Cinta Terhalang Restu Abi

Cinta Terhalang Restu Abi

SuKa_PaRiS

5.0
Komentar
91
Penayangan
26
Bab

Bagaimana perasaan kalian jika mantan kekasih SMA yang masih kalian sayangi kembali mendekat? Pertanyaan di atas tepat sekali seperti yang dialami Aisyah Putri Rasyid saat ini. Gadis muslim berusia 25 tahun itu tengah merasakan hal serupa. Aisyah tidak pernah menduga bahwa lelaki yang dia putuskan semasa SMA, kembali mendekatinya setelah 7 tahun menghilang. Sebenarnya bukan keinginan Aisyah memutuskan hubungan dengan Malik Putra Narendra, sebab gadis itu terpaksa mengusaikan kisah mereka karena perintah sang ayah. Aisyah yang sangat mematuhi perintah orang tuanya memutuskan Malik tepat di acara kelulusan mereka, dengan mengembalikan sebuah tasbih pemberian Malik. Namun tanpa disangka-sangka, tasbih yang sudah dikembalikannya itu kembali dia temukan tepat di depan pintu rumahnya. Kembalinya tasbih itu, membuat ingatan-ingatan manis bersama Malik kembali menghantui pikirannya. Bagaimana kisah cinta antara Malik dan Aisyah? Apa kakak-kakak penasaran? SEBELUM BACA KAKAK-KAKAK ADA BAIKNYA MASUKKAN KE RAK DULU AGAR MENDAPATKAN NOTIFIKASI UPDATE CERITA INI YAH.

Bab 1 Sebuah Tasbih

Malam semakin larut. Tidak terasa biasan jingga sudah sedari tadi menghilang digantikan cahaya bulan yang bersinar terang. Disalah satu pemukiman warga yang tidak jauh dari kota Jakarta. Di sebuah rumah sederhana dengan cat tembok berwarna hijau, halaman depan yang tidak terlalu luas, dan pagar pembatas yang mengelilingi rumah tersebut agar terpisah dengan para tetangganya.

Di dalam rumah, terlihat tiga orang berbeda jenis dan usai tengah berkumpul di ruang keluarga. Pandangan mata mereka fokus melihat ke televisi yang sekarang tengah menyiarkan berita sidang isbat penentuan puasa.

"Baiklah ... setelah kami mendapatkan laporan dari petugas yang melihat hilal. Maka kami selaku anggota kementrian agama menyatakan, mulai besok kita akan menjalankan ibadah puasa," jelas ketua menteri agama yang ada di dalam televisi, membuat ketiga orang yang tengah berkumpul didepan televisi itu tersenyum.

"Alhamdullilah!" seru bahagia ketiga orang yang berbeda usai dan jenis itu secara bersamaan.

"Jadi ... ayok kita ke masjid," ajar Abi Rasyid seorang pria paruh baya yang sudah siap dengan peci dan sarung diikuti baju koko laki-laki berwarna coklat.

"Abi, tunggu sebentar. Umi dan Ais akan bersiap-siap," ujar Umi Rohana wanita paruh baya yang terlihat cantik dengan tubuh tertutup oleh baju muslim dan jangan lupakan hijab yang melingkar di kepalanya, "Ayok Ais, kita bersiap-siap pergi tarawih," ajak Umi Rohana dan langsung dihadiahkan senyum oleh wanita cantik dengan pakaian hampir menutupi seluruh tubuhnya dan juga sebuah hijab yang melingkar cantik menyembunyikan aurat di bagian kepalanya.

"Baik Umi," patuh Ais yang bernama lengkap Aisyah Putri Rasyid, wanita dewasa berusia 25 tahun yang bekerja di salah satu perusahaan terbesar di Jakarta. Dia wanita cantik yang selalu mengenakan pakaian yang menutupi auratnya dan sangat patuh pada kedua orang tuanya.

Aisyah dan keluarganya tidak begitu kaya raya. Namun, dengan kehidupan yang serba pas-pasan itu, mereka mampu menjadikan anaknya sebagai seorang wanita muslim yang baik, tidak pernah sombong, dan selalu patuh pada perintah kedua orang tuanya. Karena hal itu, banyak pemuda yang sangat mendambakan Aisyah untuk menjadikan wanita itu sebagai istrinya.

Aisyah dan Umi Rohana hendak melangkah meninggalkan ruang tamu. Namun, suara bariton dari Abi Rasyid menghentikan langkah mereka berdua.

"Tunggu sebentar Ais," intrupsi Abi Rasyid, membuat Aisyah dan Umi Rohana menghentikan langkah mereka.

Kedua wanita berjenis kelamin sama namun berusia berbeda itu memutar tubuh dan kembali menghadap ke Abi Rasyid yang entah sejak kapan ekspresinya mulai terlihat serius.

"Ada apa, Abi?" tanya Aisyah dengan menunduk takut saat melihat raut Abi yang seperti itu. Wanita cantik itu mulai menautkan jari telunjuknya menandakan dia tengah gugup saat ini.

"Angkat kepalamu jika berbicara dengan Abi, Ais," perintah Abi Rasyid dan langsung diikuti oleh Aisyah.

Nampak jelas raut takut dan keringat dingin sudah memenuhi wajah putih Aisyah, 'apa Abi tau yang aku lakukan?' batin Aisyah menerka-nerka kenapa Abi nya berubah seperti itu.

Hanya satu kemungkinan yang membuat Abi Rasyid menjadi seperti itu. Pasti itu gara-gara Aisyah melakukan kesalahan. Kalian semua harus tahu, kalau Abi Rasyid itu Pria yang sangat keras. Dia keras, karena ingin melindungi anak gadis satu-satunya yang mereka punya.

Pria itu tidak mau, anak gadis yang di titipkan Allah padanya melakukan kesalahan. Maka dari itu, dia sebagai orang tua sangat keras jika bersangkutan dengan Aisyah.

"Setelah bekerja kamu kemana?" tanya dingin Abi Rasyid dan membuat Aisyah sulit menelan ludahnya.

Keheningan terjadi diantara mereka bertiga. Umi Rohana yang tadinya berdiri disebalah Aisyah, sekarang sudah berdiri tepat dibelakang sang suami.

"Abi, tolong bertanya dengan biasa saja. Jangan buat Ais tak-...."

"Diam...." potong Abi Rasyid dan membuat Umi Rohana langsung bungkam, dan menatap nanar putri yang sangat dia sayangi saat ini tengah berkeringat dingin, "apa mulutmu bisu Ais? Abi bertanya, kamu pergi kemana setelah pulang bekerja tadi?"

"A-Ais, tid-tidak kem-...."

"Jangan berbicara seperti itu! Bicara yang jelas, Ais!" seru Abi Rasyid dan membuat Aisyah tersentak kaget.

"Ais, tadi pergi mengantar teman ke toko buku, Abi," jujur Aisyah dengan menatap wajah Abi nya dengan takut.

"Laki-laki atau perempuan?" tanya Rasyid dengan masih bernada dingin.

"Perempuan Abi," jawab jujur Aisyah dengan masih bernada takut.

"Siapa?" tanya singkat Abi Rasyid.

"Layla Abi, Layla anak paman Fauzan," jawab Aisyah dengan nada yang masih sama.

"Kenapa tidak minta izin dulu pada Abi atau Umi? Apa kamu menganggap kami sudah tidak ada lagi, sehingga kamu pergi tanpa izin?!" teriak Abi Rasyid menggelegar memenuhi ruang keluarga itu.

Aisyah memejamkan mata. Degup jantungnya mulai berdetak kencang. Wanita itu sudah tahu bahwa ini akan terjadi. Dia sedari tadi sudah menyiapkan diri, tapi tetap saja wanita itu masih merasa ketakutan.

Terlihat Abi Rasyid mengeluarkan sesuatu dari saku baju Koko ya. Pria paruh baya itu tanpa hati langsung melempar sebuah ponsel, dan itu tepat ke arah tembok, membuat benda itu beradu dengan dinding hijau itu.

Hancur sudah ponsel itu, "Apa gunanya kamu mempunyai barang itu Ais!" Seru Abi Rasyid dengan menunjuk ke arah ponsel yang sudah hancur, "kenapa menangis?" tanya Abi Rasyid saat melihat sebutir air keluar dari pelupuk mata Aisyah.

"Ti-tidak Abi. Ais tidak menangis," ujar wanita itu, dan dengan cepat dia menghapus air matanya, kemudian menyinggung senyum, "Ais minta maaf, dan tidak akan mengulangi hal itu lagi," lanjut wanita itu dengan tersenyum sangat manis.

"Sudah cukup Abi. Ais juga sudah meminta maaf, dan mengakui kesalahannya. Lebih baik kita bergegas pergi ke masjid untuk menunaikan ibadah tarawih," ujar Umi Rohana mencoba menghentikan amarah sang suami.

"Ini pertama dan terkahir kalinya Abi mendapatkan kamu seperti itu Ais. Jika kamu mengulanginya lagi, Abi tidak akan segan terhadapmu," ancam Abi Rasyid, dan tepat setelah itu adzan Isa berkumandang, membuat Abi Rasyid menghela nafas, "Abi akan menunggu kalian di luar."

Dengan langkah cepat Umi Rohana mendekati sang anak, dan langsung memapahnya berjalan ke kamar, "Tolong jangan buat Abi marah lagi Ais," bisik Umi Rohana semabari melangkah menjauh dari ruang keluarga.

Aisyah hanya mengangguk mematuhi permintaan Uminya. Mereka berdua masuk kedalam kamar masing-masing untuk bersiap-siap pergi ke masjid, dan menjalankan shalat sunah tarawih.

***

Satu jam telah berlalu. Shalat tarawih pun sudah usai ditunaikan oleh Aisyah dan keluarga. Terlihat mereka berjalan keluar dari masjid, tapi tepat di gerbang Abi dan Umi Aisyah memberhentikan langkah mereka.

"Pak Rasyid," sapa seorang Pria paruh yang tidak terlalu tua, membuat Abi Rasyid menghentikan langkahnya.

"Assalamualaikum pak Kiai," sapa balik Abi Rasyid, dan langsung meraih tangan Pria tua itu lalu menciuminya.

Umi Rohana dan Aisyah langsung menyinggung senyum, dan ikut meraih tangan kanan Pria tua itu.

"Waalaikumussalam warahmatullahi wabarakatuh," jawab Kiai Hasan, dan dia tidak lupa melukis senyum di wajahnya yang sudah terlihat keriput, "apa wanita cantik ini Aisyah?"

Aisyah hanya menyinggung senyum dan mengangguk sebagai jawabannya. Melihat hal itu Abi Rasyid langsung menatap tajam kearah putrinya.

"Iya kakek. Saya Aisyah," jawab Aisyah setelah tadi melihat tatapan tajam Abinya.

"Masyaallah, sudah besar sekali cucuku ini," ujar Kiai Hasan dengan nada dibuat terkejut, "cantik pula, sangat cocok bersanding dengan cucu laki-lakiku," lanjut Kiai Hasan membuat Abi Rasyid, Umi Rohana terkekeh.

"Abi-Umi, apa boleh Ais pulang duluan?" ujar Aisyah meminta izin.

"Tentu saja nak, bawa ini. Ingat langsung pulang, dan jangan keluyuran," ujar Abi Rasyid membuat Aisyah mengangguk patuh.

Aisyah mengambil alih kunci yang disodorkan Abinya, "Kalau begitu Aisyah pamit pulang dulu, assalamualaikum," pamit Aisyah, dan langsung melangkah setelah ucapan salamnya terbalaskan.

Aisyah berjalan dengan bersenandung membuat dia tidak menyadari, kalau dia sudah sampai di rumah. Dengan gerakan perlahan wanita itu membuka gerbang, dan langsung melangkah masuk menuju pintu rumahnya.

Langkah Aisyah terhenti tepat di depan pintu rumahnya. Matanya membulat saat melihat sebuah kotak yang terbungkus oleh kertas kado berwarna merah. Tanpa berpikir panjang, Aisyah langsung bergerak mengambil kotak tersebut.

Wanita cantik yang masih terbalut mukenah itu mengedarkan pandangannya ke arah kanan dan kiri, "Siapa yang meninggalkan kotak ini di sini?" gumam Aisyah bertanya karena tidak melihat siapapun di sekeliling rumahnya.

Wanita itu bergerak memutar-mutar kotak merah berukuran kecil itu. Gerakannya terhenti saat melihat selembar kertas kecil menempel di bagian bawah kotak.

Aisyah yang penasaran bergerak melepas kertas kecil itu. Wanita itu mulai membuka lipatan-lipatan kertasnya, "Untuk Isyah," gumam Aisyah membaca tulisan yang ada di kertas itu.

Seketika matanya membulat terkejut. Wanita itu kembali membaca isi kertas itu untuk memastikan dia tidak salah membacanya.

"Aku tidak salah membacanya bukan," gumam Aisyah tidak percaya dan kembali membaca isi kertas itu dan isinya masih sama.

"Hanya satu orang yang memanggilku dengan nama ini, dan dia...." Aisyah terlihat berfikir dan seketika matanya mengembung, dan berkaca-kaca saat satu nama teringat di otaknya, "Malik," lanjut Aisyah, dan dia dengan cepat membuka isi kotak tersebut.

Lagi dan lagi, wanita itu terkejut. Dengan gerakan cepat dia mengeluarkan isi kotaknya, dan dia langsung terduduk dilantai saat sebuah tasbih berwarna merah dengan mainan hati sebagai hiasannya, dia keluarkan dari kotak itu.

Dengan tangan kanannya Aisyah menggenggam erat tasbih itu, lalu dia letakkan tepat diatas dadanya, "Kenapa kau datang padaku lagi Malik," gumam Aisyah dengan memejamkan mata.

Dari arah luar gerbang, terlihat seorang Pria yang terbalut dengan jaket hitam, dan saat ini sedang menatap tajam ke arah Aisyah. Orang misterius itu menyunggung senyum, dan setelahnya dia langsung bergerak menutup kepalanya dengan penutup jaket.

"Kita akan bertemu lagi, Isyah," gumam pria misterius itu, dan dia langsung berlalu pergi saat melihat Aisyah sudah masuk ke dalam rumahnya.

Lanjutkan Membaca

Buku serupa

Membalas Penkhianatan Istriku

Membalas Penkhianatan Istriku

Juliana
5.0

"Ada apa?" tanya Thalib. "Sepertinya suamiku tahu kita selingkuh," jawab Jannah yang saat itu sudah berada di guyuran shower. "Ya bagus dong." "Bagus bagaimana? Dia tahu kita selingkuh!" "Artinya dia sudah tidak mempedulikanmu. Kalau dia tahu kita selingkuh, kenapa dia tidak memperjuangkanmu? Kenapa dia diam saja seolah-olah membiarkan istri yang dicintainya ini dimiliki oleh orang lain?" Jannah memijat kepalanya. Thalib pun mendekati perempuan itu, lalu menaikkan dagunya. Mereka berciuman di bawah guyuran shower. "Mas, kita harus mikirin masalah ini," ucap Jannah. "Tak usah khawatir. Apa yang kau inginkan selama ini akan aku beri. Apapun. Kau tak perlu memikirkan suamimu yang tidak berguna itu," kata Thalib sambil kembali memagut Jannah. Tangan kasarnya kembali meremas payudara Jannah dengan lembut. Jannah pun akhirnya terbuai birahi saat bibir Thalib mulai mengecupi leher. "Ohhh... jangan Mas ustadz...ahh...!" desah Jannah lirih. Terlambat, kaki Jannah telah dinaikkan, lalu batang besar berurat mulai menyeruak masuk lagi ke dalam liang surgawinya. Jannah tersentak lalu memeluk leher ustadz tersebut. Mereka pun berciuman sambil bergoyang di bawah guyuran shower. Sekali lagi desirah nafsu terlarang pun direngkuh dua insan ini lagi. Jannah sudah hilang pikiran, dia tak tahu lagi harus bagaimana dengan keadaan ini. Memang ada benarnya apa yang dikatakan ustadz Thalib. Kalau memang Arief mencintainya setidaknya akan memperjuangkan dirinya, bukan malah membiarkan. Arief sudah tidak mencintainya lagi. Kedua insan lain jenis ini kembali merengkuh letupan-letupan birahi, berpacu untuk bisa merengkuh tetesan-tetesan kenikmatan. Thalib memeluk erat istri orang ini dengan pinggulnya yang terus menusuk dengan kecepatan tinggi. Sungguh tidak ada yang bisa lebih memabukkan selain tubuh Jannah. Tubuh perempuan yang sudah dia idam-idamkan semenjak kuliah dulu.

Penipuan Lima Tahun, Pembalasan Seumur Hidup

Penipuan Lima Tahun, Pembalasan Seumur Hidup

Gavin
5.0

Aku adalah Alina Wijaya, pewaris tunggal keluarga Wijaya yang telah lama hilang, akhirnya kembali ke rumah setelah masa kecilku kuhabiskan di panti asuhan. Orang tuaku memujaku, suamiku menyayangiku, dan wanita yang mencoba menghancurkan hidupku, Kiara Anindita, dikurung di fasilitas rehabilitasi mental. Aku aman. Aku dicintai. Di hari ulang tahunku, aku memutuskan untuk memberi kejutan pada suamiku, Bram, di kantornya. Tapi dia tidak ada di sana. Aku menemukannya di sebuah galeri seni pribadi di seberang kota. Dia bersama Kiara. Dia tidak berada di fasilitas rehabilitasi. Dia tampak bersinar, tertawa saat berdiri di samping suamiku dan putra mereka yang berusia lima tahun. Aku mengintip dari balik kaca saat Bram menciumnya, sebuah gestur mesra yang familier, yang baru pagi tadi ia lakukan padaku. Aku merayap mendekat dan tak sengaja mendengar percakapan mereka. Permintaan ulang tahunku untuk pergi ke Dunia Fantasi ditolak karena dia sudah menjanjikan seluruh taman hiburan itu untuk putra mereka—yang hari ulang tahunnya sama denganku. "Dia begitu bersyukur punya keluarga, dia akan percaya apa pun yang kita katakan," kata Bram, suaranya dipenuhi kekejaman yang membuat napasku tercekat. "Hampir menyedihkan." Seluruh realitasku—orang tua penyayang yang mendanai kehidupan rahasia ini, suamiku yang setia—ternyata adalah kebohongan selama lima tahun. Aku hanyalah orang bodoh yang mereka pajang di atas panggung. Ponselku bergetar. Sebuah pesan dari Bram, dikirim saat dia sedang berdiri bersama keluarga aslinya. "Baru selesai rapat. Capek banget. Aku kangen kamu." Kebohongan santai itu adalah pukulan telak terakhir. Mereka pikir aku adalah anak yatim piatu menyedihkan dan penurut yang bisa mereka kendalikan. Mereka akan segera tahu betapa salahnya mereka.

Gairah Liar Dibalik Jilbab

Gairah Liar Dibalik Jilbab

Gemoy
5.0

Kami berdua beberapa saat terdiam sejanak , lalu kulihat arman membuka lilitan handuk di tubuhnya, dan handuk itu terjatuh kelantai, sehingga kini Arman telanjang bulat di depanku. ''bu sebenarnya arman telah bosan hanya olah raga jari saja, sebelum arman berangkat ke Jakarta meninggalkan ibu, arman ingin mencicipi tubuh ibu'' ucap anakku sambil mendorong tubuhku sehingga aku terjatuh di atas tempat tidur. ''bruuugs'' aku tejatuh di atas tempat tidur. lalu arman langsung menerkam tubuhku , laksana harimau menerkam mangsanya , dan mencium bibirku. aku pun berontak , sekuat tenaga aku berusaha melepaskan pelukan arman. ''arman jangan nak.....ini ibumu sayang'' ucapku tapi arman terus mencium bibirku. jangan di lakukan ini ibu nak...'' ucapku lagi . Aku memekik ketika tangan arman meremas kedua buah payudaraku, aku pun masih Aku merasakan jemarinya menekan selangkanganku, sementara itu tongkatnya arman sudah benar-benar tegak berdiri. ''Kayanya ibu sudah terangsang yaa''? dia menggodaku, berbisik di telinga. Aku menggeleng lemah, ''tidaaak....,Aahkk...., lepaskan ibu nak..., aaahk.....ooughs....., cukup sayang lepaskan ibu ini dosa nak...'' aku memohon tapi tak sungguh-sungguh berusaha menghentikan perbuatan yang di lakukan anakku terhadapku. ''Jangan nak... ibu mohon.... Tapi tak lama kemudian tiba-tiba arman memangut bibirku,meredam suaraku dengan memangut bibir merahku, menghisap dengan perlahan membuatku kaget sekaligus terbawa syahwatku semakin meningkat. Oh Tuhan... dia mencium bibirku, menghisap mulutku begitu lembut, aku tidak pernah merasakan ini sebelumnya, Suamiku tak pernah melakukannya seenak ini, tapi dia... Aahkk... dia hanya anakku, tapi dia bisa membuatku merasa nyaman seperti ini, dan lagi............ Oohkk...oooohhkkk..... Tubuhku menggeliat! Kenapa dengan diriku ini, ciuman arman terasa begitu menyentuh, penuh perasaan dan sangat bergairah. "Aahkk... aaahhk,," Tangan itu, kumohooon jangan naik lagi, aku sudah tidak tahan lagi, Aahkk... hentikan, cairanku sudah keluar. Lidah arman anakku menari-nari, melakukan gerakan naik turun dan terkadang melingkar. Kemudian kurasakan lidahnya menyeruak masuk kedalam vaginaku, dan menari-nari di sana membuatku semakin tidak tahan. "Aaahkk... Nak....!"

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku