Aku menatapnya dan ia juga menatapku. Tatapan kami saling beradu ketika aku tengah menggigit bibir bagian bawahku akibat pesona nya yang sangat luar biasa. Aku menginginkan nya, sangat menginginkan nya. Untuk detik ini, aku membayangkannya bahwa ia tengah mencium bibir ranum ku dengan rakus dan gotcha! Semua itu menjadi kenyataan. Sejak kejadian tersebut, banyak hal yang tidak terduga terjadi hingga aku sangat terkejut ketika mengetahui siapa pria itu sebenarnya.
Vancouver, British Columbia, Kanada.
Kimberly Alexandra Avson, begitulah nama lengkap ku. Seorang wanita yang baru menginjak usia 23 tahun. Aku telah menyelesaikan pendidikan di jenjang perguruan tinggi dengan nilai yang sangat memuaskan. Berasal dari keluarga yang berada lantas tidak membuatku selalu bergantung kepada harta dari kedua orang tuaku.
Aku memilih Vancouver sebagai kota masa depanku. Kota ini merupakan kota impianku sejak dulu. Entahlah, aku juga tidak terlalu mengerti mengapa bisa demikian.
Untuk saat ini, aku tengah memoleskan sedikit make up tipis sebelum pergi untuk bekerja. Oh ya, aku bekerja sebagai seorang sekretaris di sebuah kantor yang sangat terkenal di kota ini. Suatu keberuntungan memang, aku juga tidak menyangka bahwa dari seratus pelamar ternyata akulah yang terpilih. Keren, bukan?
Aku berasal dari Sydney, Australia. Meninggalkan kota kelahiran memang sangat menyakitkan tetapi disisi lain juga aku sangat ingin merantau.
"Baiklah, sudah sempurna." gumamku ketika menatap diriku di depan cermin. Balutan blazer hitam yang sedikit ketat, disertai dengan kemeja putih yang sedikit terbuka di bagian atasnya. Aku memang sengaja bukan berarti untuk menggoda banyak pria di luar sana tetapi ini memanglah style nya.
Saat ini aku memakai sebuah rok hitam ketat yang berhasil memperlihatkan kedua paha mulusku.
Setelah itu, aku pun bergegas pergi menuju kantor megah itu, Hamilton Inc.
***
"Selamat pagi, Kim." sapa seorang pria yang berpapasan denganku.
Aku tersenyum seraya membalas sapaan nya itu. "Selamat pagi."
Kami pun memasuki lift itu secara bersamaan. Tidak ada percakapan apa pun sampai kami berdua sampai di tempat tujuan, ruangan kami masing-masing.
Ruangan ku terletak di lantai atas dari gedung megah ini. Lebih tepatnya terletak di samping ruangan CEO.
Hari ini, tidak ada pekerjaan yang harus ku selesaikan karena semua sudah ku bereskan kemarin.
Aku menyalakan komputer ku seraya mengecek surel yang telah masuk tetapi tidak ada satu pun jadwal meeting selama tiga bulan ini. Ya, aku memang baru bekerja disini sejak tiga bulan yang lalu.
"Bagus kalau begitu." gumam ku seorang diri.
Setelah bekerja disini, aku belum pernah melihat CEO dari Hamilton Inc. Aku hanya mengetahui namanya. Dan memang, kebetulan sekali selama tiga bulan ini tidak ada rapat atau pun sebagainya yang mengharuskan CEO kantor ini hadir.
Tanpa sengaja, aku melihat sebuah iklan pembesar payudara di sebuah situs yang saat ini tengah kubuka.
Aku terkekeh. Tidak mungkin aku menggunakan hal-hal seperti itu untuk memperbesar milikku ini. Lagi pula, milikku yang berukuran 38C sudah sangat pas.
Tetapi, sejak tiga bulan ini, aku belum sempat merasakan sentuhan dari seorang pria. Terakhir kali aku melakukan nya saat sehari setelah wisuda. Aku melakukan nya dengan mantan kekasihku. Tetapi kami memilih untuk memutuskan hubungan tersebut karena pria itu lebih memilih wanita lain. Aku tidak peduli, lagi pula aku ini cantik dan juga seksi, jadi tidak masalah, bukan?
***
Waktu makan siang pun akhirnya tiba. Aku tersenyum seorang diri ketika melihat Lesley tersenyum ke arahku. Ia merupakan salah satu pegawai di Hallington Inc sekaligus seorang teman untukku.
"Kau sangat cantik, sungguh." puji Lesley.
Aku terkekeh. "Sudahlah, ayo makan."
Dalam perjalanan menuju ke cafetaria terdekat, Lesley mengatakan bahwa besok adalah hari ulang tahun nya. Ia mengundang ku, tentu saja. Tidak lupa juga dengan semua orang yang bekerja disini.
"Lalu, apakah kau juga mengundang CEO kita?" godaku seraya mengambil buku menu.
Lesley mengangguk. "Aku akan mengirimkan undangan melalui e-mailnya. Jika pria itu tidak hadir maka tidak masalah. Asal kau hadir saja itu sudah membuatku senang."
Aku tersenyum. "Tentu saja aku akan hadir. Lihat saja, besok aku akan menjadi wanita tercantik yang hadir ke pesta ulang tahun mu."
Lesley dan juga aku tertawa.
"Oh, tentu saja. Aku yakin padamu." jawab Lesley.
Kami lalu memesan makanan pilihan masing-masing.
"Kau lihat wanita aneh yang berada diantara dua pria itu?" Lesley menunjuk ke arah samping kananku, aku pun menoleh.
"Resepsionis Hamilton Inc?" tanyaku.
Lesley mengangguk. "Resepsionis panggilan yang aku yakin ia sangat pandai menggoda banyak pria."
Aku terkekeh ketika pesanan kami datang.
"Lihat, saat ini ia melihatmu. Dasar jalang." ujar Lesley kembali.
Aku melihatnya, benar saja, wanita yang bernama Melly itu tengah melihatku dengan tatapan sinis. Padahal, aku tidak terlalu mengenalnya. Tetapi aku tidak peduli.
"Biarkan saja. Mungkin ia melihat yang lain." ujarku.
Lesley menggeleng. "Pria di samping kirimu ini tengah menatapmu dari arah bawah sampai atas. Lagi pula pria mana yang akan menolak keseksianmu ini? Kau tahu, jika aku seorang pria seperti mereka maka sejak tiga bulan yang lalu aku telah melamarmu."
Perkataan Lesley berhasil membuatku tertawa. "Kau ini, bisa saja."
Aku lantas kembali menatap Melly yang masih menatapku sinis. Kali ini kedua pria yang tengah bersama nya tadi sudah menghilang. Aku tidak tahu, tetapi saat ini ia seorang diri dengan makan siang nya.
Aku pun menggeleng seraya terfokus dengan makan siang ku. Lebih baik tidak memperdulikan hal semacam itu.
***
"Kau yakin tidak ingin pulang bersamaku?" tanya Lesley sejak tadi. Ia memang tengah menungguku di ruangan ku.
Aku menggeleng. "Tidak perlu. Aku harus menyimpan berkas ini untuk besok. Mungkin akan sedikit lama."
"Aku akan menunggumu sampai-"
"Hei, kau harus menyiapkan pestamu untuk besok. Jangan khawatirkan aku. Sudahlah, lebih baik kau kembali ke rumah sekarang." potongku seraya tersenyum.
Lesley terlihat gemas seraya terkekeh. "Baiklah, kalau begitu aku akan kembali pulang. Berhati-hatilah karena...."
Aku mengernyitkan dahi. "Apa?"
"Hantu..." Lesley lantas berjalan mundur hingga ia membuka pintu ruangan ku dengan gelak tawa nya yang sangat khas.
Aku menggeleng dengan seulas senyuman seraya melanjutkan pekerjaanku.
Sebenarnya tertinggal satu berkas, tetapi aku memang sengaja mengatakan nya kepada Lesley karena aku tidak ingin membuatnya menunggu lama. Aku juga bukan tipikal wanita yang akan bergantung pada seseorang. Selagi aku bisa menyelesaikannya maka aku akan melakukan nya seorang diri. Mudah saja.
"Selesai." gumamku seraya melirik arloji yang melingkar dengan sangat mulus di pergelangan tangan kananku.
Pukul 7, itu berarti aku terlambat satu jam untuk kembali ke rumah. Tidak masalah, asal semuanya beres maka aku siap akan kembali pukul berapa pun itu.
Aku lalu mengemas semua perlengkapan ku dan pergi meninggalkan ruangan megah milikku tersebut.
"Semoga saja hantu itu tidak ada." gumamku dalam hati ketika pintu lift terbuka. Aku segera masuk dengan kepala yang tertunduk ke bawah.
Ternyata, seorang pria yang sejak tadi telah membuatku takut. Aku mendesah lega tetapi dengan kepala yang terus menunduk. Aku hanya bisa melihat sepatu miliknya yang sangat mahal, aku yakin itu.
Pria itu memencet tombol lift dan lift pun tertutup. Semua itu ia yang melakukan nya sampai kami berada di lantai bawah.
Aku segera melesat pergi begitu saja tanpa melihat nya. Aku sangat takut apalagi keadaan kali ini lumayan sepi. Tidak seperti biasanya.
Kulihat sebuah taksi yang tengah berada di hadapanku. Aku berjalan cepat menuju ke arak taksi itu.
Setelah merasa aman, aku pun menghela napas lega. Sang supir lantas tersenyum ke arah ku melalui kaca spion yang berada di hadapan nya.
"Selamat malam, nona. Sebelum nya maaf, kita harus menunggu seseorang lagi." ujar sang supir yang berhasil membuatku bingung, tetapi aku mengangguk.
Sang supir lantas tersenyum. "Nah, ini dia."
Aku menoleh ke arah samping ku dan melihat pintu taksi yang terbuka. Dengan kedua mata yang melebar, aku lantas kembali menunduk.
Seorang pria. Aku melihat ke arah sepatunya dan sepatu itu sama persis dengan milik pria yang berada di dalam lift bersamaku tadi.
Aku mencoba menoleh, berpura-pura melihat ke arah jendela yang berada di sampingnya.
Pria itu tampan, berwibawa dan, aku yakin ia juga sangat panas ketika sedang berada di atas ranjang.
Aku menggeleng kepalaku, mencoba membuyarkan semuanya. Bersamaan dengan itu, sang supir lantas membuka suara.
"Maaf, saya harus pergi ke toilet sebentar." ujarnya seraya keluar dari dalam taksi. Kali ini hanya terdapat kami berdua dengan tidak adanya percakapan sama sekali.
Aku lantas memilih untuk kembali mencuri-curi pandang ke arah nya. Namun kali ini kesempatan yang kudapat sangat tidak tepat.
Ia menatapku juga.
Aku melihatnya, ia juga melihatku. Tatapan kami saling beradu ketika aku tengah menggigit bibir bagian bawahku akibat pesona nya yang sangat luar biasa.
Aku menginginkan nya, sangat menginginkan nya. Untuk detik ini, aku tengah membayangkannya bahwa ia tengah mencium bibir ranum ku dengan rakus dan gotcha! Semua menjadi kenyataan.
Ia menciumku dengan sangat rakus. Ia juga meremas kedua payudaraku. Dan kalian tahu, aku pun membalas ciuman panas nya itu.
Beberapa menit kemudian, ciuman kami terlepas ketika sang supir kembali memasuki taksi nya.
Aku lantas merapikan pakaianku yang sedikit berantakan di bagian atasnya. Dengan wajah yang kikuk aku lantas tersenyum kecil seraya menatap ke arah jendela yang berada di sampingku.
Aku menginginkan nya kembali. Ia sangat panas dan juga tampan.