Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
Suami Bastard Yang Manis

Suami Bastard Yang Manis

CaCi

5.0
Komentar
6.5K
Penayangan
13
Bab

Serena Lucard terpaksa menikah dengan Rafael Abbas Azam, sahabatnya sendiri sekaligus Bos di kantornya bekerja--setelah pria itu merenggut mahkotanya. Awalnya mereka dijodohkan sesuai wasiat mendiang Kakek mereka, namun Serena menolak menikah dengan Rafael lantaran dia tahu pria itu bastard dan seorang lady killer. Lagipula Rafael sahabatnya, canggung rasanya jika dia harus menikah dengan sahabatnya sendiri. Namun Rafael ternyata diam-diam menginginkannya, terobsesi pada Serena dan melakukan segala cara untuk mendapatkan Serena. Termasuk merampas mahkota Serena, hanya agar Serena bersedia menikah dengannya. Serena membenci ke-bastard-an Rafael, sangat! Pria itu otoriter, pengekang dan manipulatif. Dia bersikap sesuka hati pada Serena. Kesal luar biasa? Tentu saja! Namun Serena harus terpaksa menjalani pernikahannya dengan Rafael, demi Papanya. Jika dia tidak bertahan, Papanya yang akan kena batunya, dijadikan bahan hinaan oleh keluarga besar Azam lainnya yang selama ini selalu mencari cara untuk menjatuhkan Papanya Serena dihadapan Sang penguasa Azam, Gabriel Abbas Azam (Daddy Rafael). "Aku tidak mau melakukannya, El! Hiks ... leppass!!" Serena memohon dan berusaha menyingkirkan Rafael dari atas tubuhnya. "Tenang saja, Darling. Biasanya yang kedua tidak akan sakit." Rafael berucap serak dan berat, menyunggingkan evil smirk dengan mata sayup memperhatikan wajah menggemaskan istrinya.

Bab 1 Menikah dengan Pria Bastard

Wanita cantik dengan kebaya mewah berwarna putih, duduk di atas ranjang pengantin yang telah dihias sedemikian rupa. Dia menekuk kaki lalu memeluknya dengan erat, menenggelamkan wajahnya pada lipatan tangan di atas lutut.

"Sekarang apa?" gumam Serena -- wanita cantik dengan wajah blasteran Jerman-Indo tersebut dengan lirih.

Dia telah resmi menjadi istri dari seorang pria bastard -- Rafael Abbas Azam, sahabat sekaligus Bosnya di kantor-- yang telah merenggut kesuciannya secara paksa dan selalu menekan Serena untuk menikah dengannya.

Pria itu ... gila?! Dia dan obsesinya untuk memiliki Serena itu sangat mengerikan bagi Serena.

"Sekarang aku harus bagaimana?!" pekik Serena pelan, melengking sembari mengigit lututnya dengan air mata yang jatuh dari pelupuk.

Awal, Serena ingin membatalkan pernikahan ini. Namun karena kasihan dengan Papanya dan takut Papanya yang akan kena imbasnya, Serena mengurungkan niatnya.

"Hiks ...." Tanpa sadar isakan keluar dari mulutnya, mengingat kembali foto yang dikirim seseorang ke handphonenya.

Foto Rafael yang sedang tidur dengan perempuan lain.

Ketika dia akan resmi menjadi istri dari pria bastard itu, Serena harus melihat foto itu. Sakit! Hingga rasanya Serena ingin kabur dan sembunyi dari dunia ini.

Tapi orang tuanya -- terutama Papanya yang akan terkena imbasnya. Keluarga Azam bukan keluarga sembarangan. Mereka berkuasa dan sangat disegani.

Sedangkan keluarga Lucard-- keluarga Serena, hanya dianggap babu oleh keluarga Azam.

Yah, Pamannya, Gabriel Abbas Azam (Daddy Rafael) memang sangat peduli pada keluarga Lucard karena dia bersahabat dengan Papanya Serena -- Thomas.

Serena dan Rafael menikah juga karena dijodohkan oleh Kakek mereka, yang ingin keluarga Azam dan Lucard bukan hanya sekedar rekan bisnis dan sahabat tapi juga sebuah keluarga.

Masalahnya ...-

'Rafeel gila! Dia bastard, bajingan sialan!' batin Serena sembari terisak. Sejak awal dia bersi keras menolak perjodohan ini, bagaimanapun Rafael adalah sahabatnya dan Serena punya prinsip tak akan menikah dengan sahabatnya.

Sahabat adalah sahabat, cinta ada dalam sahabat, tapi sahabat tidak boleh saling mencintai. Itu prinsip Serena.

Sayangnya Rafael menginginkan pernikahan ini. Dia menginginkan Serena, mungkin tanpa adanya perjodohan ini dia juga akan tetap bersi keras menjadikan Serena miliknya. Sebab dia terobsesi pada Serena.

Yang dia tahu sejak kecil Serena adalah bidadari miliknya!

Ceklek'

Suara pintu dibuka terdengar. Serena beberapa detik menahan nafas; itu pasti Rafael,dan jantung Serena berdebar kencang, nafasnya kini melaju dan tubuhnya panas dingin.

'Siapapun tolong selamatkan aku dari Bajingan ini! Dia laki-laki bastard yang tak bisa menghargai perempuan. Dia bukan sahabatku yang dulu!' batin Serena yang sudah ketakutan.

"Serena ...." Seruan riang terdengar. Suara bariton tersebut terdengar serak serak, rendah dan berat -- sangat seksi dan juga menggoda. Namun juga begitu mengerikan bagi Serena yang semakin menenggelamkan wajahnya pada lipatan tangan di atas lutut.

"Cih." Rafael berdecis pelan, menatap sosok perempuan yang duduk di tengah ranjang dengan sorot sayup dan dalam.

Dia menyeringai tipis, membuka tuxedo yang membungkus tubuh atletisnya sembari terus menatap penuh minat dan ketertarikan tinggi pada perempuan tersebut. Dia tahu Serena ingin lari dari pernikahan ini, tapi bukan Rafael namanya jika tidak bisa mendapatkan apa yang dia inginkan. Terlebih dia menginginkannya sejak kecil!

Rafael naik ke atas ranjang, langsung mengambil tempat di belakang Serena.

"Kau meminta Maxim membawamu lari, Serena. Kau berpikir dia akan membantumu, Heh?!" bisik Rafael sembari mengecup tengkuk Serena, reflek membuat Serena menarik tengkuknya dan berniat menjauh dari Rafael.

Namun sayang, tangan pria itu lebih dulu melilit di pinggangnya -- melingkar di pinggang Serena dengan erat, tak membiarkan Serena beranjak sedikitpun dari dekatnya.

"Maxim lebih mendengarkan ucapan ku dibandingkan orang tuanya. Bagaimana bisa kau berpikir dia akan menuruti ucapanmu, Stupid?!" Rafael mengeram rendah, kepalanya tepat berada di sebelah daun telinga Serena -- sesekali dia mengigit pelan daun telinga perempuan tersebut. "Semua orang tahu jika kau ini milikku, Serena. Kau tidak bisa kabur kemana-mana!" tambahnya dengan nada yang semakin dingin dan penuh ancaman.

Serena menarik kepalanya, risih dengan perlakukan Rafael. Dia juga mendorong pundak pria itu dan berusaha melepaskan tangan Rafael dari perutnya. "Menyingkir!" pekik Serena pelan dengan suara lirih dan bergetar takut.

"Menyingkir?" Rafael terkekeh pelan, kekehan merdu yang malah terasa mengerikan bagi Serena. "Aku akan menyingkir setelah kau memuaskanku, Wife."

"Kita akan melakukan malam pertama," bisik Rafael dengan nada berat, meniup daun telinga Serena secara erotis.

"Lepaskan aku!" Serena memberontak, menyikut perut Rafael lalu berniat kabur dari atas ranjang.

Rafael dengan cepat menarik kaki Serena, membuat perempuan itu berakhir tengkurap di atas ranjang. Rafael menyeringai puas, membalik tubuh Serena agar menghadapnya dengan langsung membuka kebaya pernikahan Serena dengan santai.

"Kenapa? Kau takut sakit, Darling?" kekeh Rafael, mencondongkan tubuhnya ke arah Serena dengan satu tangannya yang menahan kedua tangan Serena untuk tak memberontak dan satu lagi membelai pinggiran wajah Serena secara sensual. "Seharusnya ini tak akan sakit, Baby Girl. Kita sudah pernah melakukannya sebelum ini," bisik Rafael, mendekatkan wajahnya ke wajah Serena -- mencium bibir perempuan itu dengan lembut.

"Rafael, kau menjijikkan!" pekik Serena marah dan kesal, setelah Rafael melepas pangutan bibir mereka. "Setelah kau tidur dengan Jenner, kau menikahiku. Dan sekarang ... hiks ... kau ingin menyentuhku?! Aku tidak Sudi!" Serena memekik pada akhir kalimat, terus memberontak dan menangis.

Jika bukan karena memikirkan Papanya, Serena tak akan mau menikah dengan Rafael. Pria ini bastard!

Di hari dia akan menikah, bisa-bisanya dia tidur dengan perempuan lain?! Dan Jenner sialan itu-- dia mengirim fotonya yang tidur dengan Rafael pada Serena.

"Syuut!" Rafael menyentak, mengisyarkan agar Serena diam. "Berhenti mengatakan Bullshit dan puaskan aku sebagai suamimu!"

"Aku tida mau, Rafael. Kau bajingan! Hiks ... kau bastard! Harusnya aku kabur dan lari dari pernikahan ini. Kau sialan!" marah Serena, memekik marah dan benar-benar naik darah karena kelakuan keji Rafael.

Tanpa merasa bersalah dan merasa berdosa, Rafael terus menyentuhnya. Bahkan pria ini tak menjelaskan apapun mengenai foto itu, dia tidak merasa salah!!

"Yes, Baby Girl. Bastard adalah nama tengahku." Rafael berucap serak, menyeringai iblis sembari melancarkan aksi-aksinya -- tanpa peduli isakan dan air mata Serena.

"Rafael ... aku benar-benar tidak mau! Hiks ... jangan!" Serena kembali panik dan histeris. Rafael berhasil melucutinya dan pria itu akan melakukannya.

Ini menjijikkan! Serena tidak mau! Persetan jika dia akan menjadi istri durhaka!

"Kau pikir aku peduli, heh?! Terus menangis, Darling. Aku suka suara manismu." Rafael kembali menyunggingkan evil smirk-nya, memperhatikan wajah sembab dan ketakutan Serena -- yang membuatnya semakin terangsang dan tergoda.

Serena sangat seksi! And she belongs to Rafael.

***

"Kau ingin mandi, Serena?" tanya Rafael ketika melihat istrinya tersebut telah bangun.

Ah, senangnya! Sekarang Serena benar-benar menjadi istrinya dan semua orang tahu jika Serena adalah miliknya.

Serena langsung membuang muka. "Bukan urusanmu!" ketusnya dengan duduk secara perlahan.

Demi Tuhan! Ini lebih sakit dari yang pertama kali. Tubuhnya serasa remuk, intinya masih perih dan pahanya terasa berat dan kebas. Jika Rafael bilang ini yang kedua dan tak akan sakit lagi, tapi kenapa Serena merasa ini lebih sakit dari yang pertama?!

"Aku bisa membantumu ke kamar mandi." Rafael mengulurkan tangan ke kepala Serena, mengacak pucuk kepala istrinya tersebut secara lembut.

"Aku tidak butuh bantuanmu! Aku bukan perempuan lemah!" ketus Serena, dia menepis kasar tangan Rafael dari kepalanya lalu melilitkan selimut ke tubuhnya -- membungkus tubuh polosnya dengan selimut dan berniat beranjak dari sana.

"Auuu ...." Serena meringis pelan, padahal dia hanya berdiri dan kenapa se sakit ini.

"Baiklah, kurasa kau memang tidak butuh bantuanku." Rafael berucap datar, langsung bangkit dari ranjang dan berniat lebih dulu ke kamar mandi.

"Rafael." Serena menyeru cepat, menoleh ke arah Rafael dengan wajah malu bercampur tak enak.

"Katakan." Rafael berhenti melangkah, bersedekap sembari menatap datar pada Serena.

"Kakiku sakit, aku-- aku ...-"

"Cik." Rafael berdecak pelan, menghampiri Serena dan langsung menggendong perempuan itu -- membawanya ke kamar mandi. "Keras kepala dan gengsi!" komentar Rafael setelah memasukkan Serena ke dalam bath up.

***

Serena dan Rafael berjalan bersama, ke ruang makan yang ada di villa keluarga Azam -- jauh dari perkotaan dan berada di perkebunan milik keluarga Azam.

Setelah pesta pernikahan Serena dan Rafael, tadi malam mereka semua langsung ke mari. Entah ini pengalihan masalah, tapi villa ini adalah ide Rafael.

Dia yang menyarankan keluarga Azam dan keluarga Lucard berkumpul di villa-- dengan embel-embel merayakan kebahagiaan bersama karena telah berhasil mewujudkan impian mendiang Kakek mereka.

Yah, Rafael licik dan cerdik! Semua orang bisa ia manipulasi.

"Oh, Serena."

Serena seketika menampilkan senyuman manis saat Mama mertuanya-- Satiya Adini Azam-- menyapanya. Mommy dari suaminya tersebut menghampirinya dan langsung membawanya untuk duduk di sebuah kursi meja makan -- ruang makan villa tersebut.

"Kamu ingin sarapan dengan apa, Sayang?"

"Ah, tidak perlu repot, Tante. Aku bisa ambil sendiri," ucap Serena dengan cepat karena tak enak pada Sati.

"Mommy dong, Sayang. Kamu kan sudah menikah dengan Rafael, sudah menjadi putri Mommy juga." Sati menegur halus. Cik cik cik, bisa-bisanya Serena masih memanggilnya Tante.

"Kak Serena belum terbiasa, Mom." Aesya, adik perempuan Rafael menimpali. "Pengantin baru memang suka kaku," tambahnya yang mendapat kekehan dari Sati maupun Ica (Mama Serena).

Serena hanya bisa senyum tersipu malu. Sial! Satiya -- Mama mertuanya ini begitu baik dan sempurna sekali sebagai seorang mama. Sayang sekali anaknya yang bernama Rafael itu sangat Dajjal dan setengah iblis juga.

"Kak Rena, kau ingin sarapan apa?" tanya Aesya -- sengaja karena Serena hanya bengong saja.

"A--aku bisa, Eca." Serena menolak lagi, tak enak dengan adik iparnya tersebut.

"Tenang tenang!" Aesya dengan gercap menyiapkan sarapan untuk Serena. "Aku sangat senang karena aku punya Kakak perempuan, jadi biarkan aku menyambut Kakak dengan kesan yang manis."

Serena semakin kikuk, hanya bisa senyum kaku dengan tatapan tak enak pada adik iparnya tersebut.

Demi Tuhan! Keluarga ini sangat sempurna. Ayah mertua yang tampan dan tegas, Mama mertua yang baik seperti Dewi, para adik ipar yang juga sangat baik. Masalahnya hanya satu! Yah, suaminya yang bangke dan bastard. Hanya itu letak salahnya!

'Kenapa aku tidak menikah dengan Reigha saja. Cik, dia lebih tampan dari Rafael bangke. Ya ... nggak apa-apa lah Ega lebih muda dua tahun, yang penting tampan dan setia. Daripada Rafael, benar-benar bajingan! Aku belum ikhlas menjadi istri Rafael, Tuhan.' batin Serena, memperhatikan adik iparnya -- Reigha yang merupakan kembaran Aesya -- dengan tatapan intens.

Laki-laki cuek itu sangat tampan, cara makamnya anggunly dan mempesona.

Sret'

Suara kursi ditarik dari sebelahnya terdengar, Serena menoleh sekilas -- menatap gugup dan berkeringat dingin ke arah Rafael yang sudah duduk di sebelahnya.

Padahal tadi Serena datang ke sini bersama dengan Rafael. Namun dia tak gugup. Kenapa ketika Rafael duduk di sebelahnya dia jadi gugup?

"Jaga matamu!" bisik Rafael pelan -- berpura-pura mengambil selai hanya agar bisa memperingati Serena, tanpa ada yang curiga.

Serena melirik sinis ke arah Rafael, dia diam-diam mendengkus dongkol-- meraih roti yang tadi disiapkan oleh Aesya padanya lalu makamnya. 'Bangke! Dia nyuruh aku jaga mata?! Dia yang seharusnya diperingati. Jaga burung! Sialan!' batin Serena dengan pipi yang tiba-tiba memerah sendiri.

Bu--burung itu bukan hal yang negatif kan?!

Diam-diam Ica terus memperhatikan Serena dan Rafael. Walau putrinya sudah resmi menikah dengan Rafael, namun hatinya masih belum lega. Dia masih ingat tangisan Serena ketika meminta batal menikah dengan Rafael. Ada sesuatu!

'Mama sangat mengkhawatirkanmu, Nak. Tapi ... maafkan Mama, Sayang.' batin Ica dengan menatap sendu pada putrinya yang terlihat gugup di sebelah Rafael.

Apa putrinya benar-benar diperlakukan buruk oleh Rafael?

Uhuk' uhuk' uhuk'

Tiba-tiba Serena terbatuk-batuk, dengan sigap Rafael langsung menyodorkan gelasnya yang berisi air minum pada Serena. Begitu juga dengan Aesya, serta Thomas (Papa Serena) yang juga berniat memberikan air minum pada Rafale. Namun dia menahannya.

Ah, sudah ada Rafael yang menjaga putrinya. Melihat Rafael lebih sigap dibandingkan dia, Thomas diam-diam tersenyum tipis.

"Cik, singkirkan gelasmu!" ketus Rafael pada Aesya, menatap datar pada adiknya tersebut yang berniat memberikan air minum pada Serena ketika batuk tadi.

"Laki-laki sensi!" sinis Aesya, menarik gelasnya dan memilih menaruh gelas itu di depan Reigha -- kembarannya yang tampan dan ... manis.

Melihat itu, Ica juga tersenyum tipis dan lega. Mungkin Rafael tak seburuk itu juga. Yah, mengingat Serena sejak awal memang tak ingin menikah dengan Rafael.

***

"Cik, Rafael!" kesal Serena, berusaha melepas tangan Rafael dari pinggangnya. Dia sedang di balkon villa -- rooftop, menatap luasnya perkebunan sembari menikmati senja. Lalu tiba-tiba Rafael datang dan sok romantis dengan memeluknya dari belakang.

"Darling, kita diperhatikan keluarga kita. Jadi bersikaplah yang manis," tegur Rafael dengan berbisik, enggan melepas pelukannya di pinggang Serena.

Serena menoleh untuk memastikan. Shit, benar saja! Papanya dan Pamanya -- ah, maksudnya Ayah mertuanya, juga yang lain menoleh ke arahnya dan Rafael.

'Apa karena masalah aku yang sempat ingin kabur mereka jadi suka merhatiin aku dan El yah?' batin Serena, tersenyum kikuk ke arah keluarganya. Lalu dia kembali menghadap pemandangan, memasang wajah masam dan tertekan.

"Bajingan! Kamu memanfaatkan situasi. Aku benci kamu, El!" desis Serena dengan sengaja menyikut perut Rafael secara kuat.

"Stupid, apa salahnya aku memeluk istriku sendiri?!" Rafael menggeram datar, menekuk alis dengan tajam sembari memperingati Serena. "Jadi kau ingin dipeluk oleh siapa, hah?!"

"Idih!" Serena mendelik, menatap Rafael julid lalu kembali menatap pemandangan. "Kenapa kau tidak dengan Jenner saja? Seperti sebelum kita menikah. Kau bisa memeluknya sepuas hatimu dan dia juga suka dipeluk olehmu. Dia akan bilang 'Ayo, El sayang, peluk aku lebih erat, aku kedinginan, Rafael," nyinyir Serena, nadanya julid dan sengaja dipelankan juga agar yang lain tak mendengar percapakan mereka.

"Jika aku beri tahu foto yang kekasihmu itu kirimkan ke aku pada Paman Gabriel, menurutmu apa aku akan tetap menjadi istrimu?!" lanjut Serena dengan nada mengancam, sudah menghadap Rafael dengan menatap penuh kebencian pada Rafael.

"Foto apa yang kau maksud?" Rafael mengerutkan kening.

"Ini." Serena mengambil handphone -- kebetulan dia membawanya juga. Lalu dia menunjukkan sesuatu dilayar handphonenya tersebut.

Sebuah foto yang dikirimkan Jenner padanya di detik-detik dia akan menjadi istri pria bajingan ini.

Rafael merampas handphone tersebut, memperhatikan foto itu. Lalu tiba-tiba dia menyeringai tipis, mengembalikan handphone Serena dengan santai. "Cik, Baby Girl, maaf ... tapi aku tidak sengaja menghapusnya."

Serena melotot horor, sontak dia mencari foto tadi dalam file penyimpanan. Namun hasilnya nihil! Rafael menghapusnya, bahkan semua salinan yang sudah Serena siapkan.

'Aaaa ... aku bodoh sekali! Kenapa tadi aku memberikan handphoneku pada si Bangke ini?! Ya Tuhan!! Buktinya hilang. Padahal aku ingin melihatnya babak belur oleh Paman.'

"Ka--Kau!!" Serena benar-benar tak habis pikir dengan pria kejam bastard satu ini!

Rafael menyeringai puas, tiba-tiba dia memajukan kepalanya dengan cepat dan langsung menempelkan bibirnya di atas bibir Serena -- semakin membuat Serena syok dan membatu karena ...--

Hell! Keluarga mereka ada di sini. Semuanya!

"Rafael!" Suara tegas dan nada tinggi Gabriel mengalun. "Ada Zayyan di sini. Jaga sikapmu!" peringatnya.

Bukan hanya Zayyan, tapi masih ada keponakannya juga di sini -- Jabir Darion De Felix yang sama usianya dengan Zayyan LavRoy Azam. Yah, dua belas tahun masih dibawah umur untuk melihat hal seperti yang dipertontonkan oleh Rafael. Terlebih Zayyan, sangat mengidolakan Abang El-nya tersebut.

"Angin, Daddy." Rafael menjawab dengan santai. Dia tiba-tiba mengangkat satu tangan yang memegang sapu tangan, menunjukkan pada Daddynya jika memang ada angin.

"Angin," tambahnya setelah membuktikan jika memang ada angin di sini, memasang tampang tanpa merasa bersalah sedikitpun pada Daddynya yang sudah mengatupkan rahang -- geram dan tak habis pikir dengan Rafael.

Anak nakal itu entah mencontoh siapa. Sikapnya sangat ...-- Shit! Rafael seperti bukan anak kandungnya Gabriel saja. Rafael sangat berbeda dengannya!

"Heran. Anak itu kenapa bisa tidak punya kesopanan!" gerutu Gabriel yang sudah kembali fokus pada tablet mahalnya. "Dia bukan anakku! Atau jangan-jangan dia anak yang dipungut oleh Satiya," lanjutnya sangking kesalnya dengan sikap putranya itu.

Babak belur beberapa kali oleh Gabriel, tapi Rafael tak pernah tobat!

"Kalian mirip, Tuan." Thomas menggelengkan kepala karena tak habis pikir.

"Little monster dan Tuanku sangat mirip. Jangan menyengkal, Geb," kekeh Marcus yang mendapat anggukan dari yang lainnya.

Marcus merupakan sahabat sekaligus kepercayaan Gabriel juga.

Di sisi lain, Rafael menarik Serena dari sana. Wajah Rafael sangat tak bersahabat, dia tak suka melihat Maxim dan Serena saling berpandangan.

Sial! Jika saja Daddynya dan Paman Alfa-nya tak ada di sini, Rafael sudah memukul Maxim hingga masuk rumah sakit VIP.

"Ikut denganku!" geram Rafael, berdesis dan terlihat marah.

"Aku tidak mau, El. Aku masih ...-"

"Diam kau!"

Lanjutkan Membaca

Buku serupa

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku