu sudah tumbuh di dalam rahim anaknya.

"Ayo mah, kita temui Andin," ajak Andre pada istrinya.

"Tunggu pah!" cegah Sri.

"Mama minta tolong jaga emosi papa, Mama tau papa marah tapi jangan sampai buat Andin semakin stres," pinta Sri pada Andre.

"Anak itu sudah bikin kita malu dan kamu minta sama aku untuk tidak marah? Siapa yang tidak marah mendengar anaknya hamil bahkan belum menikah mah!" bentak Andre.

Sri tahu dan dirinya pun sebenarnya marah pada Andin. Tapi siapa yang mau di salahkan jika hal ini sudah terjadi.

Andre meninggalkan Sri yang tengah terisak menangis. Dengan segera Sri menyusul langkah suaminya untuk menjaga-jaga jika suaminya marah.

Klek

"Mah, pah," panggil Andin merasa senang dengan kedatangan orang tuanya.

Namun Andin heran kenapa orang tuanya diam saja. Bahkan mereka seperti marah, sebenarnya apa yang terjadi?

"Anak siapa?" tanya Andre to the point seraya menahan emosi.

Deg!

Anak siapa? Apa maksudnya? Andin tidak mengerti. Bangun dari pingsan Andin langsung di todong dengan pertanyaan itu.

"Papa tanya sekali lagi anak siapa?" tanya Andre penuh penekanan.

"Ma-maksud papa apa? A-anak apa pah? Andin gak ngerti," jawab Andin.

"Papa kecewa sama kamu. Kamu hamil anak siapa Andin?" Andre membentak Andin sampai membuat Andin terkejut.

A-apa katanya tadi? Hamil?

"A-aku tidak hamil pah!" jawab Andin mengelak.

Prak!

Andre melempar surat yang tadi di berikan dokter padanya. Dengan tangan bergetar Andin menggenggam kertas itu dan mulai membacanya. Rentetan kata Andin baca sampai akhirnya jantungnya berdegup kencang saat membaca tulisan POSITIF.

Deg!

'A-apa? Ja-jadi aku hamil?' batin Andin

Air mata mulai menggenak di pelupuk matanya hingga akhirnya tangis itu tumpah membasahi pipinya.

"Hiks.. hiks gak mungkin Andin hamil gak mungkin!" Andin menangis dan berteriak tak terima dengan takdir ini.

Sri mendekat, dia merasa tak tega melihat anak yang dia sayangi sepenuh hari sedih seperti ini.

Andre pun turut menangis. Andre menyalahkan dirinya sendiri merasa gagal menjadi orang tua.

"Papa tanya, kamu hamil dengan siapa Din?" tanya Andre dengan suara melemah.

Namun bukan menjawab, Andin menggelengkan kepalanya masih di iringi dengan Isak tangisnya. Andin shock dengan kabar ini, dia kira tadi pagi Andin mual dan pusing karena masuk angin biasa.

Tapi ternyata kenyataan ini menghantamnya dan membuat Andin sakit hati. Teringat malam itu, Andin kira kejadian itu tidak akan membuahkan janin yang sekarang sudah bersemayam di rahimnya.

Tapi ternyata Andin salah, terlebih Andin juga masih sangat minim ilmu tentang hubungan suami istri.

Sri sebenarnya ingin marah. Namun melihat Andin yang sangat rapuh Sri menjadi kasihan, kesedihan anak juga menjadi kesedihan baginya.

"Hiks, hiks, maafin Andin ma, pah Andin gak tahu hal ini akan terjadi," bukan jawaban yang Andin berikan, namun Andin malah meminta maaf pada kedua orang tuanya.

"Ini sudah terjadi! Tidak ada yang bisa mengubah takdir ini. Dan sekali lagi papa tanya kamu hamil anak siapa?" Andre kembali mengulang pertanyaan yang ke sekian kalinya.

Andin kembali menggeleng membuat Sri dan Andre heran.

"Andin gak tahu pah, Andin gak ingat siapa yang sudah menodai Andin."

Lanjutkan Membaca

Buku serupa

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku