Karena kelainan yang dimiliki Sam, Vio akhirnya mengizinkan suaminya itu menikah lagi. Vio tak pernah merasa cemburu atau cemas ketika suaminya menikahi wanita yang dia pilihkan, sebab Sam tak pernah tertarik pada wanita lain selain Vio. Dua wanita dinikahi Sam tapi keduanya menyerah di tengah jalan. Hingga wanita ketiga yang bernama Puspita, Vio kira dia sama saja, tapi ternyata berbeda. Puspita tak seperti dua wanita sebelumnya, yang satu ini mampu mengalihkan perhatian Sam dari istrinya.
Vio menutup telinganya dengan bantal, dia juga menarik selimut hingga menutup kepala, berharap suara rintihan di samping kamarnya tak terdengar. Harusnya dia sudah terbiasa, tapi selalu saja begini saat suaminya ganti wanita. Entah mengapa di malam pertama suaminya itu, Vio selalu saja mengalami insomnia. Seharusnya tadi sore dia memutuskan untuk menginap di hotel saja.
Samuel, suami dari vio yang memiliki kelainan seksual. Dia selalu merasa haus untuk melakukan hubungan tersebut hingga dalam sehari bisa melakukannya lebih dari lima putaran. Vio awalnya bisa menangani itu sendiri, saat awal-awal menikah dengannya. Namun, setelah satu tahun berlangsung rasa lelah dan tak nyaman mulai Vio alami terlebih lagi ketika Vio mulai mengandung seorang bayi di perutnya.
Sejak saat itu, Sam meminta izin untuk menikah lagi agar dia bisa menuntaskan hasratnya tersebut dengan cara yang baik. Tentu saja awalnya Vio tak terima, tapi jika Vio melarang bukan hal yang tak mungkin Samuel akan melampiaskannya dengan cara yang buruk. Dan yang paling Vio takutkan adalah perselingkuhan.
"Sumpah! Aku cuma mau menuntaskan hasrat aku dengan cara yang halal, Vi! Sama sekali gak niat buat cinta sama perempuan lain. Satu-satunya perempuan yang aku cinta, ya, kamu aja!" ucap Sam tujuh bulan yang lalu, saat untuk pertama kalinya dia meminta izin menikah lagi.
"Kalau cinta harusnya kamu gak duain aku, Sam! Apanya yang cinta kalau mau nikah lagi?"
"Kamu sendiri tahu kan sama gairah yang aku punya, sedangkan dokter kandungan sangat tidak menyarankan kamu berhubungan seksual dan kita sudah coba berbagai cara satu bulan ini, tapi kamu sendiri yang menyerah. Terus aku harus gimana?"
"Tapi, Sam, awalnya mungkin kamu gak bakal cinta, tapi lama-lama bisa jadi cinta!" bantah Vio.
"Oke, kalau gitu jangan salahin aku kalau aku jajan di luar!" ancam Samuel, benar-benar membuat Vio tak habis pikir.
"Gak! Gak bisa! Kita harus datang ke psikiater! Kamu punya kelainan seksual, Sam!"
"Apa? Kelainan? Jelas-jelas sebelum hamil kamu sendiri juga sama. Gak! Aku gak mau datang ke psikiater. Hasrat aku ini cuma harus disalurkan dengan cara yang benar aja. Satu-satunya cara ya cuma nikah!"
Perdebatan itu membuat Vio akhirnya mengambil keputusan berat dengan mengizinkan suaminya menikah lagi. Namun, tentu saja ada beberapa syarat yang harus dilakukan demi persetujuan Vio. Satu di antaranya adalah wanita yang akan dinikahi Sam adalah wanita pilihan Vio. Sam setuju, toh memang dia hanya ingin menikah dengan tujuan itu. Bukan karena cinta, hanya ingin menyalurkan hasratnya saja. Dan yang pasti, dari segi ekonomi sebagai pemilik cafe dengan cabang di mana-mana dia sangat mampu untuk itu.
Saat ini, di samping kamar Vio, suaminya tengah menyalurkan hasrat dengan wanita ketiga yang dinikahinya sejak saat itu. Ya, karena yang pertama hanya bertahan dalam waktu dua bulan saja, sedangkan yang kedua bertahan selama empat bulan. Sam belum menemukan wanita sekuat Vio. Itu sebabnya, saat ini justru Vio tak pernah khawatir dengan pernikahan yang dilakukan suaminya karena memang tak ada satu pun wanita yang bertahan seperti dia bertahan.
Tiba-tiba pintu kamar terbuka, Vio refleks menoleh. Rupanya suaminyalah yang datang. Lekas Vio mengambil posisi duduk dan menyambutnya dengan senyuman.
"Belum tidur?" tanya Sam. Dia segera naik ke atas kasur dan mengambil posisi di samping Vio.
Vio hanya menggeleng. "Kenapa pindah? Kasian dong Puspita ditinggal?"
"Dia udah tidur, kok! Kamu tahu sendiri, aku gak bisa tidur deket orang baru. Jadi aku tidur sama kamu aja," jawab Sam.
Pria itu mengambil posisi tidur di paha Vio dengan kepala menghadap ke perut yang sudah membulat. Dikecupnya perut berisi bayi itu berulang.
"Anak Papa lagi apa di dalam? Udah bobo belum?" ujar Sam seraya mengajak calon bayinya berbincang.
Melihat hal itu, Vio hanya tersenyum. Tangannya mengelus lembut rambut hitam suaminya dengan penuh kasih sayang.
Bagi Sam, wanita yang menjadi istrinya setelah Vio hanya orang asing yang dihalalkan. Sebelum pernikahan terjadi pun, sudah terdapat perjanjian jika wanita yang bersedia dinikahi olehnya tidak boleh protes dengan sikap Sam setelah menikah nanti. Meski keadilan dituntut kepada suami yang berpoligami, Sam hanya menyanggupi untuk memenuhi kebutuhan lahirnya. Sedangkan kebutuhan batinnya, Sam hanya memenuhi kebutuhan di atas ranjang saja. Jangan harap wanita yang menjadi istri berikutnya akan mendapatkan perhatian lebih, karena bagi Sam hanya Vio satu-satunya wanita yang dicintai.
"Sam, kalau Puspita juga cuma bertahan beberapa bulan, apa kamu tetep mau nikah lagi?" tanya Vio tiba-tiba.
"Nggak," jawab Sam cepat. "Sekitar dua bulan lagi kamu kan lahiran, Vi? Setelah itu aku cukup punya kamu aja!"
"Hei, setelah melahirkan justru akan lebih sulit deh menurut aku. Pertama, setelah melahirkan itu ada masa pemulihan apalagi kalau misal lahirannya dengan cara sesar. Kedua, kalau punya anak itu boro-boro bisa kuda-kudaan yang ada kita jadi kuda yang harus siap siaga sama anak kita. Bayi gak tentu jam tidurnya, loh!" beber Vio sebagaimana yang dia tahu saat melihat kakaknya melahirkan.
"Ya, udah!" jawab Sam, sama sekali tak mewakilkan apa yang dijelaskan Vio barusan.
"Ya, udah? Apanya yang ya udah?"
"Ya udah, gimana nanti deh! Mana tahu Puspita beda?"
Kening Vio berkerut, tiba-tiba dia juga kepikiran. "Benar. Gimana jika seandainya ternyata Puspita bisa bertahan?" tanyanya kemudian.
"Ya, kalau dia gak seperti yang lain terusin aja. Bukannya dalam perjanjian juga gitu, ya?"
Benar apa yang dikatakan Sam, tapi entah mengapa kecemburuan tersulut di hati Vio setelah cukup lama dia mulai tak merasakannya. Setelah Renata, perempuan yang dinikahi Sam setelah Vio ternyata tak membuat Sam tertarik, Vio tak pernah khawatir dan tak pernah cemburu bahkan hingga detik tadi. Namun, saat ini ada kekhawatiran tiba-tiba terasa dalam hatinya.
Memang dalam perjanjian ditulis jika perempuan itu boleh meminta cerai kapan pun dia mau, dan setelah cerai akan ada kompensasi selama setahun berupa biaya hidup. Dan jika wanita itu hamil maka anak tersebut akan ditanggung biaya sepenuhnya oleh Sam sebagai ayahnya hingga mereka dewasa. Kemudian, jika wanita itu mampu bertahan maka Sam takan menceraikannya dan akan memperlakukannya sebagai istri secara dzohir sebagaimana mestinya, kecuali dia melakukan hal-hal yang bertentangan dengan aturan rumah tangga. Setiap wanita yang Sam nikahi tentu saja mereka tahu jika mereka hanya dijadikan alat penyalur hasrat saja pada intinya, sehingga mereka tidak bisa menuntut apa pun karena semua ada dalam perjanjian.
"Sam, apa yang kamu rasakan setelah berganti-ganti pasangan?" tanya Vio kemudian. "Apa kamu merasa puas?"
Sebelum menjawab, Sam menarik diri mengambil posisi duduk di samping Vio dengan menyandarkan tubuhnya. Kemudian dia menoleh ke arah istrinya itu. "Jujur saja, setiap melakukan itu yang aku bayangkan hanya wajah kamu, Vi. Karena aku maunya sama kamu."
Mata Vio membulat. Entah hal seperti ini diperbolehkan atau tidak, karena dia sendiri pun memang istrinya. Hanya saja, bukan kah ungkapannya tadi terlalu jahat? Namun, satu hal yang pasti. Vio kembali merasa tenang. Kecemburuan yang sempat tersulut tadi kembali padam.