/0/24873/coverorgin.jpg?v=3bb5d9f52074eb9898689abd6ad7c196&imageMogr2/format/webp)
Sang mentari nampak sudah menyembunyikan diri di kaki langit sebelah barat. Sinarnya yang keemasan, membuat setiap orang akan meresapi kedamaian dalam hidup.
Namun, tidak dengan Milea. Dengan langkah gontai, gadis itu berjalan masuk ke dalam rumah kecilnya, kemudian berlalu meraih pintu kamarnya.
"Milea, Ayah mempunyai satu permintaan."
Seorang pria berusia sekitar 50 tahun, berkata dengan lantang kepada seorang gadis muda di hadapannya.
Milea yang masih membawa tas di bahunya itu segera menoleh ke arah sang ayah. Gadis cantik berkulit putih itu bahkan belum berganti pakaian karena baru saja pulang dari bekerja.
"Aku capek, Yah. Besok aja," sahut Milea sembari memutar knop pintu kamarnya.
Ia berniat untuk membersihkan diri dan segera beristirahat.
"Milea, besok kamu harus menikah."
Duarrr.
Mata Milea terbelalak lebar. Perkataan sang ayah membuat tubuhnya gemetar ketakutan. Entah apa yang sedang dipikirkan oleh ayahnya itu. Sadarkah ia dengan perkataanya barusan?
Milea segera membalikkan badan dan menatap tajam ke arah ayahnya.
"Apa maksud Ayah? Aku harus menikah dengan siapa? Enggak, aku belum siap untuk menikah, Yah."
Bertubi-tubi pertanyaan dilontarkannya kepada sang ayah yang suka semena-mena terhadapnya.
"Ayah kalah main judi, dan Ayah sudah nggak punya uang lagi untuk membayar hutang-hutang ke Tuan Alexander. Jadi, ayah terpaksa menerima tawarannya ini." Ayahnya Milea yang bernama Hendra itu berkata dengan entengnya.
Kali ini Milea terkejut bukan main mendengar pengakuan dari ayahnya.
"Apa, Yah? Jadi Ayah menjualku? Ayah ingin menikahkanku dengan Tuan Alexander?" tanya Milea histeris.
"Tidak. Ayah tidak menjual kamu, Nak. Ayah hanya ingin membuat kehidupanmu menjadi lebih baik. Jika kamu menjadi istrinya, maka hidupmu akan terjamin. Selain itu, hutang-hutang Ayah juga akan lunas. Jadi, ini adalah kesempatan yang bagus, Milea." Hendra berusaha untuk mempengaruhi pikiran putrinya.
"Enggak, Yah. Tuan Alexander tu sudah punya dua istri. Aku nggak sudi jadi istri ketiga dari pria tua itu. Lagipula dia itu lebih pantas menjadi ayahku daripada menjadi suamiku." Milea bersikeras untuk menolak permintaan gila dari ayahnya.
Plakk.
Sebuah pukulan melayang di wajah gadis cantik berambut panjang itu, hingga membuatnya jatuh tersungkur.
Milea memegangi sudut bibirnya yang tampak mengalirkan darah segar. Ia meringis karena merasakan sakitnya pukulan dari sang ayah, sosok yang selama ini membesarkannya seorang diri.
Ya, selama ini Milea hanya hidup berdua saja dengan ayahnya. Ibunya pergi meninggalkan mereka berdua sejak Milea masih berusia dua tahun. Mungkin ibunya memang sudah tak tahan dengan tabiat buruk Hendra yang suka berjudi dan mabuk-mabukan.
"Ayah tidak mau tahu. Pokoknya besok kamu harus menikah dengan Tuan Alexander. Titik."
Milea lalu berusaha untuk berdiri. Sembari memegangi wajahnya yang lebam, ia menatap tajam kepada sang ayah yang berdiri berkacak pinggang.
"Aku nggak mau menikah, Yah. Aku nggak ingin terlibat dengan perjudian dan hutang-hutang Ayah itu. Selama ini aku sudah berusaha keras untuk mencukupi semua kebutuhan kita. Aku kerja jadi buruh pabrik, tapi Ayah? Setiap hari Ayah hanya menghabiskan waktu untuk berjudi dan mabuk-mabukan. Ayah sama sekali nggak mau berusaha untuk mencari pekerjaan. Aku lelah dengan semua ini, Yah," papar Milea dengan mata berkaca-kaca.
"Hah?"
Hendra menatap putrinya itu dengan murka. Dia tidak menyangka bahwa Milea bisa berkata lancang kepadanya.
Plakk, plakk.
Berkali-kali dihujaninya wajah Milea dengan tamparan. Kini wajah cantik itu telah membiru dan berlumuran darah.
Namun, hati ayahnya itu tampaknya memang sudah sekeras batu. Ia sama sekali tak berbelas kasih kepada sang putri.
"Ayah tidak mau tahu. Pokoknya besok kamu harus menikah, atau kamu akan mengalami hal yang lebih menyakitkan daripada ini," ancam ayahnya dengan nada kasar.
Hendra tak mempedulikan lagi keadaan Milea. Ia segera menuju ke kamar dan membanting pintu sekeras-kerasnya.
Brakk.
"Ayah!"
Milea memekik keras. Hatinya merasa sangat merana karena permintaan ayahnya yang tak masuk akal itu.
Tak dapat ditahannya lagi, air mata yang sedari tadi ditahannya kini telah meleleh membasahi wajah yang penuh luka.
/0/13100/coverorgin.jpg?v=afe254af17e871e6088cf43bee5fc044&imageMogr2/format/webp)
/0/15965/coverorgin.jpg?v=f4451d1adfe2f2e7d0ad277131048267&imageMogr2/format/webp)
/0/2865/coverorgin.jpg?v=148b7c0297ea539ab197a845457d933d&imageMogr2/format/webp)
/0/6595/coverorgin.jpg?v=36080175ef3c9e6d890c9db59d2148c9&imageMogr2/format/webp)
/0/6227/coverorgin.jpg?v=6257df0cd226ea93f64be54d97ea15cf&imageMogr2/format/webp)
/0/16463/coverorgin.jpg?v=83f6dd3af71ea3068b6d2868bc1debf9&imageMogr2/format/webp)
/0/29596/coverorgin.jpg?v=9bec6c62baa21cbaf0bd7b6852e019ba&imageMogr2/format/webp)
/0/16958/coverorgin.jpg?v=97ed2f639923e0c792d22df0e3e325a1&imageMogr2/format/webp)
/0/2839/coverorgin.jpg?v=a5453b0ae8ffb01a33039d54ea0e2ad2&imageMogr2/format/webp)
/0/29108/coverorgin.jpg?v=2de26029ddce9465e435ef36a121dc8a&imageMogr2/format/webp)
/0/29118/coverorgin.jpg?v=548802810fb8fee18c2bf17503f30e30&imageMogr2/format/webp)
/0/6834/coverorgin.jpg?v=915522a955a30d45e2d54e74a74a793e&imageMogr2/format/webp)
/0/6219/coverorgin.jpg?v=25d7b7bc72f275a510b245e01d1a69b1&imageMogr2/format/webp)
/0/9842/coverorgin.jpg?v=9a6e554bcaa7a45079ce24a6f2a592d4&imageMogr2/format/webp)
/0/19320/coverorgin.jpg?v=f7760b193126c15b01909383c73fff86&imageMogr2/format/webp)
/0/5941/coverorgin.jpg?v=0f18c60b915e229bc0dcc0f1e6e45480&imageMogr2/format/webp)
/0/22929/coverorgin.jpg?v=7210deed904b68c803a92f2cf55e913f&imageMogr2/format/webp)
/0/16613/coverorgin.jpg?v=c4ffa689ca8dcb36d6f52d94720ad1f6&imageMogr2/format/webp)