Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
The Bastard and His Cold Wife

The Bastard and His Cold Wife

Venavee

5.0
Komentar
272
Penayangan
13
Bab

Bagi Daniel, dijodohkan dengan wanita dingin seperti Aluna adalah hal tersial yang pernah terjadi dalam hidupnya. Dipaksa menikah dengan wanita tanpa ekspresi? Ya, hidupnya akan berada seperti di neraka. Coming soon. Bagi Aluna, menikah dengan Daniel tidak akan merugikan dirinya karena bagaimanapun ia tidak akan pernah percaya apa itu cinta. Ia tidak akan jatuh cinta pada pria itu. Bagaimana jika lambat laun Daniel mulai iba dengan kehidupan Aluna yang terdengar menyedihkan? Bagaimana jika di tengah-tengah perjalanan mereka saling jatuh cinta? Apakah mereka akan menyatakan atau justru terpendam oleh gengsi?

Bab 1 Bongkahan Es

Dipertemukan dengan seorang wanita dingin dan sangat datar adalah hal yang paling berat yang pernah dialami pria yang sering gonta-ganti pasangan. Siapa yang tidak mengenalnya? Dia adalah playboy kelas kakap yang terkenal di seluruh bar yang ada di Jakarta.

Daniel Louis Denandra sangat kewalahan menghadapi sosok wanita yang seperti menjadi balok es, dia begitu dingin dan datar. Helaan napas terdengar berulang-ulang, susahnya berbicara dengan wanita itu.

"Hey, kau mendengarkanku?"

Dia hanya menoleh dan mengangkat sebelah alisnya, aishh ... bisakah dia menghargai sedikit? "Sulit sekali berbicara denganmu, Nona."

"Aku tidak memaksa Anda untuk berbicara denganku, Tuan."

Balasannya sedikit melukai harga dirinya, Daniel yang tidak pernah ditolak oleh wanita manapun merasa terluka. Wanita itu lebih memilih memandangi layar ponselnya daripada melihat dirinya yang tampan luar biasa.

"Bisakah kita serius membicarakan tentang perjodohan konyol yang dibuat oleh keluarga kita?"

Daniel mencoba untuk berbicara lagi, ia tidak ingin terjebak hidup bersama wanita dingin itu. Tangan wanita itu terulur mengambil minum dan meminumnya dengan tenang.

"Ada apa?"

"Kau tidak berusaha menolak perjodohan ini? Bukankah semua ini akan mengikatmu? Aku tidak ingin dijodohkan," kata Daniel dengan santai, ia sangat jujur dan ingin membatalkan perjodohan yang tidak berdasar ini.

"Jadi?"

Daniel menahan napasnya, jika saja orang di hadapannya bukan seorang wanita mungkin ia bisa mengajaknya bertarung di lapangan luas. "Aku ingin membatalkannya."

Ia sedikit tersinggung dengan senyum kaku wanita itu yang terkesan meremehkan, benar-benar tidak menghargai sama sekali.

"Silakan saja," katanya dengan santai.

Daniel membulatkan matanya tidak percaya, hey apa ini? Kenapa dirinya dipertemukan dengan manusia es seperti dia? "Bisakah kau tidak bersikap santai, hidupmu akan dipertaruhkan jika sampai kau menikah denganku."

"Hidupku selalu dipertaruhkan, hanya untuk hidup denganmu? Itu bukan masalah besar," katanya.

"Jadi, kau menerima perjodohan ini?" tanya Daniel menatap wajah wanita itu dengan serius. "Aluna Mei Silvana, itu namamu bukan?"

Wanita itu mengangguk mendengar pertanyaannya, sulit sekali menebak sifat wanita itu. Jujur saja, Daniel tidak pernah menemui wanita sedingin ini dengannya.

"Aku belum mau berkomitmen," lanjut Daniel.

"Aku tidak memaksamu untuk berkomitmen," balasnya.

Daniel geram, "harusnya kau menghargai perasaanku, Nona. Bagaimana jika kekasihku terluka mendengar aku akan menikah?"

"Itu urusanmu, kalau bisa silakan batalkan saja. Aku tidak ingin direpotkan untuk membatalkan perjodohan yang sudah terjadi," katanya. "Lebih tepatnya, aku tidak ingin melakukan hal yang sia-sia."

Hey, apa maksudnya?

***

Hidup tertekan?

Dirinya sudah terbiasa untuk itu, hidup bagai boneka yang harus menurut untuk melakukan sesuatu. Tanpa teman, keluarga yang begitu membelenggu seolah sudah menjadi makanannya sehari-hari.

Ini adalah akhir dari kehidupan yang begitu menyedihkan, kedua orang tuanya menyuruhnya untuk menikah dengan pria yang tidak ia kenal dan setelah itu mereka akan membebaskannya.

Perjodohan konyol, ia harus menuruti permintaan mereka. Jika tidak, mereka akan menghentikan pengobatan nenek yang sangat ia sayangi. Sekali lagi, ia berkorban demi keluarga.

Aluna Mei Silvana.

Di usianya yang ke 23 tahun ia akan menikah dengan pria yang usianya sudah menginjak kepala tiga, tetapi cara berpikirnya tidak seperti orang dewasa pada umumnya.

Dia seperti bocah yang terjebak di tubuh orang dewasa, itulah yang ia nilai. Dia sangat menyukai kebebasan, ia tahu hal itu. Ia tahu betapa bebasnya dia di luar sana, namun ia tidak peduli.

Pria itu tidak ingin dijodohkan, tetapi dirinya ingin perjodohan ini berlangsung. Karena dengan hal itu, ia bisa merasakan kebebasan.

Daniel Louis Denandra.

Pria yang menikah dengannya itu begitu menolak dengan keras, sampai-sampai pria itu menemuinya secara langsung dan memintanya untuk membatalkan perjodohan ini.

Mereka dalam dua kubu yang berlawanan, dirinya menikah agar merasakan kebebasan sedangkan Daniel menikah hanya akan membuatnya terkekang.

Aluna bukan orang baik yang akan membantu Daniel untuk membatalkan perjodohan ini, tentu saja ia mementingkan perasaannya sendiri di atas perasaan orang lain.

"Aku belum mau berkomitmen," kata pria itu.

"Aku tidak memaksamu untuk berkomitmen," balas Aluna, sebenarnya ia tidak ingin ambil pusing mengenai hal ini.

"Harusnya kau menghargai perasaanku, Nona. Bagaimana jika kekasihku terluka mendengar aku akan menikah?"

Pria itu menatapnya dengan tatapan tidak suka, sekali lagi ia sama sekali tidak peduli.

"Itu urusanmu, kalau bisa silakan batalkan saja. Aku tidak ingin direpotkan untuk membatalkan perjodohan yang sudah terjadi," katanya. "Lebih tepatnya, aku tidak ingin melakukan hal yang sia-sia."

Dia sangat terkejut mendengar ucapannya, Aluna tidak peduli. Ia akan mengatakan apa yang ingin ia katakan, membatalkan perjodohan? Itu sama saja membawa pisau ke lehernya sendiri. Ya, ia bisa mati.

"Mengapa kau begitu yakin dengan ucapanmu? Bagaimana jika aku bisa membatalkannya? Atau kau benar-benar ingin menikah denganku dan mengincar hartaku?"

"Harta? Aku sudah memilikinya banyak, aku tidak perlu menikah denganmu hanya untuk itu."

Pria itu terdiam mendengar ucapannya, mungkin dia membenarkan hal itu. Aluna sama sekali tidak memikirkan pria itu akan bagaimana, ia hanya ingin bebas dari belenggu keluarganya.

"Aku akan membatalkan dalam waktu dua minggu."

***

"Arghhh!"

Prang!

Daniel benar-benar frustrasi dengan semua ini, ia terlalu kepikiran dengan ucapan wanita itu. Membatalkan perjodohan adalah hal yang sia-sia, apakah itu benar?

"Lo kenapa sih?"

"Tuh cewek berengsek tahu, enggak? Berani-beraninya remehin gue!" kata Daniel mengusap wajahnya, ia kesal setengah mati setelah bertemu dengan wanita itu. Pertemuan itu sangat sia-sia karena ia tidak bisa membujuknya untuk membantunya membatalkan perjodohan.

"Remehin gimana?"

"Gue sudah bilang sama dia biar dia bantu gue batalkan perjodohan itu," kata Daniel menggebu-gebu, "dan lo tahu jawabannya apa?"

"Dia bilang semua itu adalah hal sia-sia, dia enggak mau bantu gue. Sialan banget kan?"

David tertawa terbahak-bahak mendengar hal itu, membuat Daniel mendengus dan mengusap wajahnya dengan kasar.

"Jangan-jangan dia ngebet nikah sama lo lagi, ya sudah sih. Ladenin aja, mana gue lihat fotonya. Cantik enggak?" tanya David, Daniel membuka ponselnya dan membuka galeri serta menunjukkan foto wanita bernama Aluna itu.

"Dih, cantik gitu. Gas ajalah, daripada mubadzir kan? Lagian kayaknya dia cewek baik-baik," kata David membuat Daniel mendengus kesal, "ya ya ya, gue tahu lo masih mau kebebasan."

"Nah itu lo tahu. Dia tuh dingin banget, kayak cewek yang enggak pernah dekat sama cowok. Dingin, cuek, datar banget."

"Ya makanya, dari cerita lo bisa gue simpulkan. Sepertinya dia enggak bisa ngatur lo ini itu, atau lebih tepatnya dia enggak mau peduli sama kegiatan apa yang lo lakuin nanti."

Daniel yang mendengar hal itu pun sedikit tenang, David adalah seorang psikiater dan pastinya dia bisa mengerti karakter seseorang. "Lo mau ketemu sama dia enggak? Biar lo tahu apa yang dia inginkan, ngobrol dikit sama dia."

"Boleh, kapan-kapan."

"Gue jamin, lo bakal kejang-kejang ngobrol sama dia," kata Daniel membuat David tertawa karenanya. "Lihat aja, pegang omongan gue."

Lanjutkan Membaca

Buku serupa

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku