Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
Cinta Terhalang Restu Abi

Cinta Terhalang Restu Abi

SuKa_PaRiS

5.0
Komentar
70
Penayangan
26
Bab

Bagaimana perasaan kalian jika mantan kekasih SMA yang masih kalian sayangi kembali mendekat? Pertanyaan di atas tepat sekali seperti yang dialami Aisyah Putri Rasyid saat ini. Gadis muslim berusia 25 tahun itu tengah merasakan hal serupa. Aisyah tidak pernah menduga bahwa lelaki yang dia putuskan semasa SMA, kembali mendekatinya setelah 7 tahun menghilang. Sebenarnya bukan keinginan Aisyah memutuskan hubungan dengan Malik Putra Narendra, sebab gadis itu terpaksa mengusaikan kisah mereka karena perintah sang ayah. Aisyah yang sangat mematuhi perintah orang tuanya memutuskan Malik tepat di acara kelulusan mereka, dengan mengembalikan sebuah tasbih pemberian Malik. Namun tanpa disangka-sangka, tasbih yang sudah dikembalikannya itu kembali dia temukan tepat di depan pintu rumahnya. Kembalinya tasbih itu, membuat ingatan-ingatan manis bersama Malik kembali menghantui pikirannya. Bagaimana kisah cinta antara Malik dan Aisyah? Apa kakak-kakak penasaran? SEBELUM BACA KAKAK-KAKAK ADA BAIKNYA MASUKKAN KE RAK DULU AGAR MENDAPATKAN NOTIFIKASI UPDATE CERITA INI YAH.

Bab 1 Sebuah Tasbih

Malam semakin larut. Tidak terasa biasan jingga sudah sedari tadi menghilang digantikan cahaya bulan yang bersinar terang. Disalah satu pemukiman warga yang tidak jauh dari kota Jakarta. Di sebuah rumah sederhana dengan cat tembok berwarna hijau, halaman depan yang tidak terlalu luas, dan pagar pembatas yang mengelilingi rumah tersebut agar terpisah dengan para tetangganya.

Di dalam rumah, terlihat tiga orang berbeda jenis dan usai tengah berkumpul di ruang keluarga. Pandangan mata mereka fokus melihat ke televisi yang sekarang tengah menyiarkan berita sidang isbat penentuan puasa.

"Baiklah ... setelah kami mendapatkan laporan dari petugas yang melihat hilal. Maka kami selaku anggota kementrian agama menyatakan, mulai besok kita akan menjalankan ibadah puasa," jelas ketua menteri agama yang ada di dalam televisi, membuat ketiga orang yang tengah berkumpul didepan televisi itu tersenyum.

"Alhamdullilah!" seru bahagia ketiga orang yang berbeda usai dan jenis itu secara bersamaan.

"Jadi ... ayok kita ke masjid," ajar Abi Rasyid seorang pria paruh baya yang sudah siap dengan peci dan sarung diikuti baju koko laki-laki berwarna coklat.

"Abi, tunggu sebentar. Umi dan Ais akan bersiap-siap," ujar Umi Rohana wanita paruh baya yang terlihat cantik dengan tubuh tertutup oleh baju muslim dan jangan lupakan hijab yang melingkar di kepalanya, "Ayok Ais, kita bersiap-siap pergi tarawih," ajak Umi Rohana dan langsung dihadiahkan senyum oleh wanita cantik dengan pakaian hampir menutupi seluruh tubuhnya dan juga sebuah hijab yang melingkar cantik menyembunyikan aurat di bagian kepalanya.

"Baik Umi," patuh Ais yang bernama lengkap Aisyah Putri Rasyid, wanita dewasa berusia 25 tahun yang bekerja di salah satu perusahaan terbesar di Jakarta. Dia wanita cantik yang selalu mengenakan pakaian yang menutupi auratnya dan sangat patuh pada kedua orang tuanya.

Aisyah dan keluarganya tidak begitu kaya raya. Namun, dengan kehidupan yang serba pas-pasan itu, mereka mampu menjadikan anaknya sebagai seorang wanita muslim yang baik, tidak pernah sombong, dan selalu patuh pada perintah kedua orang tuanya. Karena hal itu, banyak pemuda yang sangat mendambakan Aisyah untuk menjadikan wanita itu sebagai istrinya.

Aisyah dan Umi Rohana hendak melangkah meninggalkan ruang tamu. Namun, suara bariton dari Abi Rasyid menghentikan langkah mereka berdua.

"Tunggu sebentar Ais," intrupsi Abi Rasyid, membuat Aisyah dan Umi Rohana menghentikan langkah mereka.

Kedua wanita berjenis kelamin sama namun berusia berbeda itu memutar tubuh dan kembali menghadap ke Abi Rasyid yang entah sejak kapan ekspresinya mulai terlihat serius.

"Ada apa, Abi?" tanya Aisyah dengan menunduk takut saat melihat raut Abi yang seperti itu. Wanita cantik itu mulai menautkan jari telunjuknya menandakan dia tengah gugup saat ini.

"Angkat kepalamu jika berbicara dengan Abi, Ais," perintah Abi Rasyid dan langsung diikuti oleh Aisyah.

Nampak jelas raut takut dan keringat dingin sudah memenuhi wajah putih Aisyah, 'apa Abi tau yang aku lakukan?' batin Aisyah menerka-nerka kenapa Abi nya berubah seperti itu.

Hanya satu kemungkinan yang membuat Abi Rasyid menjadi seperti itu. Pasti itu gara-gara Aisyah melakukan kesalahan. Kalian semua harus tahu, kalau Abi Rasyid itu Pria yang sangat keras. Dia keras, karena ingin melindungi anak gadis satu-satunya yang mereka punya.

Pria itu tidak mau, anak gadis yang di titipkan Allah padanya melakukan kesalahan. Maka dari itu, dia sebagai orang tua sangat keras jika bersangkutan dengan Aisyah.

"Setelah bekerja kamu kemana?" tanya dingin Abi Rasyid dan membuat Aisyah sulit menelan ludahnya.

Keheningan terjadi diantara mereka bertiga. Umi Rohana yang tadinya berdiri disebalah Aisyah, sekarang sudah berdiri tepat dibelakang sang suami.

"Abi, tolong bertanya dengan biasa saja. Jangan buat Ais tak-...."

"Diam...." potong Abi Rasyid dan membuat Umi Rohana langsung bungkam, dan menatap nanar putri yang sangat dia sayangi saat ini tengah berkeringat dingin, "apa mulutmu bisu Ais? Abi bertanya, kamu pergi kemana setelah pulang bekerja tadi?"

"A-Ais, tid-tidak kem-...."

"Jangan berbicara seperti itu! Bicara yang jelas, Ais!" seru Abi Rasyid dan membuat Aisyah tersentak kaget.

"Ais, tadi pergi mengantar teman ke toko buku, Abi," jujur Aisyah dengan menatap wajah Abi nya dengan takut.

"Laki-laki atau perempuan?" tanya Rasyid dengan masih bernada dingin.

"Perempuan Abi," jawab jujur Aisyah dengan masih bernada takut.

"Siapa?" tanya singkat Abi Rasyid.

"Layla Abi, Layla anak paman Fauzan," jawab Aisyah dengan nada yang masih sama.

"Kenapa tidak minta izin dulu pada Abi atau Umi? Apa kamu menganggap kami sudah tidak ada lagi, sehingga kamu pergi tanpa izin?!" teriak Abi Rasyid menggelegar memenuhi ruang keluarga itu.

Aisyah memejamkan mata. Degup jantungnya mulai berdetak kencang. Wanita itu sudah tahu bahwa ini akan terjadi. Dia sedari tadi sudah menyiapkan diri, tapi tetap saja wanita itu masih merasa ketakutan.

Terlihat Abi Rasyid mengeluarkan sesuatu dari saku baju Koko ya. Pria paruh baya itu tanpa hati langsung melempar sebuah ponsel, dan itu tepat ke arah tembok, membuat benda itu beradu dengan dinding hijau itu.

Hancur sudah ponsel itu, "Apa gunanya kamu mempunyai barang itu Ais!" Seru Abi Rasyid dengan menunjuk ke arah ponsel yang sudah hancur, "kenapa menangis?" tanya Abi Rasyid saat melihat sebutir air keluar dari pelupuk mata Aisyah.

"Ti-tidak Abi. Ais tidak menangis," ujar wanita itu, dan dengan cepat dia menghapus air matanya, kemudian menyinggung senyum, "Ais minta maaf, dan tidak akan mengulangi hal itu lagi," lanjut wanita itu dengan tersenyum sangat manis.

"Sudah cukup Abi. Ais juga sudah meminta maaf, dan mengakui kesalahannya. Lebih baik kita bergegas pergi ke masjid untuk menunaikan ibadah tarawih," ujar Umi Rohana mencoba menghentikan amarah sang suami.

"Ini pertama dan terkahir kalinya Abi mendapatkan kamu seperti itu Ais. Jika kamu mengulanginya lagi, Abi tidak akan segan terhadapmu," ancam Abi Rasyid, dan tepat setelah itu adzan Isa berkumandang, membuat Abi Rasyid menghela nafas, "Abi akan menunggu kalian di luar."

Dengan langkah cepat Umi Rohana mendekati sang anak, dan langsung memapahnya berjalan ke kamar, "Tolong jangan buat Abi marah lagi Ais," bisik Umi Rohana semabari melangkah menjauh dari ruang keluarga.

Aisyah hanya mengangguk mematuhi permintaan Uminya. Mereka berdua masuk kedalam kamar masing-masing untuk bersiap-siap pergi ke masjid, dan menjalankan shalat sunah tarawih.

***

Satu jam telah berlalu. Shalat tarawih pun sudah usai ditunaikan oleh Aisyah dan keluarga. Terlihat mereka berjalan keluar dari masjid, tapi tepat di gerbang Abi dan Umi Aisyah memberhentikan langkah mereka.

"Pak Rasyid," sapa seorang Pria paruh yang tidak terlalu tua, membuat Abi Rasyid menghentikan langkahnya.

"Assalamualaikum pak Kiai," sapa balik Abi Rasyid, dan langsung meraih tangan Pria tua itu lalu menciuminya.

Umi Rohana dan Aisyah langsung menyinggung senyum, dan ikut meraih tangan kanan Pria tua itu.

"Waalaikumussalam warahmatullahi wabarakatuh," jawab Kiai Hasan, dan dia tidak lupa melukis senyum di wajahnya yang sudah terlihat keriput, "apa wanita cantik ini Aisyah?"

Aisyah hanya menyinggung senyum dan mengangguk sebagai jawabannya. Melihat hal itu Abi Rasyid langsung menatap tajam kearah putrinya.

"Iya kakek. Saya Aisyah," jawab Aisyah setelah tadi melihat tatapan tajam Abinya.

"Masyaallah, sudah besar sekali cucuku ini," ujar Kiai Hasan dengan nada dibuat terkejut, "cantik pula, sangat cocok bersanding dengan cucu laki-lakiku," lanjut Kiai Hasan membuat Abi Rasyid, Umi Rohana terkekeh.

"Abi-Umi, apa boleh Ais pulang duluan?" ujar Aisyah meminta izin.

"Tentu saja nak, bawa ini. Ingat langsung pulang, dan jangan keluyuran," ujar Abi Rasyid membuat Aisyah mengangguk patuh.

Aisyah mengambil alih kunci yang disodorkan Abinya, "Kalau begitu Aisyah pamit pulang dulu, assalamualaikum," pamit Aisyah, dan langsung melangkah setelah ucapan salamnya terbalaskan.

Aisyah berjalan dengan bersenandung membuat dia tidak menyadari, kalau dia sudah sampai di rumah. Dengan gerakan perlahan wanita itu membuka gerbang, dan langsung melangkah masuk menuju pintu rumahnya.

Langkah Aisyah terhenti tepat di depan pintu rumahnya. Matanya membulat saat melihat sebuah kotak yang terbungkus oleh kertas kado berwarna merah. Tanpa berpikir panjang, Aisyah langsung bergerak mengambil kotak tersebut.

Wanita cantik yang masih terbalut mukenah itu mengedarkan pandangannya ke arah kanan dan kiri, "Siapa yang meninggalkan kotak ini di sini?" gumam Aisyah bertanya karena tidak melihat siapapun di sekeliling rumahnya.

Wanita itu bergerak memutar-mutar kotak merah berukuran kecil itu. Gerakannya terhenti saat melihat selembar kertas kecil menempel di bagian bawah kotak.

Aisyah yang penasaran bergerak melepas kertas kecil itu. Wanita itu mulai membuka lipatan-lipatan kertasnya, "Untuk Isyah," gumam Aisyah membaca tulisan yang ada di kertas itu.

Seketika matanya membulat terkejut. Wanita itu kembali membaca isi kertas itu untuk memastikan dia tidak salah membacanya.

"Aku tidak salah membacanya bukan," gumam Aisyah tidak percaya dan kembali membaca isi kertas itu dan isinya masih sama.

"Hanya satu orang yang memanggilku dengan nama ini, dan dia...." Aisyah terlihat berfikir dan seketika matanya mengembung, dan berkaca-kaca saat satu nama teringat di otaknya, "Malik," lanjut Aisyah, dan dia dengan cepat membuka isi kotak tersebut.

Lagi dan lagi, wanita itu terkejut. Dengan gerakan cepat dia mengeluarkan isi kotaknya, dan dia langsung terduduk dilantai saat sebuah tasbih berwarna merah dengan mainan hati sebagai hiasannya, dia keluarkan dari kotak itu.

Dengan tangan kanannya Aisyah menggenggam erat tasbih itu, lalu dia letakkan tepat diatas dadanya, "Kenapa kau datang padaku lagi Malik," gumam Aisyah dengan memejamkan mata.

Dari arah luar gerbang, terlihat seorang Pria yang terbalut dengan jaket hitam, dan saat ini sedang menatap tajam ke arah Aisyah. Orang misterius itu menyunggung senyum, dan setelahnya dia langsung bergerak menutup kepalanya dengan penutup jaket.

"Kita akan bertemu lagi, Isyah," gumam pria misterius itu, dan dia langsung berlalu pergi saat melihat Aisyah sudah masuk ke dalam rumahnya.

Lanjutkan Membaca

Buku serupa

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku