Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
Mendadak Jodoh
5.0
Komentar
285
Penayangan
5
Bab

Pernikahan tak terduga kini dialami oleh Ariq Al Ahnaf dengan perempuan tercupu di kampusnya, Fayzia Khumairah. Semua itu terjadi karena bibir keduanya tidak sengaja bersentuhan di depan orang banyak. Ketidaksengajaan itulah membuat Ariq dan Zia harus bertanggung jawab dengan cara menikah. Ariq yang belum ingin menikah pun membuat perjanjian dengan Zia, di mana pernikahan mereka akan berakhir di tahun pertama. Nah, loh, kok gitu? Mampukah Zia bertahan dalam pernikahan tanpa Cinta selama satu tahun? Mungkinkah akan ada cinta di antara keduanya? Penasaran? Yok baca aja kisah selengkapnya.

Bab 1 Bertemu Calon Mertua

Fayzia Khumairah dipaksa sang ayah--Faiz--untuk menghadiri acara 4 bulanan anak dari sahabatnya. Sebenarnya Zia paling malas dengan acara-acara yang melibatkan banyak orang, tapi demi sang ayah akhirnya ikut juga.

Zia sendiri adalah seorang mahasiswa semester empat yang menyendiri. Di kampus pun tak banyak yang kenal dengan gadis berkacamata besar itu. Dia lebih senang menyendiri, bahkan di kampus banyak yang menyebut dirinya Mrs. Nerd karena penampilannya yang terlihat cupu.

Siang itu dengan menggunakan taksi online akhirnya Zia dan Faiz pun sampai di kediaman sahabat sang ayah. Di sana terlihat sudah ramai mulai dari pekarangan rumah sampai ke dalam. Zia turun lebih dulu disusul Faiz dari belakang.

"Bah, ini beneran rumahnya?" tanya Zia seraya mengedarkan pandangan ke segela penjuru halaman luas tersebut.

"Muhun, Neng. Ini rumahnya Queri, sahabat Abah waktu kuliah sama kerja," jawab Faiz semringah.

Sebenarnya Zia paling malas bertemu orang banyak. Apalagi di tempat umum. Dia akan memilih mendekam di kamar dengan tumpukan buku dibandingkan beramah tamah dengan puluhan orang. Zia menarik napas pelan sebelum mengikuti langkah abahnya.

"Neng, ayo atuh. Masuk! Masa di luar doang," tegur Faiz yang melihat putrinya malah terdiam begitu saja di ambang gerbang.

"I-iya, Bah. Ini mau betulin sepatu dulu," jawab Zia asal sambil pura-pura berjongkok.

Justru hal tersebut jadi perhatian abahnya. Bagaimana tidak, Zia mengenakan flatshoes yang mana tidak mungkin ada kendala lepas tali sepatu, kan? Faiz menggeleng pelan. Sikap Zia sejak dulu tidak pernah berubah.

Lelaki dengan jambang lebat itu mendekati anak gadisnya, lantas menggandeng lengan Zia layaknya seorang putri.

"Gak usah grogi gitu kali, Neng. Biasa aja. Kalau nggak nyaman anggap orang-orang di sekitar kamu itu patung," celetuk Faiz sembari menuntun Zia untuk masih terdiam ke area yang lebih dalam.

"Si-siapa yang grogi. Huuh ... Abah sok tempe, nih."

Tak mau berdebat lagi, keduanya pun melenggang mendekati kerumunan. Faiz yang humble langsung menyalami satu per satu tamu di sana. Walaupun tidak kenal. Tentu saja membuat Zia harus mengikutinya dengan perasaan yang tidak menentu.

Sampai di depan pintu. Faiz disambut seorang lelaki yang mungkin seumuran dengannya. Tanpa rasa malu sama sekali keduanya pun berpelukan layaknya teletubsi. Terlihat sangat lucu.

"Duh, Iz gue kangen banget sama elu," ucap lelaki yang memeluk ayah Zia.

"Sama atuh. Lama banget ya kita teh nggak ketemu. Ampun, makin tamvan saja dirimu," balas Faiz.

"Dih, yang lebih tamvan malah membalikkan fakta," timpal Sahabatnya.

Zia yang berada di tengah aki-aki yang sedikit berumur itu rasanya ingin muntah. Dia baru tahu jika di lingkungan lelaki pun ada hal semacam itu.

Zia terdiam sambil memperhatikan lantai yang berselimut permadani.

"Ehem. Bini yang keberape, mude bener," sindir Queri seraya melirik ke arah Zia.

"Sembaranga aja. It is my princess." Faiz yang tidak terima malah menggeplak kepala sahabatnya.

Bukannya marah, Queri malah terbahak. Detik berikutnya lelaki dengan kumis lebat itu menghentikan tawanya, melihat ke sekeliling yang tengah memperhatikannya. Dia berdehem sebentar dan lelaki berwibawanya pun kembali.

"Ehem, sorry gue kalap kalau liat elu, Iz," ungkap Queri sambil menahan tawanya.

"Iya gue juga ngerti. Mana nih prasmanannya. Gue laper nih. Dari Bogor ke kota sengaja nggak makan dulu biar bisa makan di sini. Biasanya kan makanan ala kota lebih nendang."

Zia yang mendengar ucapan abahnya serasa ingin tenggelam. Kenapa juga lelaki bangkotan itu suka nyablak. Zia menempuk dahinya pelan.

"Neng, ini sahabat Abah. Namanya Pak Queri." Faiz memperkenalkan lelaki di dekatnya itu pada Zia.

"Halo, Om. Aku Fayzia." Zia mengulurkan tangannya. Kemudian mengecup tangan Sahabat abahnya itu.

"Oh, ini si Fayfay? Wah, udah besar banget dulu waktu ke sini masih ingusan ke samping," kenang Query terkekeh.

"Hooh, cantik kan? Siapa dulu emaknya. Ah, gue nggak salah pilih nyari emaknya, kan." Faiz menaik turunkan alisnya.

Queri menaikkan dua jempolnya. "Setuju banget. Kalau mirip elu. Udeh pasti ancur bener."

Queri tertawa, pun dengan Faiz. Mereka berdua tidak memperdulikan para tamu yang memperhatikan obrolan mereka.

"Eh, gimana kalau kamu jadi mantu Om ... eh ralat. Kamu jadi mantu Ayah aja mau?"

***

Bersambung

Lanjutkan Membaca

Buku serupa

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku