Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
Cinta ikhlas
5.0
Komentar
99
Penayangan
1
Bab

Rasa sakit yang mendalam dibalik senyuman yang mengembang.

Bab 1 Ada apa ini

Tahta tertinggi dalam mencintai adalah mengikhlaskan. Namun sebagian orang menganggap kata-kata itu hanyalah sebuah bualan belaka. Bagiku pernyataan tersebut tidak dapat disepelekan begitu saja. Mengikhlaskan memang memiliki tahta tertinggi di dalam kehidupan ini.

Dengan mengikhlaskan sama saja kita harus merelakan kebahagiaan yang kita rasakan menjadi milik orang lain. Hal inilah yang saat ini sedang aku rasakan. Di mana aku harus ikhlas merelakan sesosok lelaki yang sangat aku cintai.

Meskipun berat rasanya, aku terus berusaha untuk melupakannya. Sakit rasanya melihat orang yang sangat aku cintai harus bersanding di pelaminan dengan wanita lain.

Ingin marah rasanya tetapi aku tidak memiliki hak apapun untuk melarangnya.

"Cinta, silakan dinikmati hidangannya. Maaf ya nggak ada yang spesial di sini. Soalnya acaranya sangat mendadak". Ucap kak Imah menyuruhku untuk mencicipi hidangannya sudah terjadi di hadapanku saat ini.

"Iya kak terima kasih. Nanti pasti akan saya cicipi semuanya". Ucapku dengan ramah menjawab perkataan dari kak Imah.

Kak imah merupakan kakak ipar dari ariesandi atau Ari yaitu mantan pacarku yang tega memilih wanita lain.

Saat ia memutuskan untuk menikah dengan wanita itu, hubungan kami masih sepasang kekasih. Ia memberitahuku tentang keputusannya untuk menikahi wanita itu melalui ponsel genggam nya.

~flashback~

Kring kring kring

Ponselku berdering. Kulihat tertera nama 'Ariesandi Sayang ' yang menelponku. Namun aku tidak mengangkat panggilan telepon darinya.

Bukan karena tak ingin, tetapi saat ini aku sedang bekerja. Pekerjaanku sangatlah banyak, jangankan untuk mengangkat telepon makan pun sudah tak sempat lagi. Hal itulah yang membuatku tidak menggambarnya hingga beberapa hari ini.

Aku tetap meluangkan lagi untuk menggambarnya dikalah aku sudah tidak sibuk lagi.

Iya menelponku sampai beberapa kali, aku tetap tidak mengangkatnya. Bahkan bosku yang mendengar dering HP milikku berbunyi mulai merasakan ketidaknyamanan. Oleh sebab itu aku memutuskan untuk mematikan ponselku sampai semua pekerjaanku ini selesai.

Bekerja sebagai seorang karyawan di konveksi bukanlah pekerjaan yang mudah. Terlebih saat pesanan pelanggan sangat banyak, kami harus bekerja ekstra untuk menyelesaikannya.

Sudah mau berapa kali Ari memintaku untuk meninggalkan pekerjaan ini. Namun Aku menolaknya, Aku tidak ingin bergantung kepada siapapun. Baik orang tuaku ataupun Ari yang masih berstatus sebagai pacar ku.

***

Jam sudah menunjukkan pukul 05.00 sore. Beruntungnya semua pesanan pelanggan sudah kamu selesaikan hari ini. Sehingga aku tidak diminta untuk lembur oleh Bos ku.

"Cinta silakan pulang. Hari ini kita tidak lembur ya karena sudah selesai. Iya besok jangan lupa datang lagi, kita mungkin besok akan lembur soalnya banyak pesanan." Ujar bosku memberitahu.

"Alhamdulillah, terima kasih Bu. Akhirnya hari ini saya bisa tidak lembur." Ungkapkan mengucap rasa syukur.

"Loh kamu nggak senang lembur? Orang kerja tuh senang lembur loh. Dapat gajinya banyak setiap bulan. Kok kamu nggak seneng sih?" Ujarnya heran.

"Iyalah Bu Ani. Tentu saja saya tidak senang, sebab selang malem bur saya tidak bisa memberikan kabar kepada pacar saya." Terangku kepada Bu Ani yang merupakan pemilik konveksi ini.

Sebenarnya ia merupakan sosok bos yang sangat dermawan. Akan tetapi, kalau pesanan membludak ia menjadi sangat menyebalkan.

Seperti saat ini, banyaknya pesanan membuat ia melarang kami sebagai karyawannya untuk memainkan ponsel. Bahkan untuk makan saja kami hanya diberi waktu 15 menit.

"Heleh baru pacar aja kok. Kalau suami baru kamu harus panik. Kalau pacar belum tentu dia jadi milik kamu dan belum tentu juga dia bisa menjadi sosok lagi yang baik untuk kamu. " Ucap Bu Ani menasehati ku.

" Kalau yang ini kan beda ibu. Insya Allah, kami akan bersama untuk selama-lamanya. Nanti kalau kami menikah ibu jangan lupa datang ya. Ibu harus memberi saya kado yang lebih besar lagi. Pokoknya ibu wajib datang nanti. " Ungkap ku dengan penuh percaya diri kepada Bu Ani.

Tentu saja aku sangat percaya diri bahwa kami akan bersama untuk selama-lamanya. Sebab selama ini kamu sudah saling berkomitmen untuk mengerti satu sama lain.

Namun mendengar ucapanku Bu Ani justru meledekku dengan mengatakan bahwa kami tidak akan bersama. Iya juga tidak setuju dengan hubungan kami. Menurutnya hari sangatlah over protektif, Iya tidak bisa dijadikan sosok lelaki yang baik untukku. Tak jarang, Bu Ani juga punya rokok untuk segera menyudahi hubungan kami. Namun aku tidak pernah menggubris ucapannya itu.

"Yah kalau sama yang ini sih saya nggak yakin bisa bisa datang ke acara nikahan kamu. Paling saya cuma nitip Rp. 100.000 doang. Lagian kan saya sudah bilang sama kamu, cari yang lain aja, ngapain aja sama dia." Ucapkan kembali menyuruhku untuk memutuskan pacarku itu.

"Kenapa sih. Ibu dari dulu selalu nyuruh aku untuk melepaskan dia terus. Ibu tahu sendiri kalau aku tuh sangat menyayangi dia. Jadi mana mungkin aku bisa memutuskan dia ibu." Ucapku mengenal kepada Bu u Ani.

"Ya udah kamu pulang gih. Ntar kalau lama-lama pacar kamu itu keburu nikah sama yang lain. " Ujar Bu Ani menyuruhku untuk segera pulang.

"Hehehe baiklah ibuku sayang. Jangan lupa gajinya besok ditransfer secepat mungkin ya." Ujarku sambil menggodanya.

"Urusan gaji saja cepat. Kalau suruh lembur merengut-rengut." Ujar Bu Ani menyindirku.

"Hehehe ya wajib dong Bu. Ya udah kalau gitu saya permisi pulang dulu, assalamualaikum." Pamitku meninggalkan ibu Ani.

"Waalaikumsalam."

Setelah berpamitan dengan Bu Ani, aku langsung pulang ke kosan dengan mengendarai motor. Sesampainya di kos, aku langsung melihat ponselku yang tadi aku matikan.

Aku langsung menghidupkannya. Setelah ponsel itu hidup, aku melihat sudah ada 20 panggilan tak terjawab dari Ari.

Batinku bertanya-tanya, Sebenarnya apa yang ingin ia katakan. Mengapa ia sampai menelponku berkali-kali. Biasanya jika aku tidak mengangkat teleponnya sampai dua kali, Iya tidak akan menelponku kembali sampai aku yang menelponnya.

Tuutttt

Tuttttt

Aku mau nelpon kekasihku untuk menanyakan apa yang ingin ia katakan Sebenarnya.

Aku sangat yakin pasti ada hal penting yang ingin dikatakannya. Cukup lama aku menunggunya untuk mengangkat telepon dariku.

"Assalamualaikum cinta." Ucap seseorang dari setiap orang telepon sana.

"Waalaikumsalam. Ada apa kamu menelpon sampai berpuluh-puluh kali. Apakah ada hal yang sangat penting?" Tanya aku setelah menjawab salam darinya.

"Iya ada hal penting yang ingin aku katakan padamu. Apakah saat ini kamu sedang sibuk?" Tanya Ari kepadaku.

"Ehhh, tidak aku sedang tidak sibuk. Kebetulan aku baru saja sampai di rumah. Emang kamu mau menyampaikan apa sih sayang? Sepertinya sangat penting sekali."

"Cinta, sebelumnya aku mohon maaf sekali padamu. Aku bukanlah lelaki yang tepat untukmu. Tidak bisa mempertahankan hubungan ini lagi." Ujarnya dengan suara yang parau.

"Maksud kamu apa? Mengapa kamu berbicara seperti itu?" Tanya aku dengan rasa penasaran.

Ada apa ini? Mengapa ia mengatakan seperti itu. Apa sebenarnya ingin dia katakan? Pikiranku sudah berkecamuk tidak karuan.

***

Lanjutkan Membaca

Buku serupa

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku