Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
Cinta Balas Dendam

Cinta Balas Dendam

Miss Mega

5.0
Komentar
2.5K
Penayangan
37
Bab

Kehidupan Alena Geraldine berubah drastis setelah kematian kedua orang tuanya. Paman dan bibinya bahkan tega menjebak Alena hingga akhirnya dirinya harus menikah dengan seorang CEO berhati kejam bernama Azam Dirgantara. Sayangnya, Alena hanya dianggap sebagai tawanan, tak ada cinta kasih sayang apalagi masa depan untuk dirinya. Azam hanya menggunakan Alena sebagai alat untuk balas dendam pada Jonatan kekasih Alena untuk balas dendam. Sialnya lama kelamaan Alena justru jatuh cinta pada sosok Azam. Sayangnya Azam ternyata diam-diam masih mencintai cinta masa kecil sekaligus cinta pertamanya. Akankah Alena mempertahankan rumah tangannya, disaat suaminya jelas-jelas mencintai wanita lain?

Bab 1 Permintaan

"Aku ingin keponakanmu Alena Geraldine, bisa kau berikan dia pada ku?" tutur seorang pria berparas tampan dengan senyum sinis menatap pria paruh baya dihadapannya.

Sambil menyilangkan tangannya, pria itu menatap dengan senyum sinisnya. Ia sangat yakin jika pria paruh baya dihadapannya itu pasti tidak akan menolak keinginannya.

"Tuan Azam, maaf Alena hanyalah gadis biasa, bagaiman jika putriku Nara dia-" ucap pria paruh baya itu, mencoba memberi jawaban pada pria bernama Azam namun langsung dipotong.

"Pak Hendro! Aku tidak butuh putrimu, yang aku inginkan adalah keponakan mu!" bentak pria bernama Azam itu dengan tatapan pembunuhnya.

Seketika pria paruh baya bermana Hendro itupun tertunduk takut. Keringat bercucuran membasahi wajahnya. Tubuhnya gemetar seketika ketika melihat sorot kemarahan yang ditampilkan oleh Tuan muda itu.

"Maaf Tuan saya hanya-" pria paruh baya itu mencoba kembali membuka suara akan tetapi, perkataannya lagi-lagi dihentikan oleh Azam.

"Aku tidak akan mengulangi lagi perkataan ku! Dan aku berharap Anda paham apa yang aku minta!" tegas Azam kini berkata tepat di depan wajah Hendro dengan tatapan tajamnya yang hanya berjarak beberapa inci dari wajahnya.

"Ba-baik Tuan Azam," jawab Hendro terbata dengan tubuh yang semakin bergetar hebat.

"Bagus! Aku tunggu besok sore di rumah ku, jika kau tidak membawa keponakan mu itu. Maka bersiaplah, karena bukan hanya perusahaan mu yang hancur tapi kau juga akan aku hancurkan!" Azam tersenyum miring, seraya kembali keposisi dudunya.

"Zen, siapkan pernikahan ku besok sore!" ucapnya lagi kini pada sang asisten.

"Baik Tuan," jawab Zen patuh.

"Sampai bertemu besok sore Pak Hendro." Azam kembali berkata disertai dengan senyum denvilnya yang hanya dijawab dengan anggukan ketakutan dari pria paruh baya itu.

Pria berparas tampan itu pun bangkit dan berlalu. Meninggalkan pria paruh baya yang kini tengah ketakutan.

"Ya Tuhan bagaimana ini, kenapa dia malah meminta gadis bodoh itu!" tutur Hendro kesal mengapa yang dipilih oleh Azam adalah keponakannya dan bukan putrinya.

Sementara, di dalam mobil Azam tersenyum penuh kemenangan. Karena sebentar lagi balas dendamnya akan segera dimulai.

"Jonatan tunggu saja!" ucapnya dengan sorot mata penuh kebencian saat menyebut nama Jonatan.

Hendro pulang dengan wajah lesunya. Angan-angannya mendapatkan menantu kaya raya ternyata hanya mimpi semata.

Hendro yang semula begitu bersemangat setelah Zen tiba-tiba menelponya dan mengabarkan jika Azam ingin melamar salah satu gadis yang ada di rumahnya. Hendro sudah begitu percaya diri, jika gadis yang Azam inginkan adalah Nara sang putri.

Nyatanya kini pria paruh baya itu menelan kecewa. Karena ternyata gadis yang Azam inginkan adalah keponakannya.

Kini, Hendro tengah berkumpul bersama anak istri dan Alena keponakannya. Pria paruh baya itu harus segera memberi tahu Alena, tentang keinginan sang tuan muda. Hendro tak ingin Alena mengecewakannya sebab ia tahu jika Alena sudah memiliki kekasih.

Hendro tak ingin mempertaruhkan perusahaannya jika sampai Alena mengacaukan rencana Azam. Ancaman Azam tak pernah main-main dan Hendro tak ingin menyesal nantinya.

"Alena besok sore kau harus menikah dengan Tuan Azam," ujar Hendro tegas pada sang keponakan.

"Aku tidak mau Paman, aku sudah punya kekasih kami akan-" Alena mendongak terkejut, dengan nada sedikit meninggi.

Gadis itu, mencoba menolak keinginan sang paman namun langsung dipotong oleh sang paman.

"Cukup Alena! Saat ini kamu tidak dalam posisi untuk memilih!" bentak Hendro tak bisa dibantah.

"Tapi Pah! Nara lebih baik dari Alena mengapa bukan Nara saja yang menikah dengan Tuan muda!" ucap Marta istri Hendro yang juga terkejut akan keinginan sang tuan muda.

"Iya Pah, kenapa malah gadis kampung ini sih!" ketus Nara yang terlihat begitu kecewa.

"Mau ku juga seperti itu tapi, Tuan muda itu hanya menginginkan Alena!" Hendro menjabak rambutnya frustasi, karena pria itu juga menginginkan hal yang sama.

Pria itu juga sebenarnya ingin sekali putrinya yang dipilih oleh Azam. Namun, apa boleh buat Azam hanya menginginkan Alena.

"Besok sore Alena harus dibawa kerumah Azam, pria itu sudah mempersiapkan pernikahan mereka akan menikah sore itu juga," ucap Hendro tak terbantahkan.

Seketika Alena terduduk lemas, bagaimana bisa ia menikah dengan orang lain. Sementara, ada pria lain yang ia cintai.

"Untuk mengantisipasi, sekrang aku harus mengurungmu." Hendro kembali berucap seraya menarik tangan Alena pergi menuju kamar gadis itu.

"Paman lepaskan! Aku tidak mau menikah dengan pria itu!" Alena berteriak histeris seraya menggedor pintu meminta sang paman mengurungkan niatnya.

Sungguh gadis itu tidak ingin dinikahkan apalagi dengan pria yang samasekali tidak ia kenal. Impiannya bersama sang kekasih akan segera mereka wujudkan begitu sang kekasih pulang dari luar negeri.

"Persetan dengan cinta mu itu! Perusahaan ku lebih penting dari apapun!" Hendro berkata seraya menatap tajam Alena kemudian melempar gadis itu masuk kedalam kamarnya. Tak lupa Hendro mengunci kamar Alena agar gadis itu tidak bisa melarikan diri.

"Paman buka pintunya! Paman tolong buka pintunya!" Alena berteriak seraya menangis histeris. Tak ada lagi yang bisa Alena lakukan, dirinya tak berdaya melawan sang paman.

* * * *

Keesokan harinya, sore yang begitu ditunggu oleh Azam kini datang juga. Pria itu sudah terlihat begitu rapi dengan setelan jas berwarna putih yang terlihat begitu gagah.

Senyumnya tersungging akan tetapi bukan senyum kebahagiaan seperti layaknya pasangan pengantin. Senyum yang Azam tampilkan justru senyum sinis layaknya iblis.

Sementara, di kediaman keluarga Hendro. Alena juga sudah terlihat cantik dengan balutan kebaya putih yang terlihat begitu anggun.

Berbeda dengan Azam, Alena justru terlihat murung dengan mata juga terlihat sembab. Untungnya penata rias begitu pandai menutupinya sehingga Alena tetap terlihat cantik meski sebenarnya keadaannya sangat kacau.

"Kau begitu cantik Nona, pengantin pria pasti sangat terpukau melihat kecantikan mu," ujar penata rias memuji kecantikan Alena.

"Terima kasih." Alena memaksakan senyumnya menjawab perkataan sang penata rias.

'Harusnya momen ini menjadi hal yang membahagiakan untuk ku, jika saja mempelai pria itu adalah kamu Kak Jonatan' Alena membatin sesak, saat tersadar jika dirinya sebentar lagi akan menjadi milik pria lain.

"Bagaiman Zen, mereka sudah siap?" tanya Azam pada sang asisten lewat sambungan telepon. Sang asisten rupanya kini sudah berada dikediaman Hendro guna menjemput Alena.

"Sudah Tuan, saya akan segera kembali bersama mempelai wanita." Zen menjawab seraya melirik anggota keluarga Hendro yang telah siap.

"Bagus cepat bawa mereka, jangan buat aku menunggumu terlalu lama Zen." Azam berkata untuk terakhir kalinya memerintahkan Zen untuk segera bergegas.

"Cepat Tuan muda sudah menunggu," ucap Zen dengan nada dingin memerintahkan Hendro dan keluarganya untuk segera naik ke mobil.

Tak ingin membuang waktu Zen, langsung mengemudikan mobilnya. 40 menit kemudian Zen dan keluarga Hendro kini sudah sampai di kediaman Azam.

Satu persatu anggota keluarga Hendro keluar dari dalam mobil. Mereka semua menatap takjub pada bangunan megah bak istana itu.

Marta dan Nara kemudian menatap sinis penuh kebencian kearah Alena. Kebencian mereka kini telah diliputi rasa iri yang semakin mendarah daging.

"Lihat Mah, betapa beruntungnya gadis kampung itu. Harunya ini semua menjadi milikku, harusnya aku yang ada diposisi ini bukan dia." Nara berbisik pada sang Mamah seraya terus menatap Alena.

"Ayo cepat masuk Tuan muda sudah menunggu." Teguran bernada dingin terdengar dari Zen sang asisten. Mengintruksi rombongan keluarga Hendro untuk segera masuk.

Alena hanya mengguk kecil seraya mengikuti langkah paman, Bibi dan juga Nara masuk kedalam rumah megah itu. Alena, melangkah perlahan dengan wajah yang terus ia tundukan.

Sungguh sedari tadi gadis itu hanya terdiam seakan raganya tak memiliki jiwa. Hari ini dirinya akan benar-benar kehilangan segala mimpi dan cinta yang telah ia bina bersama sang kekasih.

"Sudah sampai, mari kita langsung mulai prosesi ijab Kabulnya, aku sudah menunggu lama untuk ini," ujar Azam yang sudah duduk disamping penghulu.

Pria itu menatap kearah Alena dengan tatapan yang sulit diartikan.

"Nona Alena silahkan." Zen menarik kursi untuk Alena mempersilahkan gadis itu untuk duduk disamping Azam.

Alena berjalan perlahan dengan wajah yang masih ia tundukan. Alena kini duduk disamping Azam namun, gadis itu sama sekali tak berani menatap wajah pria yang sebentar lagi akan menjadi suaminya itu.

"Bisa kita mulai?" tanya Azam pada penghulu yang diangguki oleh pria paruh baya itu.

"Mari Tuan Azam, ikuti saya." Pak penghulu kemudian menjabat tangan Azam untuk memulai ijab kabul.

Lanjutkan Membaca

Buku lain oleh Miss Mega

Selebihnya

Buku serupa

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku